Pertumbuhan Bakal Terhadang Perang Dagang yang Tak Kunjung Padam

Jumat, 17 Mei 2019 | 07:53 WIB
Pertumbuhan Bakal Terhadang Perang Dagang yang Tak Kunjung Padam
[]
Reporter: Adinda Ade Mustami, Benedicta Prima | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang kembali memanas bakal menyulitkan ekonomi Indonesia. Perseteruan itu memicu lesunya ekspor, hingga berimbas ke pertumbuhan ekonomi yang sulit melaju di atas 5%.

Ekspor yang lesu mengakibatkan neraca dagang per April 2019 defisit. Bahkan, nilai defisit itu mencapai US$ 2,5 miliar, atau terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Selama empat bulan pertama tahun ini, total ekspor hanya US$ 53,20 miliar, turun 9,39% dibanding periode sama tahun 2018 yang sebesar US$ 58,71 miliar. Impor juga melemah 7,24% menjadi US$ 55,77 miliar. Defisit neraca dagang empat bulan pertama tahun ini pun membengkak dari US$ 1,40 miliar menjadi US$ 2,56 miliar.

Pembengkakan defisit neraca dagang mendorong Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) dari 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 3%. "Perlambatan global semakin lama semakin berat untuk ekspor jadi kami realistis CAD 2,5%–3% dari PDB," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo, (16/5).

Bersamaan dengan itu, BI juga memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Semula, BI cukup optimistis pertumbuhan ekonomi 2019 di kisaran 5%–5,4%. "BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berada di bawah titik tengah kisaran 5%–5,4%," papar Perry.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menegaskan pemerintah terus mewaspadai eskalasi perang dagang Amerika Serikat dan China. Menkeu melihat situasi saat ini mirip 2014-2015, ketika ekspor dan impor merosot. "Kami harus mulai waspada faktor eksternal ekspor impor pertumbuhannya negatif," katanya.

Dampak langsungnya, pendapatan negara dari kegiatan ekspor impor tahun ini tidak akan seperti tahun lalu. Selain itu hal ini sebagai akibat harga komoditas cenderung murah. Walhasil penerimaan negara dari perpajakan per April 2019 sebesar Rp 436,4 triliun, atau turun 4,7% secara year on year (yoy).

Mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri menganalisa, perang dagang membawa dampak yang rumit bagi Indonesia. Neraca transaksi berjalan akan meningkat, sehingga menyulitkan perekonomian nasional. BI merespon hal ini dengan menahan suku bunga acuan.

Di sisi lain, perang dagang menyebabkan harga komoditas di pasar global susah naik. Ini mengancam penerimaan negara, sehingga kemampuan fiskal untuk mendorong perekonomian juga terbatas.

Akibatnya investasi juga terganggu. "Padahal, kunci utama untuk mengatasi efek perang dagang bagi Indonesia adalah investasi. Pemerintah harus mempercepat investasi langsung dari luar negeri (foreign direct investment)," kata Chatib, (16/5).

Tapi, upaya mendorong investasi tidak gampang. Ada masalah principal agent problem antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat tidak bisa mengontrol pemda, sehingga timbul banyak aturan penghambat investasi.

Karena itu perlu skema insentif kepada daerah yang bisa menjaga iklim investasi dengan memanfaatkan dana lokasi khusus (DAK).

Bagikan

Berita Terbaru

Semakin Besar Berkat Perkembangan E-Commerce
| Minggu, 29 Juni 2025 | 11:00 WIB

Semakin Besar Berkat Perkembangan E-Commerce

Tren grocery delivery meningkatkan kebutuhan cold chain logistics. Lalu, seperti apa potensi pasar industri ini?   

Profit 26,59% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Tak Bergerak (29 Juni 2025)
| Minggu, 29 Juni 2025 | 10:17 WIB

Profit 26,59% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Tak Bergerak (29 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (29 Juni 2025) Rp 1.907.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 29,70% jika menjual hari ini.

Penjualan Lewat Agen Mulai Redup, Asuransi Cari Celah Lain
| Minggu, 29 Juni 2025 | 10:00 WIB

Penjualan Lewat Agen Mulai Redup, Asuransi Cari Celah Lain

Pendapatan premi dari tangan-tangan agen asuransi terus susut seiring dengan perkembangan teknologi digital.        

Bukan Penghasilan Besar, tapi Pengeluaran Cerdas
| Minggu, 29 Juni 2025 | 09:00 WIB

Bukan Penghasilan Besar, tapi Pengeluaran Cerdas

Membedakan kelas miskin, menengah dan kaya, bukan dari penghasilannya saja, tapi juga dari pengeluarannya.

Pinjam Modal dari Sekuritas, Alternatif bagi Investor Bermodal Cekak
| Minggu, 29 Juni 2025 | 08:05 WIB

Pinjam Modal dari Sekuritas, Alternatif bagi Investor Bermodal Cekak

Agar cuan, alih-alih boncos. Cermati syarat serta ketentuan fee, sebelum menggunakan "pinjaman modal" dari sekuritas.

Atasi Darurat Sampah dengan Penghasil Setrum
| Minggu, 29 Juni 2025 | 07:10 WIB

Atasi Darurat Sampah dengan Penghasil Setrum

Pemerintah kembali mengupayakan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa yang sempat mandek. 

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:15 WIB

Transformasi Bisnis Kopi, Bukan Sekadar Teman Begadang

Kedai kopi kini bukan sekadar tempat minum. Ia menjelma jadi ruang sosial, kantor sementara, tempat pelarian, hingga lad

 
Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis
| Minggu, 29 Juni 2025 | 05:10 WIB

Meracik Bisnis Minuman biar Tetap Manis

Minuman boba dan es teh masih jadi favorit konsumen di Indonesia. Munculnya pemain baru di sektor ini mendorong pelaku u

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

INDEKS BERITA

Terpopuler