Narasi Sejarah dan Absennya Dimensi Ekonomi Politik
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penulisan sejarah nasional yang tengah disusun pemerintah tidak semata proyek akademik. Ia adalah intervensi ideologis atas bagaimana negara memilih untuk mengingat dan melupakan. Dimulai dari pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan adanya kekerasan seksual massal dalam peristiwa Mei 1998, hingga indikasi dihilangkannya aspek ekonomi politik dari naskah-naskah sejarah resmi, publik patut waspada: negara tampaknya tengah menyiapkan versi sejarah yang mengabaikan dimensi struktural dari krisis masa lalu.
Tragedi Mei 1998 bukan hanya tentang kekacauan sosial atau pergolakan politik. Ia merupakan puncak dari krisis multidimensi yang memunculkan kekerasan, terutama terhadap kelompok rentan seperti perempuan Tionghoa. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mencatat 152 korban kekerasan seksual dalam periode tersebut. Namun kekerasan itu tidak terjadi di ruang hampa. Ia lahir dari frustrasi sosial yang dipicu oleh dislokasi ekonomi dan melemahnya legitimasi negara.
Baca Juga: Agresi AS Terhadap Iran Bikin Harga Emas dan Saham Terkait Berpotensi Terangkat Lagi
