Jaga Jarak Masih Kurang, Ini Tingkat Kepatuhan Masyarakat dalam Protokol Kesehatan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan protokol kesehatan merupakan cara paling ampuh dalam mengatasi penyebaran virus corona penyebab penyakit Covid-19.
Kedisiplinan dalam menerapkan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) merupakan langkah efektif dalam mencegah Covid.
Sayang, kesadaran terhadap pentingnya penerapan 3M sebagai bentuk protokol kesehatan untuk mencegah Covid masih kurang. Bahkan, masih saja ada yang mengabaikan penerapan protokol dan enggan memakai masker, mencuci tangan, maupun menjaga jarak.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan lalu menggelar survei perilaku masyarakat di masa pandemi Covid-19. Survei digelar secara online pada 7 September-14 September 2020 dengan jumlah responden sebanyak 90.967 responden
Baca Juga: Patuhi Protokol 3M, Advokat Dukung Upaya Penanganan Covid-19
Survei tersebut merupakan alat untuk memberikan gambaran dan kondisi terkini terkait perilaku masyarakat, khususnya mengenai protokol kesehatan.
Salah satu gambaran yang ingin diperoleh adalah mengenai tingkat kepatuhan responden dalam menerapkan protokol kesehatan selama seminggu terakhir terutama saat berada di rumah.
Hasilnya, laporan BPS menyebutkan, tingkat kepatuhan responden dalam pencegahan Covid sudah baik (lihat infografis).
Dalam penggunaan masker, sebanyak 91,98% responden mengaku sering atau selalu #pakaimasker saat di luar rumah. Sebanyak 6% responden jarang atau kadang-kadang saja #pakaimasker. Sementara ada 2,02% tidak pernah atau jarang sekali #pakaimasker.
Namun, dalam penerapan protokol kesehatan lainnya, tingkat kepatuhan ternyata tidak terlalu tinggi. Dalam penerapan protokol mencuci tangan selama 20 detik dengan sabun, hanya ada 75,38% responden yang selalu atau sering #cucitanganpakaisabun.
Sebanyak 16,97% kadang-kadang saja sementara ada 5,32% yang tidak pernah atau jarang sekali #cucitangan.
Sementara dalam penerapan protokol menjaga jarak minimal 1 meter, jumlah responden yang sering atau selalu #jagajarak hanya 73,54%. Sementara 20,98% jarang atau hanya kadang-kadang #jagajarak. Lalu ada 5,48% responden yang tidak pernah atau jarang sekali #jagajarak.
Anda mungkin bertanya-tanya, jika memang tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan sudah baik, mengapa jumlah terkonfirmasi positif Covid per hari masih tetap tinggi di kisaran 3.000 - 4.000 kasus baru (lihat infografis).
Per 8 Oktober lalu, jumlah kasus baru terkonfirmasi positif Covid menyentuh rekor tertinggi sebanyak 4.850 kasus dalam sehari.
Per 9 Oktober 2020, jumlah kasus positif Covid bertambah sebanyak 4.094 kasus. Alhasil, secara kumulatif, jumlah kasus positif Covid sejak 2 Maret hingga kemarin sebanyak 324.658 kasus.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry mengatakan, survei BPS pada bulan lalu hanya menilai berdasarkan perilaku diri sendiri, bukan orang lain. "Kalau berdasarkan diri sendiri pasti semua sudah menanggap bahwa dia melakukan yang terbaik," kata Sonny.
Menurut Sonny, ada tiga hal utama yang menjadi perhatian survei ke depan. Pertama, survei berikutnya dikontrol untuk menilai perubahan perilaku orang lain.
Kedua, kualitas #pakai masker, #cucitangan, #jagajarak yang harus dilakukan secara konsisten perlu dimasukkan dalam survei.
Ketiga, masih membutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi. "Hasil survei menunjukkan 27% belum melakukan jaga jarak," imbuh Sonny.
Baca Juga: Hengky Setiawan Menanti Putusan PKPU
Sonny mengatakan, dari protokol kesehatan 3M, #jagajarak merupakan cara yang paling efektif tatapi paling sulit dilakukan. "Oleh sebab itu, ke depan pemerintah akan mulai membuat pedoman jaga jarak minimal 2 meter. Walaupun susah tapi harus," tegas Sonny.
Memang, dalam kehidupan sehari-hari, bisa jadi orang yang tidak menaati #pakaimasker, #cucitangan, maupun #jagajarak jauh lebih banyak. Anda mungkin dengan mudah menemui orang yang tidak #pakaimasker di jalan atau orang-orang yang justru tengah berkerumun alih-alih #jagajarakhindarikerumunan.
Ada banyak alasan mengapa orang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M. Berdasarkan survei BPS, lebih dari setengah responden berpendapat bahwa tidak adanya sanksi menjadi alasan masyarakat untuk tidak menerapkan protokol kesehatan 3M (lihat infografis).
Sonny mengakui, sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan kurang mengikat. Menurut Sonny, masyarakat tidak bisa hanya diberikan sanksi berupa teguran, namun harus ada yang mengikat pelaku.
Karena itu, pemerintah berharap adanya kerja sama dari perusahaan atau institusi terkait. Misalnya, jika karyawan perusahaan tidak menerapkan salah satu protokol kesehatan, maka akan ada penundaan gaji, penundaan kenaikan jabatan, bahkan yang menimbulkan efek jera seperti melakukan kerja sosial di rumah sakit rujukan Covid.
Baca Juga: Dikatrol Omnibus Law IHSG Menguat Sepanjang Pekan, Minggu Depan Rawan Profit Taking
"Kalau didenda uang masih ada saja yang menyepelekan. Jadi harus ada ikatan khusus dengan perusahaan atau institusi yang berhubungan dengan pelaku," kata Sonny.
Bagaimana pun, Sonny mengatakan, kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan sangat penting dalam mengatasi pandemi Covid. China, Taiwan, dan Hong Kong sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Bahkan, sanksi yang diberikan cukup terasa. "Terbukti, dalam 21 hari angka penyebarannya berkurang," kata Sonny.
Pedoman utama yang harus dilakukan adalah menjaga jarak. Sebab, #jagajarak merupakan protokol paling penting selain #pakaimasker.
Kalau hanya #cuci tangan cuma bisa mengurangi risiko penularan 30%, cuci tangan dan #pakaimasker 65%. “Kalau dilakukan ketiganya bisa lebih dari 90%,” pungkas Sonny.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun
Selanjutnya: Emiten Sektor Konsumsi Menanti PSBB Menjadi Longgar Lagi