Pandemi dan Regenerasi

Minggu, 02 Agustus 2020 | 07:15 WIB
Pandemi dan Regenerasi
[]
Reporter: Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam sidang kabinet 18 Juni yang lalu, Presiden Joko Widodo menyentil jajaran kabinetnya, yang selama ini menjalani work from home (WFH) seperti cuti kerja. Presiden merasa bahwa selama WFH, para menteri belum sungguh-sungguh bekerja keras dan menunjukkan sense of crisis. Jangan kerja biasa-biasa saja. Kerja lebih keras, lebih cepat. Itu yang saya inginkan saat kondisi seperti ini. Membuat Permen yang biasanya dua minggu, ya sehari selesai. Membuat PP yang biasanya sebulan, ya dua hari selesai. Itu loh yang saya inginkan," demikian sepenggal teguran Jokowi. Saya membayangkan, betapa nelangsanya isi pikiran para menteri saat ini, yang dalam selang waktu tak lama, mendapat dua kali semprotan kemarahan secara terbuka dari Presiden. Menjalani kondisi krisis yang serba baru, serba tak pasti, dengan pengalaman dan arahan yang sangat terbatas.

Jika Presiden mengeluhkan suasana kerja yang santai laksana cuti dari praktik WFH, saya justru mendengar keluhan yang bertolak-belakang sama sekali dari seorang profesional muda. Rekan muda yang bekerja di perusahaan start-up kelas unicorn tersebut justru memplesetkan WFH menjadi Work Fuc*ing Harder, yang dapat diterjemahkan Bekerja Jauh Lebih Keras.

Bukan tanpa alasan dia memplesetkan singkatan tersebut, karena dengan kebijakan WFH, setiap hari ia bisa menghabiskan waktu lebih dari 12 jam di depan komputer untuk mengurusi pekerjaannya. Dari Senin sampai Jumat, aktivitas dari pagi hingga malam hanya bekerja, dengan mengandalkan komputer dan gadget di tangan. Interupsinya hanya pas waktu makan pagi, siang dan malam. Sesudahnya, langsung tidur! Hanya weekend, saya bisa membebaskan diri dari pekerjaan, tukas sang anak muda.

Dua cerita di atas sungguh menggambarkan kondisi yang kontradiktif, yang membuat kita bingung menyikapi pola kerja WFH.

Harap diingat, kebijakan WFH yang dijalani beberapa bulan selama pandemi ini bukanlah kemauan pribadi masing-masing pekerja, namun merupakan bagian dari kepatuhan kepada himbauan pemerintah.

Bukankah pada bulan Maret 2020, pemerintah begitu rajin menyampaikan seruan untuk, Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah? Orang yang sebelumnya tak pernah membayangkan dan berpengalaman dalam urusaan WFH, pastilah akan gagap jadinya. Terutama bagi mereka yang terbiasa mendefinisikan lokasi kerja adalah kantor, pabrik ataupun toko.

Seorang petinggi dari bank swasta nasional besar di Indonesia pernah bercerita bahwa sesungguhnya perusahaan yang dikelolanya jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri untuk menyongsong praktik WFA atawa Work From Anywhere. Baginya, WFA adalah salah-satu skenario yang sangat probable dari fenomena yang sering kita sebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Industri 4.0 yang dimotori oleh perkembangan teknologi digital dan komunikasi memungkinkan orang untuk bekerja secara mobile, intelligent, dan tetap connected.

Kebiasaan lama

Ia pun melanjutkan, secara infrastruktur teknologi, sesungguhnya perusahaan sudah siap untuk menerapkan pola kerja WFA. Namun, apa daya, sekalipun secara prasarana sudah lebih dari siap, perilaku organisasi dan manusia di dalamnya masih terpaku pada kebiasaan kerja lama. Kebiasaan kerja yang musti hadir secara fisik di kantor atau pabrik, yang harus rapat dengan cara berkumpul secara nyata di sebuah ruangan, yang review laporan musti dilakukan dengan tatap muka langsung.

