Masih Tertekan Biaya Impor, Ini Rekomendasi Saham Kalbe Farma (KLBF)

Kamis, 01 Agustus 2019 | 07:10 WIB
Masih Tertekan Biaya Impor, Ini Rekomendasi Saham Kalbe Farma (KLBF)
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspansi dan invoasi pabrik yang terus dilakukan PT Kalbe Farma Tbk membawa prospek cerah. Tetapi perusahaan yang memiliki kode emiten KLBF ini tetap perlu mewaspadai pergerakan rupiah.

Pendapatan perusahaan farmasi ini naik 7,71% menjadi Rp 11,18 triliun di Juni 2019 lalu. Tetapi, laba bersih anggota indeks Kompas100 ini hanya terangkat 3,28% menjadi Rp 1,26 triliun.

Raja Abdalla, Research Analyst Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia menuturkan, pelemahan mata uang Garuda menggerus potensi kenaikan laba bersih perusahaan ini. Hal ini terjadi karena 65% cost of good sold (COGS) KLBF merupakan beban biaya barang impor.

Baca Juga: Untuk menekan defisit BPJS Kesehatan solusinya bukan sekedar kenaikan iuran 

"Setiap 10% pelemahan rupiah dapat diterjemahkan jadi 20% penurunan laba bersih KLBF," kata dia dalam riset 16 Juli 2019. Raja menilai KLBF perlu menurunkan impor agar kinerja keuangan perusahaan lebih sehat.

Sebenarnya, KLBF sudah berusaha menekan pembelian bahan baku. Salah satunya dengan membangun pabrik obat biosimilar, yang dilakukan anak usahanya, PT Kalbio Global Media, di Cikarang.

Robert Sebastian, Analis Ciptadana Sekuritas Asia, bilang, pabrik ini akan menggunakan bahan baku lokal dan diperkirakan bisa mengurangi risiko nilai tukar. "KLBF akan terus mengembangkan obat biosimilar dalam rangka mengurangi bahan baku impor," kata dia dalam risetnya.

Cuma, kontribusi obat biosimilar masih kecil. Robert menyebut, kontribusi obat biosimilar saat ini hanya 8% untuk segmen resep dan farmasi. "Kontribusi akan membaik di masa depan karena produk biosimilar termasuk dalam skema BPJS dan tidak semua perusahaan farmasi memiliki produk tersebut," papar dia.

Obat generik

Dengan masih terbukanya pertumbuhan di sektor farmasi, seiring meningkatnya penyaluran program JKN, Robert masih merekomendasikan beli saham KLBF, dengan target harga Rp 1.770 per saham. "Investasi KLBF di produk biosimilar bisa menangkap pasar produk tersebut di masa depan dan membawa prospek cerah bagi KLBF," tambah dia.

Tetapi analis RHB Sekuritas Jessica Ayu Pratiwi menyangsikan hal tersebut. "Penjualan obat generik memang kencang, tapi bisa menekan margin karena harga obat generik dibatasi, sementara permintaan obat bermerek dengan margin lebih tinggi hanya tumbuh 2%–3%." kata dia.

Baca Juga: Ekspansi pabrik biosimilar bikin saham Kalbe Farma (KLBF) makin sehat 

Jessica memperkirakan pendapatan KLBF di akhir 2019 tumbuh 6% jadi Rp 22,54 triliun. Jessica merekomendasikan netral bagi saham KLBF sambil menunggu harga obat di e-katalog naik.

Sedangkan Raja masih menyarankan beli saham KLBF dengan target harga Rp 1.700 per saham.

Bagikan

Berita Terbaru

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?
| Selasa, 25 November 2025 | 11:25 WIB

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?

Investor mesti fokus pada emiten dengan narasi kuat lantaran saat berhasil keluar dari PPK peluang rebound muncul tetapi dibarengi risiko tinggi.

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan
| Selasa, 25 November 2025 | 09:10 WIB

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan

Prospek bisnis logistik darat didukung perkembangan ritel, e-commerce, dan infrastruktur. Namun, ada tantangan dari sisi pengelolaan biaya.

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental
| Selasa, 25 November 2025 | 08:41 WIB

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental

Kinerja keuangan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) diperkirakan akan tetap tumbuh positif sepanjang tahun 2025.

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?
| Selasa, 25 November 2025 | 08:13 WIB

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?

Tekanan yang dialami saham BBCA mereda setelah pada Selasa (24/11) bank swasta tersebut mengumumkan pembagian dividen interim.

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun
| Selasa, 25 November 2025 | 08:09 WIB

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun

Para bankir optimistis akan terjadi perbaikan pertumbuhan  kredit konsumer menjelang akhir tahun, ditopang momentum natal dan tahun baru 

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham
| Selasa, 25 November 2025 | 07:49 WIB

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham

PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) berencana untuk IPO dengan menawarkan maksimal 625 juta saham kepada publik. 

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat
| Selasa, 25 November 2025 | 07:41 WIB

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat

Prospek kinerja PT Elnusa Tbk (ELSA) masih menjanjikan. Segmen penjualan barang dan jasa distribusi serta logistik energi bakal jadi motor utama.

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca
| Selasa, 25 November 2025 | 07:40 WIB

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca

Seiring dengan pelemahan pasar, terjadi kenaikan biaya produksi AMFG yang dipicu oleh fluktuasi harga gas alam.

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka
| Selasa, 25 November 2025 | 07:33 WIB

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka

Suksesi kepemimpinan menambah kental aroma rencana merger GOTO dan Grab pasca Patrick Sugito Walujo resmi mengundurkan diri dari jabatan CEO GOTO.

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut
| Selasa, 25 November 2025 | 07:25 WIB

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut

TCPI akan mengoptimalkan utilisasi armada yang ada serta melakukan peremajaan kapal secara bertahap.

INDEKS BERITA

Terpopuler