KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persediaan minyak Amerika Serikat (AS) yang kembali membengkak membuat harga minyak mentah ambruk. Kemarin, Rabu (12/6), harga minyak mentah jenis West Texas Internediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange anjlok sekitar 2,78% menjadi US$ 51,79 per barel. Tapi, dalam sepekan harganya masih menguat 0,21%.
Tanda-tanda harga minyak mentah masuk dalam tren pelemahan muncul saat American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak di Negeri Paman Sam pada pekan yang berakhir 7 Juni 2019 naik 4,85 juta barel. Angka ini jauh di atas survei Bloomberg yang memprediksi persediaan minyak AS malah turun 1 juta barel.
Analis Global Capital Investama Alwi Assegaf menyebut, laporan API ini memperkuat dugaan permintaan minyak mentah kembali merosot. Perang dagang antara AS dan China yang kembali mendidih disebut-sebut sebagai sentimen utama berkurangnya permintaan minyak mentah global. "Perang dagang membuat ekonomi global turun, sehingga permintaan minyak turun," kata dia, Rabu (12/6).
Namun, Alwi menilai, harga minyak berpeluang berbalik arah. Ini terjadi dengan asumsi Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memperpanjang pemangkasan produksi minyak hingga tahun depan.
Rusia, yang merupakan sekutu terdekat OPEC dalam program pemangkasan produksi ini, sebenarnya menunjukkan indikasi bersedia memperpanjang pemangkasan produksi. Selain itu, Menteri Energi UEA Suhail Al Mazroui mengungkapkan anggota-anggota OPEC hampir sepakat memperpanjang pengurangan produksi.
Sebelumnya, negara anggota OPEC dan sekutu sepakat memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai awal tahun ini. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi banjir pasokan dari AS.
Asal tahu saja, kini AS menjadi produsen minyak terbesar dunia, melewati Rusia dan Arab Saudi. Kini produksi minyak hitam Negeri Paman Sam tersebut telah menembus 11 juta barel.
Hal ini membuat Alwi optimistis harga minyak bisa rebound. Sepekan ke depan, harga bergerak di rentang US$ 50,63–US$ 54,19 per barel.
Secara teknikal, harga minyak masih tertekan karena indikator moving average (MA) MA 5 dan MA 10 berada di bawah garis. Ini menunjukan potensi bearish berlanjut. Indikator stochastic pun berada di level cross over, meski masuk area oversold.