Indonesia Larang Ekspor, Pasokan Minyak Nabati Global Makin Seret

Senin, 25 April 2022 | 12:14 WIB
Indonesia Larang Ekspor, Pasokan Minyak Nabati Global Makin Seret
[ILUSTRASI. Pelabuhan Dumai yang merupakan pelabuhan ekspor CPO terbesar di Sumatra. Dok. Pelindo I]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - MUMBAI. Konsumen minyak nabati global tidak memiliki pilihan selain membayar mahal untuk mendapat pasokan minyak sawit mentah, setelah Indonesia secara mendadak memberlakukan larangan ekspor. Pengguna crude palm oil (CPO) kesulitan mencari alternatif sumber pasokan, yang sudah menurun karena cuaca buruk dan invasi Rusia ke Ukraina.

Kebijakan larangan ekspor CPO yang diambil produsen di dunia itu otomatis akan mengangkat harga semua minyak nabati utama, termasuk minyak kedelai, minyak bunga matahari dan minyak lobak, demikian prediksi pengamat industri. Itu akan memberikan tekanan ekstra atas konsumen yang sensitif terhadap biaya di Asia dan Afrika yang terkena dampak harga bahan bakar dan makanan yang lebih tinggi. 

"Keputusan Indonesia tidak hanya memengaruhi ketersediaan minyak sawit, tetapi juga minyak nabati di seluruh dunia," James Fry, ketua konsultan komoditas LMC International, mengatakan kepada Reuters.

Minyak sawit merupakan bahan baku untuk berbagai produk, mulai kue, minyak goreng hingga kosmetik dan produk pembersih. Sebanyak 60% dari pasokan minyak nabati dunia saat ini merupakan minyak sawit. 

Baca Juga: Saham Perusahaan Minyak Sawit Terkemuka Jatuh Setelah Larangan Ekspor Minyak Goreng

Indonesia yang menyumbang sekitar sepertiga dari semua ekspor minyak nabati, mengumumkan larangan ekspor pada 22 April, hingga pemberitahuan lebih lanjut. Larangan itu merupakan langkah Indonesia mengatasi kenaikan harga domestik. 

"Ini terjadi ketika tonase ekspor semua minyak utama lainnya berada di bawah tekanan: minyak kedelai karena kekeringan di Amerika Selatan; minyak lobak karena tanaman kanola yang membawa bencana di Kanada; dan minyak bunga matahari karena perang Rusia di Ukraina," kata Fry.

Harga minyak nabati telah meningkat lebih dari 50% dalam enam bulan terakhir karena faktor-faktor dari kekurangan tenaga kerja di Malaysia hingga kekeringan di Argentina dan Kanada - masing-masing pengekspor minyak kedelai dan minyak canola terbesar - membatasi pasokan. 

Pembeli berharap panen bunga matahari dari eksportir utama Ukraina akan mengurangi keketatan, tetapi pasokan dari Kyiv telah berhenti karena apa yang disebut Rusia sebagai "operasi khusus" di negara itu. 

Hal ini telah mendorong importir untuk mengandalkan minyak kelapa sawit untuk dapat menutup kesenjangan pasokan sampai larangan mengejutkan Indonesia memberikan "kejutan ganda" kepada pembeli, kata Atul Chaturvedi, presiden badan perdagangan Solvent Extractors Association of India (SEA).

Importir seperti India, Bangladesh dan Pakistan akan mencoba meningkatkan pembelian minyak sawit dari Malaysia, tetapi produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia itu tidak dapat mengisi celah yang diciptakan oleh Indonesia, kata Chaturvedi.

Indonesia biasanya memasok hampir setengah dari total impor minyak sawit India. Sementara Pakistan dan Bangladesh mengimpor hampir 80% minyak sawit mereka dari Indonesia.

"Tidak ada yang bisa mengkompensasi hilangnya minyak sawit Indonesia. Setiap negara akan menderita," kata Rasheed JanMohd, ketua Pakistan Edible Oil Refiners Association (PEORA).

Pada bulan Februari, harga minyak nabati melonjak ke rekor tertinggi karena pasokan minyak bunga matahari terganggu dari wilayah Laut Hitam.

Kenaikan harga meningkatkan kebutuhan modal kerja untuk penyulingan minyak, yang memegang persediaan lebih rendah dari biasanya untuk mengantisipasi penurunan harga, kata seorang dealer yang berbasis di Mumbai dengan perusahaan perdagangan global.

Baca Juga: Larangan Ekspor Berpotensi Menekan Saham Emiten CPO

Sebaliknya, semua harga minyak telah reli lebih lanjut.

"Para penyulingan terjebak pada langkah yang salah. Sekarang mereka tidak bisa menunggu selama beberapa minggu. Mereka harus melakukan pembelian untuk menjalankan pabrik," kata dealer.

