Berita Market

Kinerja Dibayangi Harga CPO, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham AALI

Jumat, 03 Mei 2019 | 07:13 WIB
Kinerja Dibayangi Harga CPO, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham AALI

Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk sepanjang tiga bulan pertama tahun ini relatif stagnan, bahkan cenderung merosot. Tekanan harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) menjadi sentimen negatif bagi emiten berkode saham AALI itu.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2019, pendapatan AALI turun 4,94% secara year on year (yoy) menjadi Rp 4,23 triliun. Di saat bersamaan, laba bersih perusahaan ini tergerus 89,47% (yoy) menjadi Rp 37,41 miliar.

Analis Indo Premier Sekuritas Frederick Daniel Tanggela mengatakan, hasil negatif yang diperoleh anak usaha Astra Grup ini akibat penurunan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) CPO sebesar 20% (yoy) menjadi Rp 6.252 per kilogram. "Di sisi lain, beban bahan baku, biaya pemrosesan serta biaya penjualan cenderung meningkat," tulis dia dalam riset bertanggal 26 April 2019.

Dari sisi produksi sawit, boleh dibilang kinerja AALI meningkat. Tiga bulan pertama 2019, total produksi tandan buah segar (TBS) perusahaan ini naik 3,8% (yoy) menjadi 1,21 juta ton. Adapun produksi CPO meningkat 6,8% (yoy) menjadi 414.900 ton.

Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan menilai, kenaikan produksi TBS dan CPO ini didukung oleh cuaca yang bersahabat bagi perkebunan kelapa sawit. Namun, saat produksi meningkat, harga jual CPO tetap rendah. "Kami mencatat harga rata-rata CPO hanya RM 2.002 per metrik ton sepanjang kuartal I," tulis Andy dalam riset 26 April lalu.

Oleh karena itu, Frederick menilai, upaya AALI untuk memperbaiki kinerja pada tahun ini akan tertahan lantaran harga CPO sulit rebound. Apalagi, Uni Eropa segera menerapkan regulasi Renewable Energy Directive (RED) II mulai bulan ini. Beleid ini bisa makin memojokkan harga CPO.

Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe menyatakan, AALI masih bisa mengerek ekspor ke Malaysia. Sebab negara ini mulai menerapkan kebijakan porsi biodiesel sebesar 10% dalam campuran bahan bakar minyak atau B-10.

Selain itu, permintaan CPO di Indonesia masih besar. Apalagi pemerintah akan menerapkan mandatori biodiesel 30% atau B-30.

Tapi, Kiswoyo menyadari, berbagai sentimen itu belum tentu mengangkat signifikan harga CPO. "Jika harga CPO tetap dalam tren melemah, sulit bagi AALI mencetak kinerja cemerlang," kata dia.

Diversifikasi usaha

Kiswoyo melanjutkan, karena mayoritas tanaman AALI sudah berusia tua atau lebih dari 20 tahun, mau tidak mau perusahaan ini harus fokus pada kegiatan penanaman kembali atau replanting. Prosesnya pun cukup lama. Untuk tanaman sawit umumnya baru bisa berbuah setelah berusia 7 tahun.

Kondisi ini dapat memperlambat pertumbuhan kinerja AALI. Oleh karena itu, AALI perlu memaksimalkan sumber pendapatan alternatif, seperti penjualan karet.

Namun, Kiswoyo memandang saham AALI masih punya potensi upside. Ia merekomendasikan beli dengan target Rp 13.000 per saham.

Frederick juga menyarankan beli saham AALI dengan target Rp 12.000 per saham, kendati pendapatan AALI diprediksikan Rp 18,42 triliun dengan laba bersih turun 6,29% menjadi jadi Rp 1,34 triliun. Andy mempertahankan rekomendasi trading buy saham AALI dengan target Rp 11.800 per saham.

Terbaru