Hybrid, Adaptasi Cara Kerja Setelah Pandemi Bisa Tertangani

Minggu, 06 Juni 2021 | 11:10 WIB
Hybrid, Adaptasi Cara Kerja Setelah Pandemi Bisa Tertangani
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam dunia filsafat, kita mengenal konsep tesa anti-tesa sintesa. Konsep ini dikenal juga dengan sebutan dialektika Hegel, mengacu kepada nama perumusnya, yakni Friedrich Hegel. Dalam teori ini, ada dua hal yang dipertentangkan, untuk kemudian didamaikan. Tesa dan anti-tesa adalah dua hal yang saling bertentangan tersebut, dan sintesa merupakan hasil pendamaian di antara keduanya. Dengan demikian, dialektika dapat diartikan sebagai pergerakan dinamis menuju sebuah perubahan.

Dari perspektif change management (manajemen perubahan), tesa dapat ditafsirkan sebagai kondisi yang ada saat ini alias status quo. Sementara, antitesa merupakan kondisi yang samasekali berbeda, yang berlawanan 180 derajat dengan kondisi status quo.

Adapun, sintesa adalah hasil pendamaian keduanya, yang ditandai dengan adanya kondisi yang diperbarui.

Hingga akhir abad 20, definisi tentang kata bekerja adalah melakukan tindakan produktif di suatu tempat tertentu (entah itu kantor, pabrik, toko dsb.) dan pada kurun waktu tertentu sesuai dengan pengaturannya masing-masing (di Indonesia, biasanya merentang dari pukul 8 pagi hingga 17 sore). Saya menyebut model kerja seperti ini sebagai conventional work.

Namun, perkembangan teknologi digital dan kemunculan generasi milenial telah melahirkan antitesa atas pendekatan kerja ini. Bertajuk era Industri 4.0, muncul makna bekerja yang sama sekali berlawanan dengan konsep bekerja di tempat tertentu dan pada waktu tertentu. Sebaliknya, bagi mereka, bekerja bisa di mana saja dan pada waktu kapan pun juga. Bahasa kerennya, work from anywhere & at anytime. Saya menyebut yang terakhir ini sebagai digital-work.

Selama ini, dialektika antara conventional work dan digital work berlangsung intens. Ada perusahaan yang berupaya menjajal dan secara parsial berhasil mengadopsi konsep digital work, namun lebih banyak yang mandeg dan tetap bertahan dengan praktik conventional work.

Akan tetapi, pandemi Covid-19 telah menjadi game changer yang memaksa semua pihak untuk berubah. Karena kebijakan physical distancing, tak ada pilihan lain kecuali harus beranjak dari praktik work from office menjadi work from home. Hal ini juga berimplikasi pada pergeseran dari work at office hours menjadi work at anytime, karena orang dituntut bekerja dengan waktu yang fleksibel.

Saat ini, menjelang usai pandemi, beberapa pengambil kebijakan mulai berpikir tentang sintesa antara conventional work dan digital work.

Sintesa yang bisa mendatangkan manfaat dan mengurangi mudarat dari kedua pendekatan tersebut secara optimal. Banyak yang menyebutnya sebagai model hybrid, yang tentunya masih memerlukan kajian seksama dalam proses implementasinya di kemudian hari.

Guru besar di bidang manajemen dari London Business School, Lynda Gratton, dalam tulisannya berjudul How to Do Hybrid Right (HBR, May-June 2021), mengingatkan beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan saat mengimplementasikan model hybrid di tempat masing-masing.

Pertama, tipe pekerjaan. Ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang secara alamiah memang bisa dikerjakan dari manapun dan pada waktu kapanpun, seperti fungsi penjualan dan pemasaran. Namun, sebaliknya ada pula pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan di tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula, seperti pekerjaan di bagian produksi perusahaan manufaktur.

Kedua, preferensi pekerja. Ada pekerja-pekerja tertentu, yang karena memiliki fasilitas kerja dan teknologi yang memadai, memungkinkan dia bekerja secara produktif di manapun ia berada. Sebaliknya, ada pekerja-pekerja tertentu, yang karena keterbatasan fasilitas dan teknologi (semisal tempat tinggal yang sempit dan sambungan internet yang tak bagus), akan merasa lebih nyaman dan produktif bila bekerja di kantor.

