MD Entertainment (FILM) Mengajak Badarawuhi ke Pasar Global Berbekal ESG
KONTAN.CO.ID - Jika berbicara film horor dan drama, Indonesia tak pernah bosan dengan dua genre ini. Hal inilah yang membawa rumah produksi PT MD Entertainment Tbk (FILM) selalu diperhitungkan dalam industri hiburan Tanah Air.
Sejak berdiri 2002, MD Entertainment telah berkembang menjadi sistem terintegrasi. Mereka menciptakan film, program televisi, program di platform streaming atau over the top (OTT), musik, dan animasi. Manajemen MD Entertainment menyebutkan, saat ini, mereka meraih pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Misalnya, lima film jebolan MD Entertainment, emiten dengan kode saham FILM, menduduki 15 film paling banyak ditonton di Tanah Air di tahun ini. Sebut saja, Ipar adalah Maut, yang masih tayang di bioskop tetapi sudah ditonton oleh 4,76 juta penonton. Lalu Badarawuhi di Desa Penari, Ancika: Dia yang Bersamaku 1995, Jurnal Risa by Risa Saraswati, dan Munkar.
Pada 2022 lalu, MD Pictures merilis KKN di Desa Penari, yang memegang rekor film Indonesia terlaris sepanjang masa, dengan jumlah penonton 10.061.033.
Pencapaian ini mendorong FILM untuk menjajal pasar internasional melalui kemitraan global dan pemutaran perdana di Hollywood. April lalu, mereka menggandeng Lionsgate untuk mendistribusikan Badarawuhi di Desa Penari dengan judul Dancing Village: The Curse Begins di layar bioskop Amerika Serikat (AS).
Manoj Punjabi, CEO MD Entertainment, mengatakan, selalu mengutamakan tren daripada mengikuti. Di Indonesia, genre yang paling populer adalah horor dan drama. "Saya punya intuisi yang kuat tentang film mana yang akan sukses," ujarnya dalam rilis resminya.
Bukan hanya pilihan konten, kinerja keuangan FILM di pertengahan tahun ini pun menarik. Perusahaan ini mengantongi pendapatan sebesar Rp 217,4 miliar, naik 13,2% dari periode yang sama tahun lalu. Laba bersihnya Rp 77,2 miliar, tumbuh 26,3% year on year.
Pertumbuhan ini terutama disumbang dua film blockbuster FILM di kuartal II, yaitu Badarawuhi: Di Desa Penari dan Ipar Adalah Maut yang masih tayang dan belum sepenuhnya tercatat di kinerja sekarang.
Di sisi operasional, FILM berhasil membukukan net interest income, didukung oleh posisi kas yang kuat senilai Rp 582,1 miliar per 30 Juni 2024.
Sejatinya, film Badarawuhi memakan biaya sangat besar, sampai EBIT FILM di akhir kuartal I 2024 turun 1,8% menjadi Rp 76,7 miliar. Sebelumnya, Manoj pernah menyebutkan, biaya produksi film yang dibintangi Aulia Sarah ini sampai lebih dari Rp 20 miliar.
Namun, Manoj melihat itu sebagai bagian dari strategi jangka panjang FILM untuk memasukkan konten lokal berkualitas dengan gambar resolusi tinggi ke pasar global.
Penerapan ESG
Tak ingin berpuas diri, FILM menargetkan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan, serta mendapat dukungan para investor untuk mengembangkan industri media di Indonesia.
Dalam mewujudkan ini, FILM menyatakan, berkomitmen menetapkan prinsip lingkungan (environment), sosial (social), dan tata kelola yang baik (governance) atau ESG sebagai komponen inti dari strategi jangka panjang perusahaan.
FILM akan menyelaraskan tujuan bisnis dengan nilai keberlanjutan. Operasional perusahaan akan dijalankan sambil menerapkan ESG. Manoj bilang, secara berkala, FILM senantiasa melakukan tata kelola yang baik tanpa ada pelanggaran, dan melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL/CSR) sebagai bentuk pemenuhan untuk meningkatkan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan.
"Dalam menjalankan operasional usaha, FILM senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku. Sehingga diharapkan, tidak ada yang dirugikan, baik dari sisi sosial dan masyarakat, ataupun lingkungan sekitar," ujar Manoj.
Dalam proses produksi syuting film di suatu wilayah pun, sebisa mungkin FILM membawa dampak positif bagi lingkungan dan sosial. Lantaran, melibatkan warga sekitar saat proses syuting film.
Ambil contoh, dalam pembuatan film KKN di Desa Penari, yang pada saat prosesnya melibatkan warga sekitar sebagai pemain figuran, serta aktivitas lain yang memberdayakan masyarakat di lokasi syuting.
Manoj mengungkapkan, sejauh ini, tidak terdapat kendala signifikan yang bisa mengganggu atau menghambat operasional bisnis perusahaan saat menerapkan ESG. Dengan good governance, FILM menyelaraskan strategi keberlanjutan dan kebijakan strategis dengan baik, sehingga secara berkala mampu melewati dinamika bisnis pada setiap tahunnya.
Dia menyadari, persaingan industri film semakin kuat dan ketat. Semakin banyak dan beragam judul film yang dihasilkan dan diproduksi dari dalam negeri ataupun luar negeri. Namun, hal ini menjadi motivasi dan semangat untuk MD Entertainment dalam menghasilkan film dan juga serial yang berkualitas setiap tahunnya.
"Dengan demikian, perusahaan kami diharapkan mampu menjadi pemenang, dan memimpin industri film di Indonesia," ungkap Manoj.
