KONTAN.CO.ID - Pekan lalu, ada berita kemalingan sempat ramai di New York, Amerika.
Bukan apa-apa, pasalnya barang yang diambil pencuri rada aneh : minyak goreng bekas alias minyak jelantah.
Salah satu restoran yang kemalingan minyak jelantah adalah Shogun.
Manajer resto tersebut tak tahu, bagaimana cara maling mengambil minyak jelantah mereka dan pakai kendaraan apa.
Lou Sulindro, sang manajer bilang sebenarnya pihak resto tidak mengalami kerugian dari pencurian minyak jelantah. Benar, karena yang rugi adalah perusahaan pengolah minyak jelantah di sana, seperti Buffalo Biodiesel.
Seperti dikutip News10, Buffalo Biodiesel mengaku rugi US$15 juta atau sekitar Rp 217 miliar setahun, gara-gara ulah pencoleng minyak jelantah ini.
Mereka menuding maling minyak jelantah ini sudah terorganisir lantaran permintaan yang makin tinggi.
Kedengarannya memang lucu, bahwa permintaan minyak jelantah meroket. Namun, belakangan minyak jelantah atau used cooking oil, lazim digunakan untuk bahan baku biodiesel.
Pamor biodiesel juga kian meningkat. Bulan lalu, misalnya, biodiesel dari minyak jelantah digunakan oleh salah satu pesawat Air France dalam penerbangan panjang mereka.
Dalam rilisnya, Air France-KLM berkolaborasi dengan Total, Airbus, dan operator bandara Groupe ADP, menggunakan 16% campuran sustainable aviation fuel (SAF) dari biodiesel dalam penerbangan dari Charles de Gaulle, Paris ke Montreal di Kanada.
Penerbangan ini makan waktu 6 jam 50 menit dan berjalan lancar. Saudi Arabia, salah satu eksportir minyak bumi di planet ini, juga akan memakai olahan minyak jelantah untuk transportasi di Red Sea Project. Ini adalah destinasi wisata ramah lingkungan mereka.
Di Indonesia, menurut catatan Gabungan Industri Minyak Nabati (Gimni), punya potensi besar untuk menghasilkan minyak jelantah.
Mereka mencatat, minyak jelantah di negara kita berkisar 18%-22% dari konsumsi minyak goreng. Kalau saban tahun, Indonesia butuh 5,8 juta ton minyak goreng, berarti ada sekitar 1,1 juta ton minyak jelantah.
Ironisnya, sampai kini, belum ada upaya pengelolaan minyak jelantah secara masif. Di tingkat rumah tangga, masyarakat mulai terbiasa mengolah sampah dapur jadi kompos dan memilah sampah plastik.
Tapi, minyak jelantah entah ke mana nasibnya. Bahkan, Gimni mengindikasikan penyalahgunaan jelantah yang diolah lagi untuk dijual jadi minyak curah dan dilepas lagi ke pasar.
Sungguh sayang. Dalam skala kecil, jelantah lazim di-recycle jadi sabun. Dalam skala besar, seharusnya jadi potensi ekspor.