Karena Indonesia telah mengizinkan pemuatan hingga 28 April, negara-negara konsumen akan memiliki pasokan yang cukup untuk paruh pertama Mei, tetapi dapat menghadapi kekurangan dari paruh kedua, kata seorang penyuling yang berbasis di Dhaka.

Penyulingan Asia Selatan hanya akan melepaskan minyak secara perlahan ke pasar karena mereka tahu persediaan terbatas, katanya.

Di India, importir minyak nabati terbesar di dunia, harga minyak sawit naik hampir 5% selama akhir pekan karena harga industri kekurangan dalam beberapa bulan mendatang. Harga juga naik di Pakistan dan Bangladesh.

Bagikan

Berita Terbaru

Dana Kelolaan Reksadana Melonjak, Reksadana Risiko Rendah Paling Diminati
| Rabu, 12 November 2025 | 15:28 WIB

Dana Kelolaan Reksadana Melonjak, Reksadana Risiko Rendah Paling Diminati

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 621,68 triliun pada Oktober 2025.

Saham Moratelindo (MORA) Kembali Melejit Usai Terbang 277,91%, Masih Fase Uptrend?
| Rabu, 12 November 2025 | 10:15 WIB

Saham Moratelindo (MORA) Kembali Melejit Usai Terbang 277,91%, Masih Fase Uptrend?

MORA telah memiliki jaringan sendiri secara end to end, yaitu dari backbone international dan domestik, hingga jaringan dari rumah ke rumah.

Bisnis Biodiesel & Gula Bakal Jadi Motor Utama Penggerak Kinerja, Saham TBLA Menarik?
| Rabu, 12 November 2025 | 08:46 WIB

Bisnis Biodiesel & Gula Bakal Jadi Motor Utama Penggerak Kinerja, Saham TBLA Menarik?

Hingga September 2025, bisnis biodiesel telah menjadi tulang punggung pendapatan dan laba bersih PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).

Ada Isu Merger, Saham GOTO Bergairah
| Rabu, 12 November 2025 | 08:45 WIB

Ada Isu Merger, Saham GOTO Bergairah

Sejak akhir Oktober, harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mencatatkan tren rebound yang kuat.

Terjadi Aksi Jual Asing di Big Bank, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini Rabu (12/11)
| Rabu, 12 November 2025 | 08:39 WIB

Terjadi Aksi Jual Asing di Big Bank, Simak Proyeksi IHSG Hari Ini Rabu (12/11)

Pelemahan IHSG sejalan dengan aksi jual asing di saham-saham perbankan besar (big bank) dan aksi ambil untung di saham sektor komoditas. 

Pendapatan Layanan Seluler Merosot, Laba Emiten Telekomunikasi Melorot
| Rabu, 12 November 2025 | 08:37 WIB

Pendapatan Layanan Seluler Merosot, Laba Emiten Telekomunikasi Melorot

Kinerja emiten telekomunikasi masih tertekan di sepanjang sembilan bulan tahun ini. Penyebabnya, loyonya kontribusi segmen telepon dan data..

Surya Biru Murni (SBMA) Bidik Pertumbuhan di Bisnis Pengolahan Limbah B3
| Rabu, 12 November 2025 | 08:30 WIB

Surya Biru Murni (SBMA) Bidik Pertumbuhan di Bisnis Pengolahan Limbah B3

SBMA telah mengumumkan diversifikasi bisnis baru pada Oktober 2025 lalu, yakni konstruksi dan pengolahan limbah B3.​

Strategi Ekspansi Tambang di Balik Penurunan Kinerja Grup Merdeka Saat Ini
| Rabu, 12 November 2025 | 08:29 WIB

Strategi Ekspansi Tambang di Balik Penurunan Kinerja Grup Merdeka Saat Ini

Ketika seluruh proyek strategis tadi sudah beroperasi, maka Grup Merdeka akan diuntungkan berkat bertambahnya sumber pendapatan.

Raup Laba Selisih Kurs, Laba Golden Eagle Energy (SMMT) Melonjak Tiga Digit
| Rabu, 12 November 2025 | 08:26 WIB

Raup Laba Selisih Kurs, Laba Golden Eagle Energy (SMMT) Melonjak Tiga Digit

PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) mengantongi laba bersih sebesar US$ 3,89 juta per 30 September 2025. Angka ini menanjak 106,91% secara tahunan.

Harga Batubara Anjlok, Kinerja Indo Tambangraya Megah (ITMG) Jeblok
| Rabu, 12 November 2025 | 08:20 WIB

Harga Batubara Anjlok, Kinerja Indo Tambangraya Megah (ITMG) Jeblok

Di periode Januari-September 2025, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencatat laba bersih US$ 131 juta atau terkoreksi 52% secara tahunan.

INDEKS BERITA

Terpopuler