Demikian pula, seorang atasan baru merasa memiliki anak buah, jika ia dapat memelototi kerja si anak buah dengan matanya secara langsung selama 8 jam per hari.

Dalam praktik change management, perubahan memang paling ampuh terjadi lewat sebuah paksaan (compelling factors). Oleh karenanya, secara berkelakar, kita mengenal istilah paksa rela, yakni setelah dipaksa keadaan, barulah kita rela untuk berubah. Dan, pandemi Covid-19 adalah compelling factor yang memaksa kita untuk mengadopsi kebiasaan baru; termasuk pula, kebiasaan bekerja!

Disukai atau tidak, Industri 4.0 yang revolusioner membutuhkan generasi pekerja baru, yang fasih bergelut dengan urusan teknologi (technology-savvy), pergaulan maya (virtual interaction), pola kerja yang dinamis (mobile working).

Dan, ciri-ciri pekerja tersebut sangat melekat pada generasi Millenial, yang lahir setelah era 1980an. Patut diduga, mereka yang mengeluh tentang penurunan produktivitas kerja akibat WFH, terutama berasal dari perusahaan dengan model bisnis konvensional dan berisi para pekerja dari Generasi Non-Millenial; entah itu generasi Baby Boomer ataupun generasi X.

Pandemi adalah momentum baik untuk melakukan tinjauan terhadap model bisnis kita, agar lebih sesuai dengan tuntutan era Industri 4.0. Juga, saat terbaik untuk mendorong regenerasi kepemimpinan dan pekerja di sebuah organisasi.

Niscaya, generasi Millenial akan lebih lincah dan cepat menyesuaikan diri, karena masa depan memang milik mereka. Namun, tentunya proses regenerasi tersebut tetap dilakukan secara profesional dan bertanggungjawab.

Bagikan

Berita Terbaru

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 19:34 WIB

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?

Kenaikan imbal hasil SBN menjadi salah satu tanda perubahan sentimen pasar terhadap risiko fiskal dan arah ekonomi domestik.

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari
| Kamis, 25 Desember 2025 | 13:43 WIB

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari

IHSG melemah 0,83% untuk periode 22-24 Desember 2025. IHSG ditutup pada level 8.537,91 di perdagangan terakhir, Rabu (24/12).

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 11:05 WIB

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?

Potensi kenaikan harga saham terafiliasi Bakrie boleh jadi sudah terbatas lantaran sentimen-sentimen positif sudah priced in.

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:08 WIB

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Imbal hasil instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang turun sejak awal tahun, berbalik naik dalam dua bulan terakhir tahun 2025.

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:05 WIB

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham

Sebagai pelopor, PTBA berpeluang menikmati insentif royalti khusus untuk batubara yang dihilirisasi.

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena
| Kamis, 25 Desember 2025 | 09:05 WIB

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena

Harga batubara Australia, yang menjadi acuan global, diproyeksikan lanjut melemah 7% pada 2026, setelah anjlok 21% di 2025. 

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam
| Kamis, 25 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam

Fitur Fixed Price di aplikasi MyBluebird mencatatkan pertumbuhan penggunaan tertinggi, menandakan preferensi konsumen terhadap kepastian harga.

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026
| Kamis, 25 Desember 2025 | 07:10 WIB

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026

Santika Hotels & Resorts menyiapkan rebranding logo agar lebih relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan generasi.

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:37 WIB

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)

Pemerintah rem produksi nikel ke 250 juta ton 2026 untuk atasi surplus 209 juta ton. NCKL proyeksi laba Rp 10,03 triliun, rekomendasi buy TP 1.500

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:00 WIB

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?

Kenaikan harga saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belakangan ini dinilai lebih bersifat spekulatif jangka pendek.

INDEKS BERITA

Terpopuler