Berita Rekomendasi

Prospek Saham Tower Bersama (TBIG) Tahan Diterjang Tren Bunga Tinggi

Selasa, 22 November 2022 | 04:25 WIB
Prospek Saham Tower Bersama (TBIG) Tahan Diterjang Tren Bunga Tinggi

Reporter: Nur Qolbi | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren bunga acuan yang terus naik diprediksi tidak akan banyak menekan kinerja emiten menara: PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Sebab, emiten ini telah mengurangi porsi utang sejak dua tahun lalu. 

Analis Sucor Sekuritas Christofer Kojongian dalam riset 30 September 2022 menyebut, sejak tahun 2020, TBIG telah memperoleh pendanaan dari obligasi,  pinjaman, dan notes sekitar Rp 34 triliun. Pinjaman tersebut, menurut dia, memberi bunga jauh lebih rendah dibanding sebelum tahun 2020.

Bunga obligasi dalam dollar AS TBIG di 2015-2019 pada level 5,25%. Sedang, bunga obligasi dollar AS milik TBIG sejak tahun 2020 di kisaran di 2,75%-4,25%. 

Baca Juga: Kinerja Saham TOWR dan TBIG Negatif Pada Oktober 2022, Simak Prospeknya ke Depan

Tak hanya obligasi dalam dollar AS yang dipangkas. Christofer menyebut, bunga obligasi TBIG dalam mata uang rupiah sejak 2020 berada di kisaran 3,60%-8,00% per tahun. Bunga tersebut lebih rendah dari periode 2015 - 2019 yang memberi bunga 8,00%-9,25% per tahun. 

Selain itu, Christofer menyebut, TBIG cukup percaya diri dengan strategi pertumbuhan organik di saat para pesaing utamanya melakukan ekspansi anorganik secara agresif. Meskipun begitu, TBIG justru mencatatkan pertumbuhan tenant yang lebih tinggi ketika membangun menara sendiri. 

Saat melakukan akuisisi menara pada tahun 2018 dan 2021, tingkat pertumbuhan tenant TBIG malah lebih rendah dari tingkat pertumbuhan menaranya. "Kami yakin, dengan strategi pertumbuhan organik yang lebih efisien, TBIG dapat bersaing di bisnis menara," tulis Christofer.

Permintaan data besar

TBIG juga memiliki margin EBITDA dan tenancy ratio (rasio kolokasi) paling tinggi dibanding perusahaan menara lainnya dalam beberapa tahun terakhir. Per semester I-2022, margin EBITDA TBIG berada di 87,4% dengan rasio kolokasi 1,9 kali.

Menurut Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Hardy dalam riset 19 Oktober 2022, masih banyak ruang bagi TBIG untuk bertumbuh. "Hal tersebut seiring dengan permintaan data yang diperkirakan terus naik sehingga membutuhkan lebih banyak infrastruktur menara dan serat optik melalui perluasan built-to-suit dan co-location," kata dia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari industri informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 10,6% CAGR dalam delapan tahun terakhir, dari Rp 369,5 triliun pada 2014 ke Rp 748,8 triliun pada 2021. Pertumbuhan ini mengindikasikan potensi pasar yang sangat besar dimana 54% populasi Indonesia didominasi oleh generasi Z dan milenial yang lebih tech-savvy.

Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) Menerbitkan Obligasi Rp 1 Triliun Untuk Refinancing

 Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menilai, secara valuasi saham TBIG masih mahal. Apalagi, laba bersih emiten ini berpotensi akan tergerus dengan pergerakan suku bunga dan depresiasi nilai tukar rupiah terutama pada kuartal ketiga di tahun ini. "Kami merasa harga saat ini masih belum murah sehingga rekomendasi cenderung wait and see dulu," ucap Pandhu.

Ke depannya, pelaku pasar perlu mencermati dampak perubahan makroekonomi pada kinerja kuartal III dan IV tahun 2022 dan seberapa kuat perusahaan dapat mempertahankan labanya. Pandhu menyarankan hold dengan target harga TBIG di Rp 2.210. "Sambil menunggu rilis laporan keuangan per kuartal III-2022, level tersebut dipantau sebagai support rawan," kata dia.

Kalau Christofer merekomendasikan, buy saham TBIG dengan target harga Rp 3.300 per saham. Sementara Robertus merekomendasikan buy dengan harga Rp 3.200.
Menurut Robertus, margin EBITDA TBIG merupakan yang tertinggi, yakni di 87,2%. Sementara itu, margin EBITDA PT Sarana Menara Telekomunikasi Tbk (TOWR) berada di 84,7% dan margin EBITDA PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) di 76,5%.

Namun valuasi saham TBIG tertinggi dibanding dua pesaing utamanya dengan EV/EBITDA 15,1 kali. Sementara itu, TOWR mempunyai EV/EBITDA sebesar 11 kali, dan MTEL 10,5 kali.         

Baca Juga: Laba Tower Bersama (TBIG) Ditopang Bisnis Sewa Menara  

Terbaru