LDR Akhir Tahun Tinggi, BI Rutin Gelar Operasi Moneter di Awal Tahun

Rabu, 27 Maret 2019 | 07:38 WIB
LDR Akhir Tahun Tinggi, BI Rutin Gelar Operasi Moneter di Awal Tahun
[]
Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) rutin menggelar operasi moneter untuk menjaga ketersediaan likuiditas perbankan selama tiga bulan pertama di awal tahun ini. Langkah ini dilakukan mengantisipasi sinyal likuiditas yang kian ketat, seperti yang diperlihatkan oleh rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR). Per Desember 2018, rasio LDR terbilang tinggi, mencapai 94%.

Dari data BI, sepanjang Januari-Maret 2019, injeksi likuiditas yang dilakukan melalui instrumen term repo mencapai Rp 105,62 triliun. Angka itu setara 30% dari total injeksi likuiditas yang dilakukan BI melalui instrumen yang sama pada tahun 2018 sebesar Rp 345,51 triliun.

Sementara, injeksi likuiditas valuta asing yang dilakukan melalui instrumen foreign exchange (FX) swap rendah sejalan dengan premi swap yang juga rendah. "Karena likuiditas di pasar interbank cukup, sehingga kecil sekali yang masuk lelang BI," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada KONTAN, Senin (25/3).

Meski demikian, total injeksi tersebut masih lebih rendah dibanding likuiditas yang diserap oleh bank sentral. Dalam hitungan KONTAN, absorpsi likuiditas selama Januari–Maret 2019 melalui instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah mencapai Rp 68,64 triliun.

Ada juga penyerapan likuiditas melalui instrumen term deposit rupiah yang mencapai Rp 429,49 triliun pada periode tersebut. Sehingga, ada selisih absorpsi likuiditas mencapai lebih dari Rp 300 triliun. Artinya operasi moneter BI selama ini masih kontraktif.

Nanang mengakui, operasi moneter BI sudah pasti lebih kontraktif. Hal itu dilakukan, lantaran bank perlu menempatkan kelebihan likuiditas mereka di bank sentral dalam bentuk instrumen moneter . Hal ini sebagai bagian dari pengelolaan likuiditas. "Di negara manapun akan dijumpai hal serupa," jelasnya.

Ia mencontohkan, bank perlu menempatkan kelebihan likuiditas di Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) untuk berjaga-jaga. "Bila memiliki likuiditas tapi ada rencana cash outflows dalam sebulan ke depan, bank misalnya menempatkan likuiditasnya di instrumen RR SUN satu bulan," tambahnya. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai, operasi moneter BI selama ini masih setengah hati. Sebab, BI masih meyakini perbankan mengalami kelebihan likuiditas. Menurut Piter, terdapat perbedaan antara kebijakan moneter di Indonesia dengan di luar negeri.

"Instrumen moneter di luar negeri benar-benar instrumen untuk dana idle. Cirinya adalah return yang sangat rendah," kata Piter. Oleh karena itu, bank menempatkan dananya di bank sentral merupakan pilihan terakhir.

Sementara di Indonesia sebaliknya. Instrumen moneter justru menawarkan return yang lebih tinggi dibanding biaya dana alias cost of fund bank. Sebab itu, instrumen moneter menjadi alternatif investasi bagi perbankan.

Ia menilai, hal tersebut bisa menimbulkan dampak signifikan bagi sistem moneter dan keuangan Indonesia, bahkan menciptakan banyak anomali. Oleh karena itu lanjut Piter, persoalan likuiditas bank tidak bisa diatasi dengan kebijakan parsial seperti yang dilakukan BI saat ini. "Kalau mau ekspansif, ya ekspansif. Jangan setengah-setengah," tandasnya.

Bagikan

Berita Terbaru

Menilik Peluang FILM Menyusup ke MSCI Global Standard
| Rabu, 10 Desember 2025 | 20:31 WIB

Menilik Peluang FILM Menyusup ke MSCI Global Standard

Menurutnya, pergerakan harga FILM merupakan kombinasi antara dorongan teknikal dan peningkatan kualitas fundamental.

Emiten Terafiliasi Grup Bakrie Kompak Menguat Lagi, Simak Rekomendasi Analis
| Rabu, 10 Desember 2025 | 20:09 WIB

Emiten Terafiliasi Grup Bakrie Kompak Menguat Lagi, Simak Rekomendasi Analis

Konglomerasi Salim bawa kredibilitas korporat, akses modal yang kuat, network bisnis yang luas, sehingga menjadi daya tarik investor institusi.

Reli Cepat Berujung Koreksi, Ini Prediksi Arah Harga Saham Mandiri Herindo (MAHA)
| Rabu, 10 Desember 2025 | 19:56 WIB

Reli Cepat Berujung Koreksi, Ini Prediksi Arah Harga Saham Mandiri Herindo (MAHA)

PT Mandiri Herindo Adiperkasa Tbk (MAHA) mengumumkan rencana pembelian kembali (buyback) saham dengan dana sebanyak-banyaknya Rp 153,58 miliar.

Saham FAST Diprediksi Masih Bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan
| Rabu, 10 Desember 2025 | 11:00 WIB

Saham FAST Diprediksi Masih Bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan

Selain inisiatif ekspansinya, FAST akan diuntungkan oleh industri jasa makanan Indonesia yang berkembang pesat.

Jejak Backdoor Listing Industri Nikel dan Kendaraan Listrik China di Indonesia
| Rabu, 10 Desember 2025 | 10:00 WIB

Jejak Backdoor Listing Industri Nikel dan Kendaraan Listrik China di Indonesia

Setelah pergantian kepemilikan, gerak LABA dalam menggarap bisnis baterai cukup lincah di sepanjang 2024.

Saham FAST Diprediksi Masih bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan
| Rabu, 10 Desember 2025 | 08:30 WIB

Saham FAST Diprediksi Masih bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan

Industri jasa makanan Indonesia diproyeksikan akan mencatat pertumbuhan hingga 13% (CAGR 2025–2030). 

Ancaman Penurunan Laba Bersih hingga 27%, Investor Diimbau Waspadai Saham Batubara
| Rabu, 10 Desember 2025 | 08:05 WIB

Ancaman Penurunan Laba Bersih hingga 27%, Investor Diimbau Waspadai Saham Batubara

Regulasi DHE 2026 mengurangi konversi valuta asing menjadi rupiah dari 100% ke 50%, membatasi likuiditas perusahaan batubara.

Proyek IKN Jadi Pedang Bermata Dua untuk Emiten BUMN Karya
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:51 WIB

Proyek IKN Jadi Pedang Bermata Dua untuk Emiten BUMN Karya

Kebutuhan modal kerja untuk mengerjakan proyek IKN justru bisa menambah tekanan arus kas dan memperburuk leverage.

Bangun Tiga Gerai Baru, DEPO Incar Pendapatan Rp 3 Triliun
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:49 WIB

Bangun Tiga Gerai Baru, DEPO Incar Pendapatan Rp 3 Triliun

Emiten bahan bangunan milik konglomerat Hermanto Tanoko itu berencana menambah tiga gerai baru tahun depan.

Cuaca Ekstrem dan Momentum Nataru Diklaim Jadi Pendorong Pemulihan Harga CPO
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:35 WIB

Cuaca Ekstrem dan Momentum Nataru Diklaim Jadi Pendorong Pemulihan Harga CPO

Emiten yang memiliki basis kebun kelapa sawit di Kalimantan diprediksi relatif lebih aman dari gangguan cuaca.

INDEKS BERITA

Terpopuler