KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Megaproyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang digulirkan pemerintah masih menjadi pendorong kinerja industri kabel di dalam negeri, termasuk pada tahun ini. Hal itu lantaran di setiap komponen pembangkit listrik, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk pemakaian kabel lokal diperkirakan mencapai 60% hingga 95%.
Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Listrik Indonesia (Apkabel), Noval Jamalullail, memastikan semua kebutuhan kabel dalam proyek 35.000 MW berasal dari industri lokal tanpa perlu lagi mengimpor.
Maklumlah, menurut Novel, TKDN produk kabel listrik rata-rata sudah mencapai 60%. Bahkan, porsi TKDN untuk tegangan rendah sudah bisa mencapai 95%.
Nah untuk building wire, kabel tegangan rendah dan tegangan menengah juga sudah masuk dalam SNI Kabel Wajib. Noval mengemukakan, saat ini tinggal bagaimana pemerintah menegaskan dan mengawasi sejumlah aturan seperti undang-undang, peraturan presiden dan peraturan menteri terkait implementasi ketentuan TKDN tersebut.
Pada tahun ini, Noval memperkirakan permintaan kabel dari segmen proyek PLN masih terus bertumbuh. "Khususnya sektor pemerintah yakni PLN bakal normal seiring berjalannya proyek infrastruktur," ungkap dia kepada KONTAN, Senin (28/1).
Dengan demikian, Apkabel mengharapkan, pertumbuhan segmen ini yang sekitar 20% hingga akhir 2019 bisa tercapai. Sementara segmen lainnya seperti ritel dan proyek swasta, menurut Noval, belum dapat dikalkulasi.
"Swasta dan private sector belum tahu seperti apa, mereka kelihatannya menunggu kepastian ekonomi juga," sebut dia. Begitu pula dengan segmen penjualan ritel yang dirasakan masih melambat. Noval menduga pelambatan permintaan dipicu kondisi menjelang pemilihan umum (pemilu) pada April 2019. Ia berharap, setelah pesta demokrasi lima tahunan itu, pasar kabel menjadi lebih baik.
Porsi segmen ritel dan proyek swasta terhadap penjualan kabel memang masih kalah besar dibandingkan proyek PLN. "Paling besar PLN sekitar 50%, sisanya 30% diisi ritel dan 20% oleh proyek swasta lainnya," ungkap Noval.
Oleh karena itu, beberapa pabrikan sudah mulai ekspansi lini produksi pada tahun 2019. Ekspansi produksi terutama untuk kabel listrik 150 kilo Volt (kV) underground yang kapasitasnya sudah naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Sebelumnya kabel listrik 150 kV underground hanya terdapat empat lini produksi alias 1.200 kilometer per tahun. "Sekarang sudah tambah lima lini baru," urai Noval. Adapun total lima lini baru tersebut berkapasitas kurang lebih 2.000 km per tahun.
Berkenaan dengan hal itu, Direktur PT Jembo Cable Company Tbk (JECC), Antonius Benady mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan anggaran belanja modal (Capital expenditure (capex) pada tahun 2019 ini sekitar Rp 30 miliar. Di mana belanja modal itu akan digunakan untuk melengkapi prasarana mesin-mesin yang ada.
Adapun sekarang ini kapasitas produksi kabel tembaga JECC sebesar 10.000 ton per tahun. Untuk pabrik kabel aluminium mampu memproduksi 15.000 ton per tahun. Dan untuk kabel fiber optic mencapai 2 juta kilometer (km) single fiber per tahun.
Sementara untuk tahun ini, JECC menargetkan penjualan kabel tidak jauh berbeda dengan target penjualan tahun lalu. "Kami memproyeksikan kinerja tidak jauh berbeda dari tahun lalu atau sekitar Rp 2,8 triliun," ungkap Antonius.
Asal tahu saja, pada tahun 2018, manajemen JECC memberikan diskon kepada para pelanggannya karena alasan persaingan bisnis yang ketat.
Maka dari itu, untuk menentukan langkah strategis pada tahun ini, JECC akan melihat kondisi pasar terlebih dulu. "Ya tentu akan melihat kondisi pasar yang ada, tidak mesti harus seperti itu (diskon)," tutur Antonius.