Ini Penyebab Dana Kelolaan Reksadana Terproteksi Menurun

Kamis, 14 Maret 2019 | 08:00 WIB
Ini Penyebab Dana Kelolaan Reksadana Terproteksi Menurun
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor berinvestasi di reksadana terproteksi masih cukup tinggi. Namun, para manajer investasi (MI) mengaku kesulitan mendapatkan surat utang yang bisa dijadikan aset dasar atau underlying asset bagi reksadana terproteksi dengan imbal hasil menarik.

Alhasil, dana kelolaan pada reksadana jenis ini cenderung terkoreksi. Berdasarkan data Infovesta Utama, dana kelolaan pada reksadana terproteksi turun Rp 577 miliar menjadi Rp 132,46 triliun pada bulan Februari lalu. Padahal di Januari 2019, posisinya masih Rp 133,04 triliun.

Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja mengakui hal ini. Minat investor untuk berinvestasi di reksadana terproteksi sebenarnya masih tinggi.

Namun, para MI terganjal sulitnya mencari surat utang yang pas untuk menjadi underlying asset. Terlebih setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memperbolehkan medium term notes (MTN) untuk dijadikan aset reksadana terproteksi.

Senada, Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo menuturkan, kini MI dipusingkan mencari obligasi korporasi untuk jadi underlying assets. "Belum banyak perusahaan yang memiliki rating bagus mau mengeluarkan surat utang saat ini, kebanyakan perusahaan memilih menunggu pemilu usai," jelas dia.

Aset dasar ORI

Di sisi lain, Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya menyebut, sebenarnya MI bisa menyiasati hal ini dengan menggunakan surat berharga negara (SBN) ritel, seperti Obligasi Negara Ritel (ORI) atau Sukuk Ritel (SR).

"ORI selama ini cukup sering dijadikan aset dasar reksadana terproteksi dan disukai investor karena lebih hemat dari sisi pajak," kata dia. Namun, kembali lagi, ketersediaan penerbitan ORI menjadi faktor sehingga para MI belum melirik ORI untuk dijadikan aset reksadana terproteksi dalam waktu dekat.

Bahana TCW Investment Management masih berusaha menerbitkan reksadana terproteksi di tengah keterbatasan aset. Namun, Soni mengatakan, belum menerbitkan reksadana terproteksi dengan aset ORI karena tidak ada sizeable demand yang datang di perusahaannya.

Sekadar informasi, porsi dana kelolaan reksadana terproteksi di Bahana TCW Investment Management mencapai 20% dari total dana kelolaan perusahaan. Saat ini dana kelolaan sebesar Rp 48 triliun.

Mayoritas reksadana terproteksi racikan Bahana TCW Investment Management menggunakan aset obligasi korporasi dan SUN. "Tidak banyak ORI karena dari sisi jumlah yang beredar dan yield yang ditawarkan obligasi masih lebih baik," kata Soni.

Eric pun menyebut, imbal hasil yang diberikan reksadana beraset dasar ORI cenderung mirip dengan deposito. Sehingga hal ini kurang menarik bagi investor. "Untuk ORI sebaiknya investor beli langsung saja, pajak memang lebih rendah di reksadana tapi karena ditambah dengan MI fee reksadana jadi sama saja," lanjut dia.

Edbert memperkirakan, hingga akhir tahun nanti dana kelolaan reksadana terproteksi akan tetap tumbuh seiring dengan ketersediaan aset yang terbit dari refinancing obligasi korporasi. Selain itu, pemerintah juga gencar menerbitkan surat utang ritel, termasuk ORI.

"Kalau ORI dijadikan aset reksadana terproteksi pembagian dividen bisa jadi sebulan sekali, tidak seperti obligasi korporasi yang biasanya tiga bulan sekali," ujar Edbert.

Bagikan

Berita Terbaru

Bisnis Reasuransi Masih Menantang di Tahun Depan
| Senin, 29 Desember 2025 | 04:15 WIB

Bisnis Reasuransi Masih Menantang di Tahun Depan

Risiko bisnis diprediksi masih cukup besar di tahun 2026, sehingga menuntut kehati-hatian dari perusahan reasuransi.

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP
| Minggu, 28 Desember 2025 | 13:00 WIB

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP

Indonesia mengalami ketergantungan akut pada China di saat minat Negeri Tirai Bambu terhadap baterai nikel justru memudar.

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 11:15 WIB

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026

Restrukturisasi finansial saja tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar secara total terhadap GIAA.​

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:27 WIB

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali

Perkiraan dana pembelian kembali menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025, yaitu Rp 710 per saham.

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:12 WIB

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026

Tahun depan, PALM siap berinvetasi di sektor-sektor baru. Kami juga terbuka terhadap peluang investasi pada perusahaan tertutup.

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:03 WIB

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas

HCM,  kontraktor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja Selat Madura berdasarkan production sharing contract dengan SKK Migas.

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:00 WIB

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering

Penyesuaian pola belanja pemerintah pasca-efisiensi di tahun 2025 bisa membuat bisnis hotel lebih stabil.

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:20 WIB

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran

Diversifikasi reksadana campuran memungkinkan investor menikmati pertumbuhan saham sekaligus stabilitas dari obligasi dan pasar uang 

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:15 WIB

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi

Ekonomi dan konsumsi masyarakat berpotensi menguat di 2026. Simak strategi yang bisa Anda lakukan supaya keuangan tetap aman.

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:02 WIB

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang

Ramainya rencana penerbitan obligasi yang berlangsung pada awal  tahun 2026 dipengaruhi kebutuhan refinancing dan pendanaan ekspansi.

INDEKS BERITA