Kuda-Kuda Melawan Badai PHK

Senin, 09 Desember 2024 | 04:25 WIB
Kuda-Kuda Melawan Badai PHK
[ILUSTRASI. Pelayanan konsumen pada gerai KFC di Jakarta, Minggu (10/11/2024). Emiten pengelola makanan cepat saji PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan pengelola restoran cepat saji KFC Indonesia masih terus didera kerugian., sehingga menyebabkan penutupan gerai hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Saham perusahaan juga terus turun, tercatat diperdangkan 55% lebih rendah dari pencapaian KFC Indonesia pada awal tahun 2024. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)]
Hardy R. Hermawan | Peneliti Sigmaphi Indonesia dan Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2024 menjadi salah satu isu ketenagakerjaan paling menonjol di Indonesia. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan, setidaknya 64.751 pekerja terkena PHK sepanjang Januari hingga November 2024.

Namun, kalangan serikat buruh seperti seperti Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) menduga angka PHK yang sesungguhnya jauh lebih tinggi lagi. Menurut mereka, banyak perusahaan tidak melaporkan kasus PHK secara resmi ke dinas setempat.Bahkan gelombang PHK diduga terus menjalar hingga 2025. Salah satu penyebab paling signifikan adalah kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5%. Kebijakan ini, meskipun bertujuan menjaga daya beli pekerja, memunculkan tantangan besar bagi perusahaan, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki. 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah menegaskan, nilai kenaikan ini tidak sesuai kemampuan keuangan mayoritas perusahaan yang sedang tertekan. Kebijakan itupun dituding akan memaksa perusahaan kembali melakukan PHK sebagai solusi jangka pendek untuk menekan biaya operasional.

Baca Juga: Unilever (UNVR) Buka-Bukaan Profit dan Pangsa Pasar Bisnis Es Krim Menyusut

Selain itu, ada rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Ini juga menimbulkan kekhawatiran kalangan pebisnis. Benar, kenaikan PPN bertujuan meningkatkan pendapatan negara. Tapi kenaikan PPN akan berdampak langsung pada meningkatnya biaya produksi, yang pada akhirnya memengaruhi profitabilitas dan keberlanjutan bisnis, khususnya perusahaan kecil dan menengah. Di saat yang sama, daya beli konsumen sedang melemah.

Para pengusaha juga masih gagap menghadapi rencana program pensiun tambahan berdasarkan Undang-Undang (UU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Mereka menilai, sudah banyak program jaminan sosial yang telah memotong gaji pekerja dan meminta kontribusi perusahaan. Isu pensiun tambahan ini juga disebut-sebut ikut menyebabkan angka PHK bakal kian membeludak. Menghadapi gelombang PHK itu, pemerintah mengaku sudah memasang kuda-kuda. Kementerian Ketenagakerjaan akan membentuk tim khusus untuk membantu pengusaha yang tak mampu menerapkan UMP.  Tim ini berbeda dari Satgas PHK yang akan dibikin Kemenko Perekonomian dalam bentuk lintas kementerian. 

Baca Juga: SRAJ Dapat Suntikan Dana, Begini Profil Emiten Rumah Sakit Milik Dato Sri Tahir

Masalahnya, belum jelas apa yang bakal dilakukan oleh Tim dan Satgas itu. Padahal, problem PHK tidak hanya disebabkan kenaikan UMP, PPN dan program pensiun tambahan. Ada masalah yang jauh lebih fundamental dalam perekonomian nasional yang membuat stagnasi ekonomi dan PHK sulit dihindari.

Ledakan masuknya barang impor menjadi problem utama pelemahan industri domestik. Kendati neraca perdagangan Indonesia terus surplus dalam 54 bulan, produk impor barang jadi tetap merajalela. Industri tekstil, alas kaki dan elektronik yang paling terdampak. Apalagi, banyak barang impor yang masuk ilegal alias selundupan. Pemerintah sudah membentuk Satgas Impor Ilegal untuk bekerja enam bulan pada 2024. Hasilnya jauh dari memuaskan. Repotnya lagi, pelaku usaha mengalami keterbatasan akses pasar ekspor akibat belum rampungnya negosiasi perjanjian perdagangan European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU CEPA). Ini juga yang membuat produk Indonesia tidak kompetitif dibandingkan produk Vietnam, Malaysia atau Thailand.

