Moody's: PDB Negara Berkembang G20 Cuma Akan Tumbuh 1%, Terlihat dari Peringkat Utang
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, korporasi dan lembaga keuangan di negara berkembang menghadapi tekanan besar akibat pandemi virus corona (covid-19).
Moody's Investors Service dalam laporan Emerging Markets Chartbook memperkirakan, produk domestik bruto (PDB) riil negara berkembang G20 hanya akan tumbuh 1% di tahun ini.
Denis Perevezentsev, Vice President and Senior Credit Officer Moody's mengatakan, hal ini terlihat dari banyaknya penurunan peringkat terhadap korporasi dengan yield tinggi (high yield) dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Moody's menurunkan outlook ABM Investama (ABMM) jadi negatif
"Hal ini merefleksikan pergolakan ekonomi dan keuangan akibat virus corona terhadap pasar negara berkembang," ujarnya dalam laporan Rabu (20/5). Menurut dia, resesi global kian dekat akibat dampak dari pembatasan ekonomi untuk mencegah penyebaran virus corona.
Moody's melakukan penilaian peringkat terhadap 106 negara dan lebih dari 1.600 emiten. Dari penelitian itu, trailing ratio terhadap penurunan peringkat utang meningkat menjadi 5,9 kali pada April 2020, dibandingkan 1,5 kali pada akhir 2019.
Dari berbagai korporasi yang diperingkat Moody's, sebanyak 35% merupakan emiten di Asia Pasifik, yang 60%-nya didominasi China. Sebanyak 62% emiten di kawasan ini telah mendapatkan peringkat investment grade, dan 69% memiliki outlook stabil. Angka ini telah melorot dari 83% di September 2019.
Baca Juga: Moody's: Metrik Kredit Indika (INDY) akan Memburuk Selama 12 Bulan ke Depan
Lalu, prospek negatif terhadap kinerja perusahaan banyak berasal dari India dan Vietnam. Masing-masing ada sekitar 63% dan 68% emiten dengan outlook negatif atau masuk dalam under review untuk potensi penurunan peringkat.
Sementara itu, di Indonesia, Moody's mencatat total obligasi yang telah diterbitkan oleh perusahaan non keuangan mencapai US$ 5,9 miliar sepanjang Januari hingga April 2020, sebesar 86% merupakan eurobonds.
Lalu, sekitar 66% perusahaan nonfinansial di Indonesia merupakan perusahaan dengan yield tinggi. Kemudian, 57% perusahaan memiliki outlook stabil. Namun outlook negatif perusahaan di Indonesia meningkat dari 21% di akhir 2019 menjadi 41% di kuartal tahun ini.