KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai bergulir secara nasional sejak Senin, 6 Januari 2025 lalu. Setidaknya, ada 190 dapur umum alias satuan layanan pemenuhan gizi (SPPG) yang disiapkan untuk program makan bergizi gratis (MBG) saat ini. SPPG inilah yang bertugas memasak masakan dan menu MBG.
Mengutip Kompas.com, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan bahwa untuk tahap awal, program ini akan melibatkan 190 dapur SPPG. Program ini akan menyediakan makanan bergizi bagi pelajar di sekolah, ibu hamil, dan balita secara bertahap.
Tujuan utama program ini adalah menurunkan angka malnutrisi, mengurangi prevalensi stunting dan meningkatkan konsentrasi belajar anak-anak Indonesia. Untuk menjalankan program ini, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 71 triliun. Anggaran yang ditetapkan untuk program makan bergizi gratis ini mengalami penyesuaian dari sebelumnya Rp 15.000 menjadi Rp 10.000 per porsi.
Sejatinya, program ini memiliki dampak positif yang besar. Salah satunya adalah program MBG bisa mengatasi masalah gizi anak yang sampai saat ini masih menjadi momok bagi Indonesia. Tidak hanya itu, program ini juga bisa menggerakkan ekonomi lokal karena melibatkan UMKM, petani, peternak, hingga nelayan sebagai bagian dari rantai pasok.
Di sisi lain, program ini juga memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Baru beberapa hari MBG berjalan, modus penipuan terkait program ini sudah banyak dilaporkan. Sebagai contoh, pihak katering dijanjikan dapat menjadi mitra Badan Gizi Nasional (BGN) dengan syarat menyetor uang puluhan juta rupiah sebagai biaya kerja sama. Program ini juga rawan korupsi dan pemalsuan data masyarakat yang berhak menerima manfaat.
Oleh karenanya, selain fokus menyukseskan program MBG, pemerintah harus memperkuat sistem pengawasan yang efektif agar program ini bisa berjalan lancar dan tepat sasaran. Jika hal ini luput dari perhatian, bisa dipastikan penyimpangan-penyimpangan akan terjadi mulai dari penyelewengan dana, penurunan kualitas makanan, hingga distribusi makanan yang tidak tepat sasaran.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan program ini bisa terus berjalan dan tidak berhenti di tengah jalan. Tentunya, hal ini membutuhkan kerja sama terpadu dari seluruh elemen masyarakat.