Penurunan konsumsi

Daya beli masyarakat yang lemah juga menjadi tantangan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,91% pada kuartal III-2024, lebih rendah dari kuartal sebelumnya. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi perusahaan yang bergantung pada pasar lokal, tetapi juga memperburuk ketidakstabilan ekonomi secara keseluruhan. Tak heran jika ekspektasi kalangan industriawan juga melesu. Nilai Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia masih kontraktif pada November 2024, hanya 49,6. Posisi kontraksi ini, yang berada di bawah level 50, telah berlangsung lima bulan berturut-turut, sejak Juli 2024. Di sisi lain, pemerintah terlalu banyak memberikan insentif kepada industri hilirisasi mineral. Padahal serapan tenaga kerjanya lebih rendah dibandingkan manufaktur. 

Baca Juga: Ujung Tombak Pengelolaan Sampah di Jakarta

Jadi, masuk akal jika badai PHK akan terus mendera. Badan Pusat Statistik (BPS) menduga, tingkat pengangguran akan naik dari 5,86% menjadi lebih dari 6% pada akhir 2024. Dampak ini juga akan terlihat pada penurunan konsumsi domestik. Ini tak hanya merugikan pelaku usaha, tetapi juga mengurangi pendapatan pajak, sehingga menambah tantangan fiskal yang sudah ada.

Seluruh persoalan ini menjadi tantangan bagi Tim Kemnaker dan Satgas PHK. Mereka harus bekerja cerdas dan efektif. Salah satu langkah yang dinilai penting adalah mengusulkan pemberian insentif pajak bagi perusahaan, terutama yang padat karya dan berorientasi ekspor. Setyawan dan Djauhari (2017) menunjukkan bahwa insentif fiskal dapat meningkatkan daya saing industri lokal dan mencegah PHK massal. 

Baca Juga: Tarif PPN 12% Cuma Untuk Orang Kaya

Pengalaman Indonesia pada 2013 bisa dijadikan pelajaran. Kala itu, pemerintah memberi insentif tambahan deduksi biaya buruh dalam perhitungan penghasilan kena pajak perusahaan. Perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor bisa mendapatkan pengurangan lebih besar. Insentif ini dapat mengurangi beban produksi sehingga perusahaan bisa mempertahankan laba dan mencegah PHK.

Satgas PHK juga bisa memberi rekomendasi agar pemerintah memperluas program restrukturisasi kredit untuk perusahaan terdampak yang padat karya dan bersedia tidak melakukan PHK.  Pinjaman bunga rendah diberikan kepada UMKM untuk membantu mereka bertahan. Mayr dan Lixl (2019) menyatakan, restrukturisasi kredit yang efektif bisa membantu perusahaan mempertahankan karyawan dan kelangsungan operasionalnya.

Baca Juga: Window Dressing, Sang Penentu Harga Saham di Setiap Akhir Tahun

Selain itu, pelatihan ulang tenaga kerja menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak PHK. Pemerintah dapat memperluas program seperti Kartu Prakerja dengan fokus pada sektor yang sedang berkembang, seperti teknologi dan energi terbarukan. Hanushek et al. (2015) menyatakan bahwa pelatihan berbasis keterampilan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan membantu mereka beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pasar.

Perkuat pula regulasi impor untuk melindungi industri lokal. Pastikan penerapan anti-dumping dan perketat pengawasan impor ilegal. Tanpa regulasi yang ketat, industri lokal akan terus tertekan oleh persaingan harga yang tidak sehat. Di tingkat global, percepatan negosiasi perjanjian perdagangan seperti EU CEPA menjadi krusial untuk membuka akses pasar baru dan memperluas ekspor. Tidak kalah pentingnya, perlindungan sosial bagi pekerja terdampak PHK juga harus diperkuat. Pemerintah perlu meningkatkan tunjangan pengangguran dan menyediakan program bantuan sementara bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Bachelet (2021) menyatakan, perlindungan sosial yang dilakukan secara efektif dapat mengurangi tekanan ekonomi pada rumah tangga dan membantu mereka bertahan dalam masa sulit.

