KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan minyak yang terus meningkat membuat harga kembali cetak rekor baru. Maklum, dari sisi pasokan, jumlahnya tak ada penambahan signifikan.
Rabu (9/6), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli ditutup di US$ 122,11 per barel. Ini level tertinggi harga minyak WTI sejak kontrak Juli diperdagangkan. Per pukul 19.05 WIB kemarin, harga minyak WTI sedikit turun ke US$ 121,96 per barel. Meski begitu, harga minyak sempat mencapai US$ 122,72 per barel kemarin.
Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, konsumsi minyak di China meningkat karena aktivitas industri mulai berjalan. Kenaikan harga minyak juga berdampak langsung pada komoditas energi lainnya terutama batubara.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Terus Merembet Naik, Diprediksi Bisa Tembus US$ 130 Per Barel
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menyebut, permintaan BBM di Amerika Serikat juga meningkat. "Permintaan minyak ini naik secara global, sementara pasokan minyak global masih terbatas," kata dia, kemarin.
Nanang mengatakan, pasokan minyak global berkurang akibat Iran yang tidak bisa mengekspor minyak, karena terganjal sanksi. Persediaan minyak di Amerika juga turun 5,1 juta barel. Padahal sebelumnya, para analis memperkirakan stok minyak hanya akan turun 1,3 juta barel.
Nanang berpendapat, kenaikan harga minyak hanya bersifat sementara, lantaran beberapa negara maju tidak menginginkan harga minyak dunia terlampau tinggi. "Karena itu akan mempengaruhi inflasi, yang akan terkena dampak karena lonjakan minyak," ujar dia.
Nanang memperkirakan, di semester dua nanti harga minyak masih berpotensi menguat ke US$130 per barel. Meski begitu, menurut analisa dia, harga minyak akan lebih banyak bergerak di kisaran US$ 100-US$ 120.
Prediksi Lukman, harga minyak akan stabil di kisaran US$ 115-US$ 125 per barel. Di akhir tahun, harga berpotensi turun ke US$ 90 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Global Kembali Melonjak, Ini Penyebabnya