Lepas saham ke publik biar semakin gesit

Jumat, 22 Februari 2019 | 15:33 WIB
Lepas saham ke publik biar semakin gesit
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Nina Dwiantika

KONTAN.CO.ID - Modal jadi kunci. Tanpa modal yang kuat, ekspansi kredit bisa tersendat. Untuk itu, bank terus mencari cara untuk memupuk modal biar tetap gemuk. Salah satu opsi yang mereka pilih: melantai di bursa saham. 


Saat ini, ada sederet bank yang berencana untuk go public. Sebut saja Bank Syariah Mandiri (BSM). Jika tidak ada aral melintang, sang induk, Bank Mandiri akan menggelar penawaran umum perdana (IPO) Mandiri Syariah pada 2020 nanti.


Tapi, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo belum bisa memastikan berapa persen saham Mandiri Syariah yang akan dilepas ke publik. Sebab, Bank Mandiri masih berdiskusi dengan Kementerian BUMN untuk membahas rencana IPO Mandiri Syariah.


Yang jelas, Kartika mengklaim, kinerja Mandiri Syariah saban tahun terus membaik. Ini  tercermin dari penurunan rasio pembiayaan bermasalah atawa nonperforming finance (NPF). Per September 2018, NPF gross BSM susut menjadi 3,65% dari periode sama 2017 sebesar 4,69%. Sedang NPF nett menjadi 2,51% dari posisi 3,12%.


Dari sisi profitabilitas atau return on equity (ROE), berada di level 7,9% dengan aset tumbuh menjadi Rp 98,6 triliun. “Ini menjadi momen yang baik untuk rencana (IPO) kami,” ucap Kartika. Apalagi, sepanjang tahun lalu Mandiri Syariah menyalurkan pembiayaan mencapai Rp 67,8 triliun, dengan total simpanan Rp 87,5 triliun.


Tak mau ketinggalan, BNI Syariah bersiap mencatatkan diri di papan bursa. Anak usaha Bank Negara Indonesia (BNI) ini ingin naik kelas menjadi bank umum kelompok usaha (BUKU) III. Dengan menyandang status sebagai BUKU III, BNI Syariah semakin memiliki keleluasaan dalam berekspansi sekaligus memperluas cakupan bisnis dan layanannya.


Untuk itu, Dhias Widhiyati, Direktur Bisnis SME dan Komersial BNI Syariah, menyampaikan, IPO jadi salah satu opsi.  “Tentunya, rencana IPO harus melalui persetujuan dari pemegang saham,” kata dia.


Herry Sidharta, Wakil Direktur Utama BNI, mengatakan, pihaknya memang mendorong BNI Syariah naik kelas jadi BUKU III. Dan, IPO merupakan salah satu opsi untuk mendongkrak modal BNI Syariah.


Biar berstatus BUKU III, BNI Syariah mesti memenuhi modal inti minimal Rp 5 triliun. Menurut Dhias, dengan mengantongi laba di atas Rp 400 miliar pada tahun lalu, maka modal banknya menjadi Rp 4,2 triliun.

tu berarti, BNI Syariah tinggal membutuhkan dana sebesar Rp 800 miliar untuk menjadi BUKU III. Cuma, Dhias belum mau buka-bukaan soal nilai dan waktu IPO BNI Syariah.


Tapi sebagai gambaran, tingkat kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) BNI Syariah saat ini di atas 19%, jauh melampaui kebutuhan modal minimum sekitar 10%. Kata Dhias, setiap ekspansi pembiayaan sebesar Rp 1 triliun, CAR akan tergerus sekitar 0,25%. Dengan kata lain, permodalan BNI Syariah masih mencukupi untuk menunjang bisnis untuk empat– lima tahun mendatang.


Biar saat IPO bisa mengundang investor, BNI Syariah terus memoles kinerja. Tahun ini, mereka menargetkan pembiayaan tumbuh 16% jadi Rp 32,82 triliun dari tahun lalu Rp 28,3 triliun. “Kami akan memperkuat segmen kecil, namun tidak mengabaikan komersial sebagai penopang,” imbuh Dhias.

Kondisi Politik

Sejumlah bank swasta juga melirik lantai bursa untuk memperkuat permodalan. Bank Mayora, misalnya, meski tidak dalam waktu dekat. Irfanto Oeji, Direktur Utama Bank Mayora, menyebutkan, pihaknya masih dalam proses pengkajian untuk IPO.