Baca Juga: Harga Komoditas Masih Lumer, Prospek Emiten Baja Belum Tokcer

Dengan demikian, kebijakan harus bersifat holistik. Kombinasi dari tekanan domestik dan global sangat memerlukan respons cepat, terkoordinasi dan berbasis bukti. Upaya komprehensif itu tidak hanya dapat mengurangi dampak negatif dari PHK, tetapi juga membantu menciptakan landasan yang lebih kuat bagi pemulihan ekonomi dan memastikan stabilitas berkelanjutan.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Lahan Menciut, Produksi Kopi Indonesia Naik Tipis
| Rabu, 21 Mei 2025 | 18:23 WIB

Lahan Menciut, Produksi Kopi Indonesia Naik Tipis

Di tahun 2024-2025 produksi kopi Indonesia diprediksikan naik ketimbang 2023. Padahal pada 2023, luas lahan perkebunan kopi justru lebih besar.

Aktivitas Pelesiran Akan Naik di Musim Libur Juni 2025, Emiten Pariwisata Bersiap
| Rabu, 21 Mei 2025 | 16:21 WIB

Aktivitas Pelesiran Akan Naik di Musim Libur Juni 2025, Emiten Pariwisata Bersiap

PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) melihat, momentum long weekend pada bulan Juni 2025, berpotensi menjadi peluang positif bagi bisnis PJAA.

Iwan Setiawan Lukminto Direktur Utama Sritex Ditangkap Kejaksaan Agung
| Rabu, 21 Mei 2025 | 14:20 WIB

Iwan Setiawan Lukminto Direktur Utama Sritex Ditangkap Kejaksaan Agung

Sejak beberapa waktu yang lalu, Kejagung telah memulai penyelidikan terkait dugaan korupsi di perusahaan Sritex.

Profit 27,98% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Lagi (21 Mei 2025)
| Rabu, 21 Mei 2025 | 09:27 WIB

Profit 27,98% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Lagi (21 Mei 2025)

Harga emas Antam hari ini (21 Mei 2025) 1 gram Rp 1.894.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 27,98% jika menjual hari ini.

Gerak Transisi MEDC Kian Kencang, dari Energi Hijau Hingga Merangsek Pengembangan LNG
| Rabu, 21 Mei 2025 | 08:17 WIB

Gerak Transisi MEDC Kian Kencang, dari Energi Hijau Hingga Merangsek Pengembangan LNG

Sepanjang 2025 pedoman produksi migas PT Medco Energi International Tbk (MEDC) sebesar 145 juta MBOEPD hingga 150 MBOEPD.​

Rencana CUAN Gelar Stock Split Direspons Positif, ke Depan Harga Masih bisa Melejit
| Rabu, 21 Mei 2025 | 07:56 WIB

Rencana CUAN Gelar Stock Split Direspons Positif, ke Depan Harga Masih bisa Melejit

Pendapatan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) untuk setahun penuh 2025 diproyeksi dapat mencapai US$ 1,2 miliar dengan laba bersih US$ 469 juta.

Entitas Grup Sinarmas Anak Usaha Sinar Mas Multiartha (SMMA) Gugat PMH Satgas BLBI
| Rabu, 21 Mei 2025 | 07:48 WIB

Entitas Grup Sinarmas Anak Usaha Sinar Mas Multiartha (SMMA) Gugat PMH Satgas BLBI

Satgas BLBI menjadi tergugat pertama, dalam perkara yang didaftarkan pada awal pekan ini, Senin, 19 Mei 2025.

Arah IHSG Menanti Keputusan BI Rate
| Rabu, 21 Mei 2025 | 07:35 WIB

Arah IHSG Menanti Keputusan BI Rate

Investor akan mencermati hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan menurunkan suku bunga

Menakar Peluang Cuan di Saham-Saham IDX30
| Rabu, 21 Mei 2025 | 07:30 WIB

Menakar Peluang Cuan di Saham-Saham IDX30

Ruang penguatan untuk saham-saham IDX30 masih terbuka namun tetap perlu mengantisipasi potensi koreksi jangka pendek 

Widodo Makmur Unggas (WMUU) Perbaiki Kinerja Pasca Restrukturisasi
| Rabu, 21 Mei 2025 | 07:00 WIB

Widodo Makmur Unggas (WMUU) Perbaiki Kinerja Pasca Restrukturisasi

WMUU berkomitmen untuk melaksanakan seluruh kewajiban sesuai dengan ketentuan perjanjian perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap.

INDEKS BERITA

Terpopuler