KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gen Z di Indonesia tengah menjadi sorotan banyak pihak. Hal ini terkait dengan tingginya angka pengangguran dari kelompok Gen Z di tahun 2025. Melansir dpr.go.id yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), per Februari 2024, ada 3,6 juta Gen Z usia 15-24 tahun yang menganggur tahun ini.
Jumlah Gen Z Indonesia yang masih menganggur tentu menjadi isu serius. Bahkan, permasalahan ini sempat dibahas di sejumlah media asing. Al Jazeera menulis, sekitar 16% dari lebih 44 juta penduduk Indonesia berusia 15-24 tahun tidak memiliki pekerjaan. Hal ini dua kali lipat tingkat pengangguran kaum muda di negara tetangga, Thailand dan Vietnam. Sementara, CNA melaporkan tentang kericuhan yang terjadi saat job fair di Bekasi pada 27 Mei 2025.
Sejumlah pengamat menilai, tingginya angka pengangguran Gen Z disebabkan beberapa faktor. Pertama, banyak dari Gen Z yang lulus tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan industri. Hal ini diamini Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan masalah pengangguran pada kelompok muda disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dan kebutuhan pasar.
Faktor lainnya adalah minimnya lowongan entry-level di mana banyak perusahaan yang mensyaratkan pengalaman minimal 2-3 tahun; kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya pasca Covid-19; mayoritas peluang kerja terkonsentrasi di kota besar sehingga membuat Gen Z di daerah tak punya akses informasi atau pelatihan; serta minimnya dukungan lembaga pendidikan membekali siswanya dengan soft skills atau koneksi ke dunia industri.
Di sisi lain, tingginya angka pengangguran Gen Z juga berasal dari diri mereka sendiri. Misalnya ekspektasi karier terlalu tinggi, tidak memiliki soft skills, sulit beradaptasi dengan lingkungan kerja karena perbedaan nilai antar-generasi. Fenomena ini tidak bisa dilihat sebagai kesalahan satu pihak semata. Dapat dikatakan, ini adalah cerminan dari persoalan struktural yang menahun. Untuk mengatasi persoalan ini secara menyeluruh, diperlukan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah perlu mempercepat reformasi pendidikan vokasi dan memperluas pelatihan kerja berbasis kebutuhan industri.
Dunia usaha harus membuka ruang lebih luas bagi tenaga kerja muda melalui program magang, mentoring dan jalur percepatan karier. Institusi pendidikan juga harus didorong untuk menjembatani siswa dengan dunia kerja. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, Gen Z bisa keluar dari jerat pengangguran, sekaligus bisa menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia di masa depan.