Mengakhiri Mazhab Pembangunan Ekonomi Destruktif
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama beberapa dekade, orientasi pembangunan kita terlalu terpaku pada satu ukuran tunggal, pertumbuhan ekonomi. Segala sumber daya dikerahkan untuk mengejar ekspansi output setinggi mungkin, dengan harapan pertumbuhan tersebut akan membawa kemakmuran bagi seluruh rakyat. Kita ingin menggenjot pertumbuhan secara besar-besaran dengan menggunakan seluruh input produksi yang tersedia -- tanah, energi, hutan, mineral, tenaga kerja -- tanpa menimbang kapasitas daya dukung lingkungan maupun risiko sosial yang menyertainya. Pertumbuhan dijadikan mercusuar tunggal, sementara dimensi keberlanjutan sering kali dianggap sebagai beban yang memperlambat laju ekonomi.
Namun dalam praktiknya, pola pembangunan yang terlalu berorientasi pertumbuhan telah menghadirkan akumulasi persoalan ekologis, sosial dan tata kelola yang semakin membesar. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia berkali-kali menghadapi bencana ekologis akibat degradasi alam yang berlangsung lama. Bencana longsor dan banjir besar di Sumatra -- mulai dari Aceh, Sumatra Barat hingga Sumatra Utara -- menjadi contoh nyata bagaimana deforestasi, pembukaan lahan yang tak terkendali, dan alih fungsi kawasan hulu menyebabkan tingginya kerentanan ekologis.
Baca Juga: Partisipasi Investor Milenial dan Gen Z di Pasar Saham Makin Semarak
