Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi korporasi jumbo berupa penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue, nyatanya belum mampu menjadi obat kuat bagi pergerakan saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Emiten properti Grup Agung Sedayu ini justru masih terjebak dalam tekanan jual yang masif.
Pada perdagangan Selasa (23/12), saham PANI ditutup melemah 3,68% ke level Rp 11.775 per saham. Koreksi ini memperdalam luka pemegang saham, mengakumulasi penurunan sebesar 12,62% dalam sepekan dan longsor 15,74% dalam sebulan terakhir. Analis pun memberikan lampu kuning: PANI kini resmi memasuki fase downtrend jangka menengah.
Pengamat Pasar Modal, Hendra Wardana menilai, rontoknya harga saham PANI saat ini lebih dipicu oleh faktor teknikal dan psikologis pasar, bukan karena memburuknya fundamental bisnis. Menurutnya, koreksi pasca-rights issue adalah fenomena yang lazim terjadi di lantai bursa.
"Dalam kasus PANI, rights issue dilakukan dalam skala besar dan langsung berdampak pada struktur permodalan perusahaan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (23/12).
Senada, Head of Research Korea Investments & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi mengamini bahwa pasar saat ini sedang dalam proses penyesuaian menuju harga teoritis pasca cum-date rights issue.
"Pasar sedang mencari equilibrium baru, juga ada profit taking dari trader yang sudah akumulasi sejak awal rumor rights issue dan memanfaatkan momen sell on news," sambung Wafi.
Baca Juga: Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
Sinyal Bahaya Teknikal
Secara teknikal, pergerakan PANI memang cukup mengkhawatirkan. Hendra menyoroti bahwa tren harga saham ini telah beralih ke fase downtrend jangka menengah. Konfirmasi sinyal bearish ini semakin kuat setelah harga saham PANI jebol ke bawah garis Moving Average 200 hari (MA200).
Perlu diingat, MA200 kerap menjadi "garis keramat" yang menjadi acuan utama investor institusi dan fund manager. Ketika harga breakdown di bawah level ini, tekanan jual biasanya datang bergelombang, tidak hanya dari ritel tetapi juga dari pelaku pasar yang lebih besar dan sistematis alias algoritma.
Hendra memetakan level Rp 11.000 sebagai benteng pertahanan terakhir atau area krusial. Jika PANI mampu bertahan di level ini, peluang technical rebound masih terbuka. Namun, jika level psikologis ini ditembus dengan volume besar, risiko pelemahan lanjutan akan meningkat drastis.
"Pada sisi atas, area Rp 12.300 – Rp 12.500 menjadi resistance terdekat yang harus ditembus agar tren pelemahan mulai mereda," jelas Hendra.
Meski demikian, Wafi melihat tekanan jual mulai sedikit mereda. Menurutnya, ruang koreksi lanjutan masih ada tetapi mulai terbatas, dengan support di kisaran Rp 11.100 dan resistance di Rp 13.200.