Ketiga, alur kerja atau SOP (standard operating procedure). Lazimnya, alur kerja ditata menurut pilihan pendekatan yang kita tempuh. Pendekatan conventional work akan memiliki alur kerja yang cenderung bersifat manual, sementara pendekatan digital work akan mempunyai alur kerja yang mengandalkan sistem dan teknologi.

Bukankah menjadi hal yang menggelikan dan tidak efisien, jika sebuah perusahaan mendeklarasikan kebijakan on-line approval, sementara SOPnya masih menuntut adanya tanda-tangan basah sebagai bentuk persetujuan pemangku jabatan.

Terakhir, Lynda mengingatkan pentingnya perasaan keadilan (fairness) di antara pekerja pada saat implementasi model hybrid. Jangan sampai ada fungsi yang merasa diperlakukan tidak adil dengan kebijakan tersebut.

Melibatkan karyawan lintas jenjang dan fungsi sedari awal dalam perumusan kebijakan, akan membantu mengurangi perasaan ketidakadilan tersebut. Bahkan, bisa meningkatkan engagement mereka.

Bagikan

Berita Terbaru

Penambangan Bitcoin Makin Sulit, Harga BTC Bisa Melejit
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 19:35 WIB

Penambangan Bitcoin Makin Sulit, Harga BTC Bisa Melejit

Pasokan BTC baru yang ditambang semakin kecil sementara kompetisi antar penambang justru semakin ketat.

Futura Energi Global (FUTR) Mengembangkan Bisnis Panas Bumi
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 16:39 WIB

Futura Energi Global (FUTR) Mengembangkan Bisnis Panas Bumi

Transformasi ini dilakukan PT Futura Energi Global Tbk (FUTR) usai diakuisisi PT Aurora Dhana Nusantara alias Ardhantara ada 9 September 2025. ​

Harga Emas Cetak Rekor Sepanjang Masa, Begini Pendapat Para Pakar
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 10:06 WIB

Harga Emas Cetak Rekor Sepanjang Masa, Begini Pendapat Para Pakar

Ray Dalio menuturkan emas merupakan diversifikasi aset yang baik, investor sebaiknya menaruh 15% portofolio di emas

Patriotisme Tanpa Prospektus
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 09:32 WIB

Patriotisme Tanpa Prospektus

Keterbukaan bukan sekadar soal informasi yang dibagikan, tetapi juga soal konsistensi antara niat dan pelaksanaan, satunya kata dengan perbuatan.

Uang Kripto
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 09:13 WIB

Uang Kripto

Inovasi harus dikawal regulasi dan kebebasan harus tetap tunduk pada stabilitas. Karena uang bukan hanya alat tukar, tapi juga cermin kepercayaan.

Usai Private Placement Rp 30,5 T Beban Utang Menciut, Kinerja GIAA bisa Terbang Lagi?
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 09:05 WIB

Usai Private Placement Rp 30,5 T Beban Utang Menciut, Kinerja GIAA bisa Terbang Lagi?

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)  secara bertahap merealisasikan rencana penambahan armada dan rute baru.

Minat Investor Asing di Saham Grup Barito Beragam, Namun Prospek Cenderung Seragam
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 08:43 WIB

Minat Investor Asing di Saham Grup Barito Beragam, Namun Prospek Cenderung Seragam

Kenaikan harga saham-saham Grup Barito didorong oleh kombinasi faktor fundamental dan sentimen pasar. 

Bukan Blackrock tapi State Street yang Konsisten Borong Saham BBCA, BMRI, BBRI & BBNI
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 08:29 WIB

Bukan Blackrock tapi State Street yang Konsisten Borong Saham BBCA, BMRI, BBRI & BBNI

Ada potensi pemulihan minat asing di saham bank, walaupun secara akumulatif sepanjang 2025 masih akan tetap mencatatkan posisi net foreign sell.

Ada Kebijakan Koboi, Keyakinan Konsumen Malah Melemah, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 08:13 WIB

Ada Kebijakan Koboi, Keyakinan Konsumen Malah Melemah, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini

Keyakinan konsumen ini tercatat turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 117,2. IKK ini menyentuh level terendah sejak Mei 2022. ​

Viral Menu Pangsit Goreng di Program Makan Bergizi
| Kamis, 09 Oktober 2025 | 07:52 WIB

Viral Menu Pangsit Goreng di Program Makan Bergizi

Kepala SPPG Mampang 1 Depok Mustika Fie beralasan memilih pangsit di menu MBG untuk menghindari food waste.

INDEKS BERITA

Terpopuler