Otonomi Khusus dicabut, Kashmir Merugi Hingga US$ 1,4 Miliar
KONTAN.CO.ID - SRINAGAR. Langkah India mencabut otonomi khusus Kashmir telah menimbulkan dampak buruk bagi ekonomi wilayah tersebut.
Kamar Dagang dan Industri Kashmir memperkirakan, pada September 2019 kerugian ekonomi yang muncul akibat keputusan tersebut setidaknya mencapai 100 miliar rupee, setara US$ 1,40 miliar.
Nasir Khan, Wakil Presiden Senior Kamar Dagang dan Industri Kashmir menyebut, hingga saat ini perkiraan kerugian tersebut terus membengkak.
Kerugian ekonomi muncul akibat penutupan bisnis dan aktivitas perdagangan di pasar sebagai tanda protes. Juga karena masyarakat disana takut akan pembalasan gerilyawan Kashmir.
Baca Juga: Meski marah soal Kashmir, Presiden Xi Jinping tetap undang PM India Modi ke China
Kerusakan juga terjadi pada sektor pariwisata dan pertanian. Serta industri seni dan kerajinan yang memberikan kontribusi terbesar bagi ekonomi Kashmir yang berorientasi ekspor.
Dus, badan perdagangan dan industri utama di wilayah Himalaya itu menyatakan pihaknya berencana menuntut pemerintah India atas kerusakan ekonomi yang ditimbulkan dari kebijakan pencabutan otonomi khusus Kashmir.
"Kami akan meminta pengadilan untuk menunjuk agen eksternal untuk menilai kerugian," kata Khan.
Ia menambahkan, pemutusan jaringan telekomunikasi di Kashmir membuat pihaknya kesulitan mengumpulkan data yang lebih detil soal kerugian para pebisnis.
Berakhir setelah tujuh dekade
Kini sebagian jalur telekomunikasi telah dibuka. Namun sebagian besar akses internet tetap diblokir.
Selain memutus hubungan telekomunikasi, India membatasi mobilisasi warga Kashmir dan mengirim ribuan tentara ke wilayah tersebut dengan alasan masalah keamanan.
Pemerintah India mencabut otonomi khusus wilayah Kashmir pada Senin, 5 Agustus 2019.
Status tersebut sudah diberikan kepada Kashmir sejak 14 Mei 1954, atau hampir tujuh dekade.
Baca Juga: Malaysia Berhasil Mengamankan Ekspor CPO 2,5 Juta Ton Tahun Depan
Otonomi khusus Kashmir diberlakukan untuk mendukung warga Kashmir yang mayoritas Muslim dalam kerangka Negara India yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu.
Kritik terhadap keputusan India dilontarkan sejumlah pemimpin negara lain. Salah satunya Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Sikap Mahathir Mohamad ini dibalas oleh India dengan seruan untuk memboikot produk minyak sawit Malaysia.
Baca Juga: Kuala Lumpur tawarkan diskon, India borong CPO Malaysia ketimbang Indonesia