Meski begitu, Bank Mayora tetap mempercantik kinerja keuangan dan meningkatkan infrastruktur untuk menunjang bisnis. Harapannya, dalam dua tahun ke depan kinerja mereka kian baik sehingga punya nilai jual lebih di mata investor.


Bank Mayora berharap, kondisi perekonomian dan politik dalam negeri kian stabil pasca pemilihan presiden dan legislatif. “Saat itu, kami akan siap untuk rencana IPO,” ungkap Irfanto.


Sejauh ini, permodalan Bank Mayora masih mencukupi, dengan mendekap Rp 1,13 triliun per September 2018. Tapi, di tengah isu global yang masih menghantui perbankan, mereka memasang target pertumbuhan usaha yang cukup moderat tahun ini Targetnya, kredit dan laba masing-masing tumbuh 12% dan 30%.


Irfanto menjelaskan, permodalan saat ini masih cukup untuk mendukung pertumbuhan kredit 10%–12% per tahun selama 2–3 tahun ke depan. “Dengan CAR dan buffer masih memadai,” katanya.


Ujungnya, Irfanto menambahkan, risiko-risiko yang timbul dalam pertumbuhan usaha, khususnya di sisi penyaluran kredit dan penempatan pada surat berharga, bisa terkaver dengan kecukupan permodalan banknya yang memadai.


Sejalan, Henky Suryaputra, Chief Financial Officer (CFO) Bank Sahabat Sampoerna, menyatakan, banknya sedang mempertimbangkan menjual saham perdana. Waktu pelaksanaan IPO sangat tergantung pada pemegang saham.


Kendati begitu, Henky mengklaim, permodalan Bank Sahabat masih kuat yang terefleksi dari CAR yang mendekati 20%, jauh di atas ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan laba bersih konsisten dalam beberapa tahun terakhir, struktur modal masih memadai buat mendukung pertumbuhan kredit beberapa tahun ke depan. Tapi, pemegang saham tetap berkomitmen untuk melakukan penambahan modal.


Bank Sampoerna optimistis, penyaluran kredit pada 2019 akan tumbuh lebih baik dibanding 2018. Sebab, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi lebih baik, dan OJK  memprediksi kredit bisa tumbuh dua digit.


Karena itu, Hengky memperkirakan, pertumbuhan kredit Bank Sampoerna tahun ini setidaknya sama dengan pertumbuhan kredit industri, yakni 13%–14%. 


Kredit mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap menjadi target utama Bank Sampoerna dalam penyaluran kredit. Demi menjaga kualitas, mereka bakal menjaga pengelolaan kredit dan biaya operasional tetap efisiensi, sehingga pendapatan laba akan stabil di tahun ini.


Beda dengan yang lain, Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI) akan menggelar hajatan IPO tahun ini. Sigit Prastowo, Direktur Keuangan Bank DKI, mengatakan, persiapan terus mereka lakukan. Di antaranya, mendorong aliran kredit, memperbaiki kredit bermasalah (NPL), serta memupuk laba bersih.


Dengan rasio modal yang masih di atas 25%, Bank DKI membidik pertumbuhan kredit sebesar 13%–15% pada tahun ini. Sebetulnya, modal yang ada sekarang bisa mendukung pertumbuhan kredit yang sama untuk 3–4 tahun kelak.


Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pemegang saham tetap mendukung permodalan agar tidak susut lebih dalam. Contoh, Pemprov  DKI cuma meminta jatah dividen 30%.


Ke depan, Bank DKI akan memperbesar porsi kredit ke usaha kecil menengah (UKM) lantaran memberi margin lebih tebal ketimbang korporasi. Sumbangan kredit UKM bakal jadi 20% dari total kredit. Tahun lalu, penyaluran kredit ke sektor ini tumbuh di atas 50%. Untuk itu, Bank DKI akan mengerem laju pertumbuhan kredit korporasi, hanya tumbuh sebesar 5% di 2019.


Buat investor, siap-siap untuk berburu saham perdana sejumlah bank.          ◆

 

 

 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:01 WIB

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final

Ditjen Pajak menegaskan bahwa kebijakan PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menambah beban pajak baru

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:51 WIB

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO

Secara valuasi, harga saham IPO MERI masih tergolong wajar. Tapi, investor tetap harus mencermati fundamental perusahaan. 

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:50 WIB

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka peluang memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun ini

INDEKS BERITA

Terpopuler