Pangan vs Iklim

Jumat, 25 Oktober 2024 | 03:06 WIB
Pangan vs Iklim
[ILUSTRASI. TAJUK - SS kurniawan]
SS Kurniawan | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Swasembada pangan menjadi target Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dalam pidato perdana sebagai Presiden RI usai Pelantikan Presiden Wakil Presiden 2024-2029 pada 20 Oktober lalu, Prabowo menyatakan, Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. 

Indonesia, dia menegaskan, tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Sebab, dalam krisis dan keadaan genting, tidak ada negara yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu, tidak ada jalan lain, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus mencapai ketahanan pangan.

Negara kita, kata Presiden, harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat. Prabowo mengungkapkan, sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantunya, dan yakin paling lambat 4 tahun-5 tahun, Indonesia akan swasembada pangan. Bahkan, negeri ini siap menjadi lumbung pangan dunia.

Saat memimpin sidang kabinet perdana, 23 Oktober lalu, Prabowo kembali menegaskan, swasembada pangan menjadi prioritas dasar. Penyebabnya, situasi global, perang besar bisa pecah setiap saat. Ini menunjukkan kesadaran pemerintah akan risiko geopolitik yang bisa memengaruhi ketahanan pangan.

Jelas, bukan pekerjaan gampang. Swasembada pangan menjadi ambisi setiap pemerintahan. Tapi nyatanya, gagal. Sebab, tantangannya bukan cuma jumlah lahan yang menyusut, produktivitas yang rendah, termasuk situasi geopolitik.

Juga, perubahan iklim yang bukan ancaman lagi, tapi sudah nyata terjadi. Beras, misalnya. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, produksi beras nasional tahun ini turun 760.000 ton atau 2,43% dibanding tahun lalu. Pangkalnya, luas panen menurun lantaran dampak fenomena El Nino yang menyebabkan musim tanam mundur.

Dengan skenario terburuk, kalau upaya mengendalikan laju kenaikan suhu biasa-biasa saja, BMKG memproyeksikan, di 2100, kenaikan suhu di pulau-pulau besar di Indonesia bisa mencapai 3,5 derajat Celcius, atau lebih dari 2 kali lipat dari kenaikan rata-rata suhu global pada 2023 sekitar 1,4 derajat Celcius.

Dengan kenaikan suhu 1,4 derajat Celcius saja, bencana hidrometeorologi seperti banjir sudah sering terjadi. Durasinya lebih panjang dan intensitas lebih kuat. Begitu juga dengan kekeringan, semakin sering terjadi di negara kita dengan durasi dan intensitas meningkat. Banyak pekerjaan rumah.

Bagikan

Berita Terbaru

Siasat Jababeka (KIJA) Memacu Kawasan Industri Terintegrasi
| Jumat, 19 September 2025 | 08:25 WIB

Siasat Jababeka (KIJA) Memacu Kawasan Industri Terintegrasi

Kehadiran dry port terbukti memberikan kemudahan arus logistik dengan memangkas biaya distribusi, mempercepat proses, dan meningkatkan efisiensi.

Pemulihan Harga Komoditas di Semester Kedua Mendorong Saham Emiten Energi
| Jumat, 19 September 2025 | 08:06 WIB

Pemulihan Harga Komoditas di Semester Kedua Mendorong Saham Emiten Energi

Kenaikan harga saham emiten di sektor energi lebih merepresentasikan ekspektasi investor terhadap prospek jangka menengah-panjang,

Paperocks Indonesia (PPRI) Prediksi Kinerja Tahun Ini Tak Sesuai Target Awal
| Jumat, 19 September 2025 | 08:05 WIB

Paperocks Indonesia (PPRI) Prediksi Kinerja Tahun Ini Tak Sesuai Target Awal

Faktor utama yang menekan laju industri kemasan adalah melemahnya daya beli akibat penurunan permintaan, ditambah maraknya pemain baru.

Permintaan Masih Lesu, Pemulihan Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Diproyeksi Lambat
| Jumat, 19 September 2025 | 08:02 WIB

Permintaan Masih Lesu, Pemulihan Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Diproyeksi Lambat

Efek berbagai stimulus di sektor properti yang digelontorkan pemerintah tidak akan instan ke industri semen.

Aturan TKDN Baru Berpotensi Mendongkrak Investasi Motor Listrik
| Jumat, 19 September 2025 | 07:45 WIB

Aturan TKDN Baru Berpotensi Mendongkrak Investasi Motor Listrik

Regulasi ini memberikan insentif berupa tambahan nilai TKDN minimal 25% bagi perusahaan yang membenamkan investasi di dalam negeri.

Pasar Obligasi Menyambut Penurunan Suku Bunga Bank Sentral
| Jumat, 19 September 2025 | 07:43 WIB

Pasar Obligasi Menyambut Penurunan Suku Bunga Bank Sentral

Pelaku pasar fokus mencermati sejauh mana pelonggaran moneter akan mempengaruhi likuiditas dan harga obligasi dalam beberapa minggu mendatang.

The Fed Pangkas Suku Bunga, Indonesia Bukan Tujuan Prioritas Aliran Modal Asing
| Jumat, 19 September 2025 | 07:41 WIB

The Fed Pangkas Suku Bunga, Indonesia Bukan Tujuan Prioritas Aliran Modal Asing

Sejak Juli 2025 sampai pertengahan September 2025 sudah tercatat arus masuk dana asing bersih ke SBN.

Sektor Pertambangan Melicinkan Bisnis Pelumas
| Jumat, 19 September 2025 | 07:20 WIB

Sektor Pertambangan Melicinkan Bisnis Pelumas

Potensi pasar pelumas di Indonesia masih menjanjikan. Maka tak heran apabila sejumlah produsen terus melicinkan ekspansi bisnis pelumas.

Profit Taking  di Bursa Saham Berpotensi Berlanjut
| Jumat, 19 September 2025 | 07:14 WIB

Profit Taking di Bursa Saham Berpotensi Berlanjut

Pemicu pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah aksi sell on news tentang pemangkasan bunga acuan The Fed. 

DSSA Terbitkan Surat Utang Rp 1,5 Triliun untuk Bayar Utang dan Ekspansi Data Center
| Jumat, 19 September 2025 | 07:08 WIB

DSSA Terbitkan Surat Utang Rp 1,5 Triliun untuk Bayar Utang dan Ekspansi Data Center

Sebagian dana sukuk akan digunakan untuk ekspansi bisnis yang berfokus pada pengembangan pusat data (data center) SSDP.

INDEKS BERITA

Terpopuler