KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis infrastruktur dan konstruksi di Indonesia diperkirakan stagnan di 2022. Potensi pertumbuhan kinerja emiten konstruksi hanya berasal dari proyek infrastruktur ibukota negara (IKN) baru yang bisa mengerek kontrak baru.
Analis CGS CIMB Sekuritas Aurelia Barus dalam riset menulis, realisasi kontrak baru empat kontraktor BUMN pada kuartal I-2022 secara total meningkat 99% secara year on year (yoy) menjadi Rp 22,3 triliun. Menurut analis, realiasi ini di atas perkiraan, tetapi sejalan dengan proyeksi CGS CIMB Sekuritas.
Menurut Aurelia, kontrak yang didapat pada kuartal I-2022 sebagian besar merupakan kontrak tertunda yang harusnya dilaksanakan pada 2021. "Kami mempertahankan proyeksi kontrak sepanjang 2022 dan tidak mengubah perkiraan proyeksi perolehan kontrak baru sebesar Rp 98 triliun," ujar dia.
Baca Juga: Kementerian PUPR Selesaikan Pembangunan Tiga Jembatan Gantung di Jawa Tengah
Hingga kuartal I lalu, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan kontrak baru senilai Rp 3,9 triliun atau naik 30% secara tahunan. PT PP Tbk (PTPP) mencatatkan kontrak baru senilai Rp 3,1 triliun di kuartal I-2022, naik 24% secara tahunan.
Sementara, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mencatatkan kontrak baru senilai Rp 5,7 triliun pada kuartal I-2022, atau naik 417% secara tahunan. Lalu WIKA pada kuartal I-2022 mencatatkan kontrak baru Rp 9,6 triliun atau naik 108% secara tahunan.
Aurellia memandang, risk-reward sektor ini masih tidak menarik. ''Agar sektor ini menjadi menarik maka return on equity (ROE) perlu kembali ke dua digit," terang dia. Untuk mencapai ini, Aurelia mengatakan, emiten konstruksi BUMN perlu menaikkan kontrak baru dua-tiga kali lipat lebih tinggi dari saat ini. Namun, seiring keterbatasan anggaran infrastruktur, kondisi ini tentu sulit untuk tercapai.
Kepastian pengembangan ibukota baru dinilai masih akan memberi keuntungan pendapatan kontrak baru. Tapi menurut Aurelia, IKN pun tidak cukup untuk mengangkat ROE kembali ke tingkat dua digit.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Joshua Michael menghitung, kontrak baru emiten kontruksi BUMN sepanjang 2022 akan tumbuh 15% secara tahunan. Menurut dia, suntikan penyertaan modal negara (PMN) ke beberapa BUMN pada 2021-2022 seharusnya bisa mendorong pertumbuhan kontrak baru kontraktor BUMN sepanjang tahun ini.
Saat ini, Indonesia Investment Authority (INA) telah mengamankan investasi sekitar Rp 75 triliun dan memperoleh komitmen investasi sebanyak US$ 10 miliar dari UEA. Joshua menilai, hanya tinggal masalah waktu bagi investasi INA masuk ke sektor infrastruktur domestik.
Baca Juga: PT PP (PTPP): Ada 8 Investor yang Teken Kontrak untuk Berinvestasi di KIT Batang
Pembuatan jalan tol adalah salah satu yang paling ditunggu di sektor ini, selain investasi di bandara dan pelabuhan. "Di antara semua kontraktor BUMN, WSKT menjadi penerima manfaat utama dari investasi INA yang dapat direalisasikan pada tahun 2022 untuk pembukaan jalan tol," ucap Joshua.
Suku bunga
Joshua juga berpendapat sumber proyek besar yang bisa meningkatkan kinerja perusahaan kontraktor BUMN tahun ini hanyalah pengembangan IKN baru di Kalimantan Timur. Pemerintah mengandalkan swasta dan BUMN menanggung 80% dari biaya konstruksi, yang diperkirakan Rp 466 triliun.
Joshua percaya, bila peraturan tentang ibukota baru diberlakukan dan pengembangan kegiatan persiapan telah dimulai, seharusnya bisa meningkatkan minat investor pada mega proyek ini. "Ini dapat memberikan peluang bagi kontraktor BUMN untuk mendapatkan tambahan kontrak baru, setidaknya sampai 2024," kata Joshua.
Analis Kanaka Hita Solvera Andika Cipta Labora menambahkan, rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga bisa membebani emiten konstruksi. Terutama emiten dengan beban utang tinggi. Dia memperkirakan, tahun ini kinerja keuangan emiten konstruksi masih stagnan. "Kinerjanya tak jauh berbeda seperti 2021," ujar Andika.
Faktor lain yang bisa mendukung kinerja adalah perubahan status pandemi menjadi endemi. "Status ini akan membuat pembangunan konstruksi yang tertunda, berjalan lagi," kata Andika.
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Raih Pendanaan Rp 3,28 Triliun