KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Globalisasi dan invasi masuknya pemodal atau investor asing tidak lagi bisa dihindari. Serbuan berbagai produk global tidak hanya merambah ke pasar-pasar grosir offline di pusat perdagangan yang ada di berbagai kota, tetapi juga melalui jalur toko online alias e-commerce. Bisnis online yang sekarang sedang naik daun menjadi salah satu daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya ke sana.
Dalam satu-dua tahun terakhir, kita bisa melihat bisnis online yang dikelola perusahaan asing makin mendominasi e-commerce di Indonesia. Perusahaan seperti Shopee, Lazada, TikTok Shop, dan Zalora adalah contoh e-commerce asing yang populer. Tak hanya sekadar serbuan e-commerce asing, belakangan terjadi proses suksesi kepemilikan e-commerce domestik oleh investor asing.
Berita yang terbaru, Bytedance, pemilik TikTok asal Tiongkok dilaporkan telah mengambil alih Tokopedia dari PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Bagi investor yang berasal dari Tiongkok, pangsa pasar bisnis online di Indonesia dianggap menjanjikan. Di Indonesia, kini hanya tersisa Blibli dari group Djarum sebagai platform e-commerce lokal yang bersaing di pusaran bisnis marketplace. Di luar Blibli, platform e-commerce yang dikuasai pemodal asing kini semakin merajai penjualan produk-produk di pasar online.
Menurut data, induk usaha Shopee adalah SEA Limited, perusahaan teknologi yang berkantor pusat di Singapura. Pemegang saham SEA Limited diantaranya adalah; Tencent, perusahaan teknologi China. Kemudian, Lazada menjadi bagian dari grup perdagangan digital internasional Alibaba yang juga dari China. Adapun Tiktok yang sekarang menjadi pemegang saham mayoritas di Tokopedia menginduk pada ByteDance, perusahaan teknologi dari China.
Dibandingkan pemasaran produk melalui jalur offline, penjualan barang melalui online belakangan ini harus diakui semakin disukai konsumen. Perilaku konsumsi masyarakat yang memilih e-commerce adalah pergeseran yang tak terelakkan di era perkembangan masyarakat digital saat ini.
Konsumen, kini tidak perlu lagi mengeluarkan uang transport atau harus menyediakan waktu khusus untuk berbelanja ke mal, supermarket atau pusat perbelanjaan lain. Ketika santai di rumah, cukup berbekal ponsel dan internet mereka dengan bebas dapat menjelajah dunia untuk mencari produk yang mereka inginkan.
Berbagai platform e-commerce, bukan saja menawarkan kemudahan layanan, tetapi juga tawaran diskon yang menarik. Tidaklah mengherankan jika bisnis e-commerce kini makin "naik daun".
Di negara-negara di Asia Tenggara, terutama studi yang dilakukan Momentum Works menemukan, bahwa salah satu e-commerce global yakni Shopee di tahun 2023 masih menjadi pemimpin pasar dari aspek jumlah barang yang terjual di platform daring (gross merchandise value/GMV). Total nilai GMV Shopee yang dihitung dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina sebesar US$ 55,1 miliar atau setara dengan Rp 890
triliun.
Di urutan kedua ada Lazada dengan GMV US$ 18,8 miliar atau Rp 303,8 triliun, lalu urutan ketiga dan keempat diisi oleh Tiktok Shop dan Tokopedia dengan nilai GMV masing-masing US$ 16,3 miliar atau setara Rp 263,4 triliun. Ceruk pasar perdagangan online yang masih sangat terbuka mendorong para pemilik platform e-commerce untuk terus memasarkan berbagai produk melalui dunia maya.
Di saat yang sama, dukungan sistem pembayaran online, melalui QRIS atau yang lain membuat bisnis belanja daring makin menemukan momentum perkembangannya.
Dari kacamata konsumen, makin banyak platform e-commerce yang beroperasi di Indonesia, tentu kondisinya makin menyenangkan. Alternatif pilihan bagi konsumen untuk membelanjakan uangnya menjadi makin terbuka. Cuma, yang menjadi permasalahan, apakah iklim persaingan antar pelaku e-commerce itu benar-benar menguntungkan konsumen karena membuka akses ke pasar global?
Bukan tak mungkin, invasi investor asing yang membeli bisnis e-commerce di Indonesia sesungguhnya adalah alarm yang menunjukkan bahwa kondisi ekonomi kita memang sedang tidak baik-baik saja.
Kualitas produk lokal
Sebetulnya tidak masalah seberapa banyaknya investor asing menguasai platform e-commerce di Indonesia. Mungkin benar bahwa pelaku e-commerce dalam negeri semula tidak akan merasakan apa-apa ketika produk impor mulai membanjiri pasar domestik. Persoalan biasanya baru muncul tatkala masuknya produk asing itu pelan-pelan mulai menggerogoti pasar domestik yang seharusnya lebih didominasi produk lokal.
Ketika invasi investor asing diikuti oleh derasnya arus produk-produk impor ke Tanah Air, maka nasib dan kelangsungan produk-produk lokal menjadi masalah. Dengan kehadiran platform e-commerce milik investor asing, bisa dipastikan barang-barang dari luar negeri lebih mudah masuk ke Indonesia.
Yang dikhawatirkan adalah, bagaimana nasib produk-produk yang dihasilkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia?
Dengan dukungan regulasi, seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, pemerintah memang bisa mengatur dengan ketat untuk mewajibkan platform e-commerce menjual produk lokal, produk UMKM, dan tidak boleh dari produk dari luar negeri.
Melalui kebijakan pengenaan tarif untuk barang impor, pemerintah di atas kertas dapat mengawasi arus produk asing yang masuk. Tetapi, untuk memastikan produk-produk lokal benar-benar terlindungi, maka dibutuhkan juga dukungan dan intervensi pemerintah lainnya untuk memudahkan proses onboarding sekaligus pendampingan bisnis bagi para pelaku UMKM.
Guna mencegah arus produk asing masuk, tak mungkin bisa dilakukan sekadar hanya mengandalkan kebijakan tarif, atau seberapa pun besarnya. Kunci untuk memastikan agar produk lokal tidak tersisih, mau tidak mau harus memastikan kualitas produk lokal mampu berkompetisi dengan produk asing.
Di sini, yang dibutuhkan bukan hanya kebijakan untuk melindungi, tetapi juga melakukan pendekatan pemberdayaan yang mendorong pelaku UMKM fokus pada pengembangan kualitas produk yang dapat ditawarkan kepada konsumen.
Dalam sistem perdagangan komoditi apa pun, jaminan sukses hanya ada pada kualitas dan konsistensi menjaga kualitas tersebut hingga sampai di tangan konsumen. Tanpa adanya dukungan kualitas produk UMKM, jangan harap produk-produk lokal mampu bertahan di tengah gempuran produk asing yang makin deras masuk ke Tanah Air.