Ketimbang Insentif Pajak, Industri TPT Minta Pemerintah Batasi Impor

Kamis, 11 Juli 2019 | 05:10 WIB
Ketimbang Insentif Pajak, Industri TPT Minta Pemerintah Batasi Impor
[]
Reporter: Kenia Intan, Yasmine Maghfira | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menanggapi dingin rencana pemerintah mengucurkan insentif pengurangan pajak dalam skema super deductable tax. Saat ini mereka lebih memilih agar produknya bisa terserap dengan cara pemerintah mengurangi impor.

Sebab, sekarang permintaan industri hilir TPT semakin menurun karena dibayangi impor yang semakin tinggi. Akibatnya, rata-rata produsen TPT yang tergabung di Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) ikut menurunkan target produksi sekitar 15%-20% di semester kedua tahun ini.

"Yang penting bagi kami bisa berjualan, dari pada kami mendapatkan insentif tetapi tidak bisa berjualan," ungkap Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal APSyFI dalam acara bertajuk Evaluasi Kinerja Industri Serat dan Benang Filamen Semester I 2019 di Jakarta, Rabu (10/7).

Bagi industri TPT, yang paling penting adalah bagaimana mengembalikan permintaan pasar. Sebab, menurut Redma, jika pasar aman, tanpa super deductible tax pun investasi akan tetap berjalan.

Kondisi industri TPT dalam negeri memang tengah mengalami masa-masa yang berat. Pertumbuhan impor dari tahun 2007 hingga 2018 lebih tinggi ketimbang ekspor. Selama periode tersebut, impor tercatat mencapai 12,3%, sementara pertumbuhan ekspornya hanya di level 3,1%, meski tahun ini ekspor TPT Indonesia diperkirakan meningkat hingga 7%.

Dampak kenaikan impor tersebut juga tercermin dalam kinerja industri TPT per subsektor. APSyFI mencatat utilitas serat, benang, kain dan garmen mengalami tekanan, meskipun garmen sebetulnya masih di level yang cukup baik. Pada tahun 2018, kinerja subsektor kain merupakan yang terburuk. Utilitasnya berada di angka 61,5%, kemudian serat 67,7%, benang 76,5%, sedangkan garmen 86,9%. Sementara pada tahun 2017, utilitas produk kain di level 56%, serat 67,7%, benang 75,8% dan garmen 80,1%.

"Jadi pemerintah bisa melakukan jalan yang lebih tepat, salah satunya dengan mengontrol impor," ungkap Cecep Setiono, Manager, Marketing & Procurement PT Mitsubishi Pethrocemical dalam kesempatan yang sama.

Nah, untuk Mitsubishi Pethrocemical, menurut Cecep, pihaknya akan terus melakukan inovasi apabila ada kepastian permintaan. "Kalau permintaan stagnan, kami juga bingung," kata dia.

Dampak ke pasar

Cecep pun berharap, paket kebijakan super deductable tax itu nantinya bisa berdampak terhadap pasar sehingga bisa menyerap TPT. Sejauh ini, Mitsubishi Petrochemical masih mempelajari kebijakan tersebut.

Executive Members APSyFI, Prama Yudha Amdan sependapat. Menurut dia, penyebab utama pelaku usaha menurunkan produksi akibat produk impor membanjiri pasar domestik. Dia bilang, masalah impor tidak hanya dirasakan sektor hulu, tetapi juga hingga ke hilir. Hal itu lantaran produk pakaian jadi impor banyak masuk ke pasar domestik. "Karena impor kita ini meningkat," ungkap dia.

Pemerintah bisa melakukan cara yang lebih tepat, yakni mengendalikan produk impor.

Bagikan

Berita Terbaru

Mencermati Tiga Fase Perencanaan Keuangan Bagi Orang Dewasa
| Selasa, 24 Desember 2024 | 09:48 WIB

Mencermati Tiga Fase Perencanaan Keuangan Bagi Orang Dewasa

Ada tiga fase yang dihadapi orang dewasa. Ketiganya yaitu fase akumulasi, fase konsolidasi dan fase pensiun.

Emiten Saham EBT Menggeber Ekspansi
| Selasa, 24 Desember 2024 | 08:16 WIB

Emiten Saham EBT Menggeber Ekspansi

Perusahaan di bidang industri energi baru dan terbarukan (EBT) berlomba menangkap peluang dari misi transisi energi

Masih Ada Kado Dividen Akhir Tahun
| Selasa, 24 Desember 2024 | 08:13 WIB

Masih Ada Kado Dividen Akhir Tahun

Menjelang pergantian tahun, pelaku pasar masih bisa memburu cuan dari emiten yang menebar dividen interim ataupun saham bonus. 

KSEI Bidik Dua Juta Investor Baru di 2025
| Selasa, 24 Desember 2024 | 08:08 WIB

KSEI Bidik Dua Juta Investor Baru di 2025

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik pertumbuhan investor pasar modal sebanyak 2 juta SID pada tahun 2025. 

Saham Berkapitalisasi Jumbo Tak Selalu Memberikan Cuan Yang Besar
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:17 WIB

Saham Berkapitalisasi Jumbo Tak Selalu Memberikan Cuan Yang Besar

Dari 30 saham berkapitalisasi besar, ada beberapa emiten yang memberikan hasil negatif dalam tiga tahun. 

Indonesia Masih Impor Jagung hingga 1,3 Juta Ton
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:15 WIB

Indonesia Masih Impor Jagung hingga 1,3 Juta Ton

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor komoditas jagung sepanjang tahun ini sampai November melonjak cukup tinggi.

Kisruh Upah Sektoral 2025 Hampir Selesai
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:05 WIB

Kisruh Upah Sektoral 2025 Hampir Selesai

Serikat pekerja membatalkan aksi demo menuntut kejelasan kenaikan upah sektoral lantaran sudah ada titik temu.

Pemodal Asing Masih Melirik Investasi di IKN
| Selasa, 24 Desember 2024 | 07:00 WIB

Pemodal Asing Masih Melirik Investasi di IKN

Otorita IKN mengklaim masih banyak surat minat investasi di IKN yang berasal dari sejumah investor manca negara.

Menjelang Libur Natal, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Para Analis
| Selasa, 24 Desember 2024 | 06:55 WIB

Menjelang Libur Natal, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Para Analis

Sebelum Hari Natal di awal pekan, investor asing mencatatkan aksi jual asing atau net sell Rp 395,28 miliar.

Simpan Duit di Bank Digital Masih Menggiurkan
| Selasa, 24 Desember 2024 | 06:35 WIB

Simpan Duit di Bank Digital Masih Menggiurkan

Rata-rata bunga deposito bank digital saat ini masih di kisaran 6%-8%. Sedangkan bunga deposito bank umum konvensional hanya 3%-4%​

INDEKS BERITA

Terpopuler