Pemerintah Godok Insentif Pajak KIK

Sabtu, 18 Mei 2019 | 07:54 WIB
Pemerintah Godok Insentif Pajak KIK
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya untuk mengembangkan produk investasi alternatif terus dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan memberikan insentif bagi produk yang masih kurang peminatnya.

Kali ini yang bakal mendapatkan insentif adalah produk kontrak investasi kolektif dana investasi infrastruktur (KIK Dinfra) dan KIK efek beragun aset (EBA) yang memiliki aset dasar berupa surat utang, baik obligasi maupun medium term notes (MTN). Insentif yang diberikan berupa pajak 5%.

Deputi Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan usulan tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemkeu). Mengingat, wewenang penyusunan aturan perpajakan ada di tangan pemerintah melalui Kemkeu.

Rencana tarif pajak atas imbal hasil obligasi yang menjadi aset untuk KIK Dinfra dan KIK EBA ini sama seperti yang diberlakukan pada reksadana. Saat ini, pajak imbal hasil obligasi yang menjadi aset dasar reksadana tercatat sebesar 5% berlaku hingga 2020. Mulai tahun 2021 dan seterusnya pajak imbal hasil obligasi tersebut akan naik menjadi 10%.

Hanya saja, Fakhri belum bisa menjawab kapan aturan insentif pajak imbal hasil itu akan diberlakukan. Usulan tersebut saat ini masih dalam proses pembahasan, tutur dia ketika dihubungi KONTAN, Rabu (16/5).

Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo menilai, jika rencana pemberian pajak sebesar 5% itu benar-benar terwujud, maka akan membantu produk KIK DINFRA dan KIK EBA menjadi lebih kompetitif.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, karena industri KIK Dinfra dan KIK EBA masih terbilang kecil dibandingkan instrumen lainnya, insentif berupa aturan pajak imbal hasil memang perlu diberikan.

Rencana penerapan pajak imbal hasil untuk KIK Dinfra dan KIK EBA pun kelak akan menjadi katalis positif bagi para investor. Ini mengingat angka 5% setara dengan pajak imbal hasil reksadana yang memiliki underlying asset saham atau obligasi.

Selain itu, nilai pajak imbal hasil KIK Dinfra dan KIK EBA yang diusulkan OJK juga lebih rendah dibandingkan pajak imbal hasil dari pembelian obligasi secara langsung, yakni sebesar 15%. Potensi keuntungan bersih yang diperoleh investor dari KIK Dinfra dan KIK EBA tentu akan meningkat, ujar Wawan.

Karena potensi return yang didapat meningkat, insentif pajak ini diyakini akan mendorong lebih banyak investor, terutama investor dengan orientasi jangka panjang, untuk membeli KIK Dinfra dan KIK EBA.

Dominasi institusi

Namun, Soni mengingatkan, beleid dari insentif pajak ini tak serta merta membuat instrumen KIK Dinfra atau KIK EBA bakal menjadi primadona atau produk unggulan bagi para manajer investasi. Sebab, tidak sembarang manajer investasi memiliki kemampuan untuk terlibat dalam penerbitan KIK DINFRA ataupun KIK EBA.

Manajer investasi harus punya basis investor yang besar dan mau mengambil risiko yang melekat pada kedua produk tersebut, jelas Soni.

Hanya saja, Wawan menilai, kalaupun aturan pajak imbal hasil tersebut terwujud, kemungkinan besar pasar KIK Dinfra dan KIK EBA masih akan didominasi oleh investor institusi, seperti asuransi atau dana pensiun.

Kedua jenis investor tersebut memang sudah menaruh perhatian lebih terhadap instrumen alternatif seperti KIK Dinfra dan KIK EBA. Masih perlu waktu bagi kedua instrumen ini untuk lebih populer di kalangan investor ritel, imbuh Wawan.

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 09:13 WIB

Meski Tengah Downtrend, TLKM Dinilai Punya Fondasi Kinerja Lebih Sehat di 2026

Saham TLKM tertekan jelang tutup tahun, namun analis melihat harapan dari FMC dan disiplin biaya untuk kinerja positif di 2026.

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:43 WIB

Kepala BMKG: Perubahan Iklim Sudah Berada di Tingkat Kritis

Simak wawancara KONTAN dengan Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani soal siklon tropis yang kerap terjadi di Indonesia dan perubahan iklim.

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:19 WIB

Emiten Berburu Dana Lewat Rights Issue

Menjelang tutup tahun 2025, sejumlah emiten gencar mencari pendanaan lewat rights issue. Pada 2026, aksi rights issue diperkirakan semakin ramai.

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:11 WIB

Strategi Rotasi Saham Blue Chip Saat Transaksi Mulai Sepi

Menjelang libur akhir tahun 2025, transaksi perdagangan saham di BEI diproyeksi cenderung sepi. Volatilitas IHSG pun diperkirakan akan rendah. 

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic
| Senin, 22 Desember 2025 | 08:05 WIB

Saham MORA Meroket Ribuan Persen, Ini Risiko & Peluang Pasca Merger dengan MyRepublic

Bagi yang tidak setuju merger, MORA menyediakan mekanisme pembelian kembali (buyback) dengan harga Rp 432 per saham.

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:58 WIB

Tekanan Restitusi Pajak Bisa Berlanjut di 2026

Restitusi pajak yang tinggi, menekan penerimaan negara pada awal tahun mendatang.                          

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:53 WIB

Omzet UKM Tertekan, Daya Beli Jadi Beban

Mandiri Business Survey 2025 ungkap mayoritas UKM alami omzet stagnan atau memburuk. Tantangan persaingan dan daya beli jadi penyebab. 

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:43 WIB

APBD Tersendat, Dana Daerah Mengendap

Pola serapan belanja daerah yang tertahan mencerminkan lemahnya tatakelola fiskal daerah.                          

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:41 WIB

Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara

Target penjualan alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) untuk tahun fiskal 2026 dipatok di angka 4.300 unit.

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan
| Senin, 22 Desember 2025 | 07:32 WIB

Angkutan Barang Terganggu Pembatasan

kendaraan dengan trailer atau gandengan, serta angkutan yang membawa hasil galian, tambang, dan bahan bangunan.

INDEKS BERITA

Terpopuler