KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Flexing menjadi istilah yang sangat populer akhir-akhir ini. Flexing yang berarti memamerkan kemampuan, seolah sedang mengalami penyempitan arti menjadi sekadar pamer kekayaan di media sosial.
Wujud pamer harta itu antara lain menunjukkan saldo ATM ratusan juta rupiah, pamer arloji mewah dan mobil sport super canggih, atau pamer tas super mahal.
Ada pula yang lebih suka pamer hasil jepretan swafoto di dalam kabin jet pribadi, mengunggah pose bersantap di restoran mewah berbintang Michelin berjarak puluhan ribu kilometer di seberang benua, atau sekadar membuang-buang HP pintar dari balkon rumah ke jalan.
Sialnya, aksi flexing semacam itu yang oleh para tukang pamer mungkin cuma diniatkan sebagai kegiatan iseng belaka, kini telah menjadi daya tarik bagi netizen maupun penegak hukum untuk menelisik lebih jauh asal-usul kekayaan mereka.
Gara-gara flexing oleh anaknya yang sedang terjerat kasus hukum, seorang pejabat dipecat dan dibelejeti habis nilai dan asal-usul kekayaannya.
Akibat pamer harta semacam itu pula, beberapa orang kaya baru yang biasa disebut crazy rich akhirnya masuk bui karena kemudian ketahuan duitnya berasal dari skema investasi bodong.
Sejumlah selebritas hiburan pernah bergiliran diperiksa polisi akibat dicurigai kecipratan komisi investasi bodong itu.
Gencarnya flexing yang ternyata sebagian berkaitan dengan tindak kriminal menunjukkan ketidakpahaman sebagian masyarakat tentang arti kekayaan maupun pemahaman keuangan pribadi atau keluarga.
Orang bernafsu untuk pamer benda-benda yang sedang mereka kuasai, lupa bahwa benda-benda tersebut belum tentu mereka miliki.
Mobil dan rumah mewah yang cicilan kreditnya jauh dari lunas, pesawat pribadi fasilitas mitra bisnis, maupun perjalanan wisata gratisfikasi, sama sekali tak layak dipamerkan. Semua itu tidak dimiliki.
Ada semacam aturan tidak tertulis bahwa orang kaya bisa berbuat apa saja, kecuali satu hal: pamer kekayaan yang bukan miliknya. Jika aturan non-tekstual itu dilanggar, dia akan malu atau dipermalukan.
Dari sekadar ketahuan hartanya kreditan bank, belum membayar pajak, sampai tersingkap bahwa kekayaannya hasil korupsi atau tindak kriminal. Di zaman digital ini, apa yang tidak bisa dilacak, coba?
Anda yang merasa perlu flexing, cobalah untuk kritis barang sedikit. Apakah harta itu benar-benar sudah Anda miliki? Darimana harta itu berasal? Apakah harta itu diperoleh secara sah atau ilegal?