KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Swasembada pangan menjadi target Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dalam pidato perdana sebagai Presiden RI usai Pelantikan Presiden Wakil Presiden 2024-2029 pada 20 Oktober lalu, Prabowo menyatakan, Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Indonesia, dia menegaskan, tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Sebab, dalam krisis dan keadaan genting, tidak ada negara yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu, tidak ada jalan lain, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus mencapai ketahanan pangan.
Negara kita, kata Presiden, harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat. Prabowo mengungkapkan, sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantunya, dan yakin paling lambat 4 tahun-5 tahun, Indonesia akan swasembada pangan. Bahkan, negeri ini siap menjadi lumbung pangan dunia.
Saat memimpin sidang kabinet perdana, 23 Oktober lalu, Prabowo kembali menegaskan, swasembada pangan menjadi prioritas dasar. Penyebabnya, situasi global, perang besar bisa pecah setiap saat. Ini menunjukkan kesadaran pemerintah akan risiko geopolitik yang bisa memengaruhi ketahanan pangan.
Jelas, bukan pekerjaan gampang. Swasembada pangan menjadi ambisi setiap pemerintahan. Tapi nyatanya, gagal. Sebab, tantangannya bukan cuma jumlah lahan yang menyusut, produktivitas yang rendah, termasuk situasi geopolitik.
Juga, perubahan iklim yang bukan ancaman lagi, tapi sudah nyata terjadi. Beras, misalnya. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, produksi beras nasional tahun ini turun 760.000 ton atau 2,43% dibanding tahun lalu. Pangkalnya, luas panen menurun lantaran dampak fenomena El Nino yang menyebabkan musim tanam mundur.
Dengan skenario terburuk, kalau upaya mengendalikan laju kenaikan suhu biasa-biasa saja, BMKG memproyeksikan, di 2100, kenaikan suhu di pulau-pulau besar di Indonesia bisa mencapai 3,5 derajat Celcius, atau lebih dari 2 kali lipat dari kenaikan rata-rata suhu global pada 2023 sekitar 1,4 derajat Celcius.
Dengan kenaikan suhu 1,4 derajat Celcius saja, bencana hidrometeorologi seperti banjir sudah sering terjadi. Durasinya lebih panjang dan intensitas lebih kuat. Begitu juga dengan kekeringan, semakin sering terjadi di negara kita dengan durasi dan intensitas meningkat. Banyak pekerjaan rumah.