FILM masih punya sederet list untuk ekspansi. Film Dancing Village: The Curse Begins di AS disebut menjadi sebuah lompatan maju bagi industri film Indonesia di kancah internasional. Sebab, mampu melampaui batasan bahasa dan budaya atau sosial.
"Kami yakin bahwa melalui kerjasama ini, kami dapat menampilkan kekayaan budaya Indonesia kepada penonton mancanegara," sebutnya.
Untuk memperluas jangkauan penonton di skala global, FILM menjajaki potensi kerjasama lagi dengan rumah produksi besar Hollywood. Kongsi ini akan melibatkan suntikan modal secara bertahap untuk mendukung produksi film, sekaligus meningkatkan pertumbuhan kemitraan yang strategis dan berkelanjutan.
Selain itu, FILM sedang mempertimbangkan ekspansi anorganik untuk menjangkau demografi yang lebih luas dan mendistribusikan konten melalui berbagai jalur, termasuk jaringan TV dan platform OTT. Strategi ini akan membuka sumber pendapatan baru bagi FILM, termasuk pendapatan iklan.
Manoj tidak mengungkapkan target pertumbuhan tahun ini. Tapi, dia pede menyebutkan target angka tahun ini jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Indeks MSCI
Dengan penerapan ESG, FILM berharap, akan ada dampak positif melalui dukungan berbagai pihak untuk menghadirkan keberlanjutan dalam keberlangsungan dan pertumbuhan bisnis perusahaan.
Saat ini, nilai ESG FILM bisa dibilang bagus. Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Sustainalytics memberi nilai 17,97 untuk skor risiko ESG FILM. Yang artinya, bisnis mereka dianggap memiliki risiko ESG yang rendah. Di list BEI-Sustainalytics, saham FILM ada di ranking 10.
"Kami bangga diakui sebagai salah satu dari 10 perusahaan teratas dengan skor ESG terendah, yang menegaskan komitmen kami terhadap praktik bisnis bertanggung jawab dan berkelanjutan," ucap Manoj.
Dengan performa yang menarik, saham FILM di papan bursa terus melaju. Agustus ini, sahamnya reli bukan hanya kinerja keuangan yang oke, tetapi juga muncul di berbagai indeks hampir serentak, baik indeks domestik maupun global.
Pada 5 Agustus 2024, saham FILM masuk dalam indeks yang mengukur saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah di BEI, yaitu IDX SMC Composite.
Sebelumnya, 15 Juli lalu, saham FILM masuk dalam Indeks Economic 30 di BEI. Indeks ini mengukur kinerja harga dari 30 saham siklikal dengan pertimbangan memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
Lalu, pada 12 Agustus lalu, saham FILM juga masuk dalam Indeks MSCI Indonesia Small Cap Index. Saham FILM masuk indeks ini bersamaan dengan ANTM, CMRY, INCO, dan WIKA, dan berlaku hingga 2 September 2024 nanti.
Saham FILM pun reli tujuh hari perdagangan berturut-turut. Dari harga Rp 3.720 pada 6 Agustus menjadi Rp 4.750 per saham pada 15 Agustus 2024. Kenaikannya sampai 27,6%.
Saham FILM juga sempat masuk dalam jajaran saham dengan net buy asing tertinggi pada 13 Agustus 2024. Dalam sepekan, total nilai beli bersih asing di saham FILM mencapai Rp 39,68 miliar.
Manoj berterimakasih kepada investor atas dukungan dan kepercayaan pada perusahaan. Menurut dia, kepercayaan ini mendorong kesuksesan FILM untuk tetap berkomitmen memberikan nilai dan inovasi dalam industri media dan hiburan yang berkembang pesat.
"Pencapaian ini mampu memberikan gambaran secara fundamental terhadap bisnis dan visi strategis FILM yang kuat," ungkap Manoj.
Seiring berkembangnya sektor media di Indonesia dengan meningkatnya permintaan terhadap konten lokal dan platform digital, MD Entertainment juga siap memimpin transformasi ini. Secara konsisten, mereka siap memproduksi konten yang bisa diterima oleh masyarakat lokal dan global.
Manoj juga optimistis, FILM bisa masuk ke dalam indeks bergengsi lainnya, seperti FTSE, dalam waktu dekat.
Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan melihat, masuknya FILM ke dalam Indeks MSCI Small Cap sudah sesuai dengan preview Juli lalu. Saham ini sudah memiliki free-float adjusted market cap (FFMC) mencapai US$ 874,3 juta pada 13 Agustus 2024. Sementara dalam setahun terakhir, rata-rata perdagangan harian atau average daily trading volume (1-year ADTV) mencapai US$ 2,4 juta.
Saham FILM juga berpeluang masuk ke MSCI Global Standard Index, mengingat FFMC mendekati US$ 1 miliar dan ADTV setahun terakhir mendekati US$ 2,5 juta.
Tapi, menurut Farras, kenaikan saham FILM juga terdorong oleh kinerja kuartal II 2024 yang impresif, di mana pertumbuhan EPS naik 1,48% dibanding kuartal I (QoQ), atau naik 22,7% dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY).
Dia melihat, pipeline film besutan FILM di semester II yang sudah masuk blockbuster, akan meningkatkan performa perusahaan ke depan. Belum lagi, perusahaan ini menggandeng mitra strategis dan sudah menyiapkan rencana ekspansi.
Farras pun memberikan rekomendasi beli saham FILM dengan target Rp 5.500.