Pilihan Mata Uang di Tengah Krisis Energi dan Inflasi Tinggi

Kamis, 31 Maret 2022 | 04:20 WIB
Pilihan Mata Uang di Tengah Krisis Energi dan Inflasi Tinggi
[]
Reporter: Aris Nurjani | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Asia kompak melemah terhadap dollar AS dalam sebulan terakhir. Pelemahan terbesar dialami oleh yen Jepang yang melemah 5,61%, sementara  baht melemah 1,96% dalam sebulan terhadap dollar AS. 

Yen paling tertekan karena Jepang merupakan importir gas dan minyak, sehingga ketika harga minyak naik maka membebani anggaran. Ditambah Bank of Japan (BoJ) bersikap dovish dan masih membeli aset dalam skala besar.

Poundsterling juga sempat menyentuh level terendah hampir dua minggu karena memiliki sentimen yang sama. "Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga mencapai 0,75% yang sempat mengangkat poundsterling," ucap Alwi Assegaf, Analis Global Kapital Investama, kemarin. 

Baca Juga: Harga Komoditas Naik, Kurs CAD, AUD dan NZD Ungguli Dolar AS

Tapi setelah rapat bulanan, BoE mulai bersikap hati-hati. Bahkan Gubernur BoE mengatakan adanya perlambatan ekonomi akibat kenaikan inflasi ditambah beban kenaikan harga minyak. Hal ini membuat poundsterling melemah.

Para analis kompak mengatakan jika mata uang komoditas akan menjadi mata uang paling defensif ke depan. Alwi mengatakan, dollar Kanada (loonie), dollar Australia (ausie), dan dollar Selandia Baru (kiwi) menjadi mata uang paling menarik karena didorong krisis energi akibat konflik Rusia-Ukraina. "Kenaikan harga komoditas akan berpengaruh pada devisa," ujar dia.

Alwi bilang, Kanada merupakan produsen minyak terbesar. Sementara ausie akan diuntungkan kenaikan harga bijih besi begitu pula Selandia Baru. "Bank of Canada (BoC) dan Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) juga mengadopsi sikap hawkish," kata dia.

Baca Juga: Tolak Membayar dalam Rubel, Jerman Bersiap Melakukan Penjatahan Listrik

Kedua bank sentral ini sudah lebih dulu menaikkan suku bunga sebelum The Fed. Suku bunga BoC saat ini di level 0,5% dan diperkirakan naik ke 1,25% di tahun ini dan 1,75% di tahun 2023. Sementara suku bunga RBNZ saat ini mencapai 1% dan masih membuka ruang untuk naik lagi.

Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin menilai, mata uang yang defensif terhadap kenaikan suku bunga The Fed adalah major currency seperti euro dan poundsterling. BoE sudah menaikkan suku bunga tiga kali. Sedangkan European Central Bank (ECB) akan segera menaikkan suku bunga.

Terlihat sinyal profit taking jangka pendek atas yen. Sedangkan USD/JPY masih bearish dan bisa naik ke 125, dari posisi kemarin per pukul 18.16 WIB di level 121,84.

Nanang menambahkan, dollar AS juga masih menjadi aset yang aman karena mata uang ini mulai menguat di tengah berkurangnya kecemasan terhadap geopolitik. Prediksi dia, indeks dollar akan membuka zona baru di level 100.

Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 14.344 Per Dolar AS Pada Hari Ini (30/3)

Bagikan

Berita Terbaru

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini
| Selasa, 23 Desember 2025 | 11:58 WIB

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini

Saham ritel berpotensi bangkit di sisa 2025. Simak proyeksi pertumbuhan laba 2026 dan rekomendasi saham ACES, MIDI, hingga ERAA.

Niharika Yadav: Inflasi Medis Masih Jadi Tantangan ke Depan
| Selasa, 23 Desember 2025 | 11:40 WIB

Niharika Yadav: Inflasi Medis Masih Jadi Tantangan ke Depan

Penerapan sejumlah regulasi baru dan tingginya inflasi medis akan mempengaruhi bisnis asuransi jiwa di Indonesia di 2026

Laba Melonjak 51% tapi Saham DSNG Justru Tergelincir, Saatnya Masuk Atau Wait & See?
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:17 WIB

Laba Melonjak 51% tapi Saham DSNG Justru Tergelincir, Saatnya Masuk Atau Wait & See?

Prospek kinerja DSNG di 2026 dinilai solid berkat profil tanaman sawit muda dan permintaan CPO yang kuat.

OJK dan KSEI Meluncurkan Integrasi Sistem Perizinan Reksadana
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:15 WIB

OJK dan KSEI Meluncurkan Integrasi Sistem Perizinan Reksadana

Langkah ini  untuk menyederhanakan proses, meningkatkan kepastian layanan, dan memperkuat tata kelola pendaftaran produk investasi reksadana. 

Anak Usaha DOID Perpanjang Kontrak DOID di Tambang Blackwater, Nilainya Segini
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:11 WIB

Anak Usaha DOID Perpanjang Kontrak DOID di Tambang Blackwater, Nilainya Segini

Kontrak tersebut terkait tambang Blackwater. Perpanjangan kontrak yang diperoleh pada 21 Desember 2025 tersebut bernilai sekitar A$ 740 juta. 

Emiten Semen Bisa Pulih Secara Bertahap, Simak Rekomendasi Sahamnya
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:45 WIB

Emiten Semen Bisa Pulih Secara Bertahap, Simak Rekomendasi Sahamnya

Emiten sektor semen berpeluang memasuki fase pemulihan pada 2026 setelah melewati tahun yang menantang.

Tax Holiday Deras, Investasi IKN Terkuras
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:43 WIB

Tax Holiday Deras, Investasi IKN Terkuras

Tercatat 290 perusahaan memperoleh tax holiday, dengan 102 perusahaan telah beroperasi dan merealisasikan investasi sebesar Rp 480 triliun.

Produksi Nikel di 2026 Dibatasi, Saham NCKL, INCO, HRUM, hingga ANTM Makin Seksi
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:43 WIB

Produksi Nikel di 2026 Dibatasi, Saham NCKL, INCO, HRUM, hingga ANTM Makin Seksi

Kebijakan pemangkasan produksi nikel oleh Pemerintah RI diharapkan mendongkrak harga sehingga akan berefek positif ke emiten.

ASII Masih Melirik Peluang Bisnis di Sektor Kesehatan
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:42 WIB

ASII Masih Melirik Peluang Bisnis di Sektor Kesehatan

Hingga saat ini, total investasi Grup Astra di bidang jasa kesehatan telah mencapai sekitar Rp 8,6 triliun.

Likuiditas Melimpah, Riil Masih Lemah
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:39 WIB

Likuiditas Melimpah, Riil Masih Lemah

Kenaikan M2 lebih banyak ditopang oleh peningkatan uang kuasi, terutama simpanan berjangka dan tabungan di perbankan. ​

INDEKS BERITA

Terpopuler