Rahasia Sukses Investasi ala Peter Lynch #1

Senin, 20 September 2021 | 07:00 WIB
Rahasia Sukses Investasi ala Peter Lynch #1
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada satu kalimat terkenal yang diucapkan oleh Peter Lynch, seorang tokoh investasi populer. "Investing without research is like playing poker and never looking at the cards," cetus Lynch.

Selain Warren Buffett, Peter Lynch adalah tokoh investasi idola saya. Berbeda dengan Buffett, Peter Lynch adalah seorang fund manager yang tugasnya mengelola dana orang lain.

Ia mengawali karier sebagai pegawai magang di Fidelity Investments pada 1966. Tahun 1977 ia dipercaya sebagai fund manager yang mengelola reksadana Magellan Fund senilai US$ 18 juta. Saat Lynch pensiun tahun 1990, nilai aset Magellan fund telah tumbuh menjadi sekitar US$ 14 miliar.

Selama periode tersebut, Magellan Fund memberikan rata-rata imbal hasil 29,2% per tahun. Ini jauh di atas rata-rata imbal hasil portofolio pasar (diukur dengan S&P 500), yang hanya 11% per tahun.

Baca Juga: Adakah Investor Strategis Menjadi Penjamin Rights Issue BNBA? Ini Jawaban Manajemen

Selama 13 tahun tersebut, 11 tahun Lynch berhasil mengalahkan pasar atau istilah bekennya beat the market. Artinya imbal hasil reksadana yang ia kelola melebihi imbal hasil pasar (S&P 500). Tak heran saat ia memutuskan pensiun sebagai fund manager, banyak investor yang merasa kehilangan. Siapa lagi yang dapat memberikan imbal hasil 29,2% per tahun kecuali Peter Lynch?

Beruntunglah para investor karena Peter Lynch suka berbagi ilmu. Ada sebuah buku investasi yang ditulisnya bersama John Rothchild. Judulnya adalah "One Up on Wall Street" (1989). Mari kita belajar sejurus dua jurus dari Lynch melalui buku ini.

Salah satu jurus investasi saham, menurut Lynch, sebelum sibuk menganalisis saham yang ingin dibeli, seorang investor harus menganalisis dirinya sendiri. Seperti kata Sun Tzu, ahli perang Tiongkok kuno, kenalilah kekuatan dirimu, kenalilah kekuatan musuhmu, niscaya engkau akan memenangkan banyak peperangan.

Menurut Lynch, seorang investor saham yang sukses harus memiliki karakter sebagai berikut. Pertama, kesabaran (patience). Berinvestasi di saham membutuhkan waktu bagi perusahaan untuk bertumbuh.

Baca Juga: Ramai-ramai Penuhi Modal Inti Rp 2 Triliun, BNBA dan BINA Gelar Rights Issue

Sebagai contoh, investor sukses Lo Kheng Hong juga dikenal dengan kesabarannya dalam berinvestasi saham. Sebagian saham yang memberikan imbal hasil besar adalah saham yang dipegang lebih dari dua tahun.

Bahkan Lo Kheng Hong tidak hanya sabar dalam memegang saham. Dia juga sabar dalam proses mencari sebuah saham yang bagus. Sangat sabar dalam menganalisis saham tersebut secara detail. Jika dia sudah menemukan saham perusahaan bagus, ia juga sabar menunggu sampai harganya "bagus", sebelum mulai membeli.

Kedua, kemandirian (self reliance). Lo Kheng Hong adalah investor yang sangat mandiri. Ia menganalisis sendiri saham dengan membaca laporan keuangan, berita, aksi korporasi, dan sebagainya. Ia tidak mudah terpengaruh opini orang lain seperti analis, pakar saham, pakar ekonomi, dan sebagainya.

Suatu ketika ia ingin membeli saham batubara. Brokernya yang MBA dan lulusan luar negeri menyarankan agar ia tidak membeli saham batubara, karena masa depannya suram. Lo Kheng Hong tetap keukeuh membeli saham tersebut, yang harganya Rp 100 per saham. Dua tahun kemudian saham tersebut terbang menjadi Rp 4.400. 

Baca Juga: Grup Band dan Pengusaha Mulai Keranjingan Bisnis Rokok Elektronik

Pengalaman Lo Kheng Hong ini mirip saat Warren Buffett dan Charlie Munger membeli saham Coca Cola pada saat mayoritas analis saham dan pelaku pasar memiliki konsensus bahwa harga saham Coca Cola sudah kemahalan. Terbukti Buffett yang benar.

Salah satu penyebab kegagalan berinvestasi adalah tidak menganalisis sendiri saham yang ingin dibeli. Investor yang hanya mengikuti rekomendasi atau tindakan orang lain biasanya mudah goyah ketika saham tersebut turun harganya. 

Ketiga, toleransi terhadap rasa sakit (tolerance for pain). Setiap orang memiliki tolerance for pain yang berbeda. Ada orang yang kena tusuk jarum saja sudah pingsan. Ada yang tangannya berdarah-darah tapi masih tenang.

Demikian pula dengan investor saham. Ada yang tidak tahan ketika sahamnya baru rugi 5%. Ketika rugi mencapai 10% lebih, mulai tidak bisa tidur dan nafsu makan menurun. Namun ada pula investor yang tetap bisa hidup normal ketika sahamnya sudah turun lebih dari 30%.

Baca Juga: Kenaikan Harga Minyak Sawit Memoles Kinerja SAMF

Lo Kheng Hong pernah membeli saham BUMI dan mengalami penurunan harga lebih dari 80%. Ia tidak melakukan cut loss dan tetap tenang (tidak stress), meskipun floating loss lebih dari Rp 100 miliar.

Lo Kheng Hong bahkan melakukan averaging down saham ini, atau membeli lagi saat harga saham turun di bawah harga beli. Akhirnya setelah hampir 1,5 tahun, saham BUMI berhasil naik kembali dan Lo Kheng Hong masih bisa mendapat keuntungan yang lumayan.

Keempat, kemauan untuk melakukan riset secara independen. Berapa banyak investor yang melakukan riset secara mendalam dan independen sebelum memutuskan membeli saham? Lo Kheng Hong pernah mengatakan kepada saya bahwa kemungkinan besar kurang dari 5% investor yang mau membaca laporan keuangan atau laporan tahunan perusahaan sebelum memutuskan membeli saham.

Saat membeli saham UNTR di tahun 1998 silam, Lo Kheng Hong membaca sendiri laporan keuangan perusahaan tersebut. Makanya dia tahu, meskipun UNTR masih mengalami kerugian hingga Rp 1 trilliun, namun ternyata laba operasionalnya masih positif Rp 1 trillun. Ia berhasil menemukan Mercy seharga Bajaj, berkat riset secara independen.

Intinya, menurut Lynch, jika seseorang tidak memiliki keempat karakter tersebut, sebaiknya berpikir lebih lanjut untuk menjadi investor saham.

Selanjutnya: Tahun Rekor di Pasar Keuangan, Ini Berbagai Rekor di Pasar Saham dan Obligasi

 

Bagikan

Berita Terbaru

Meski BI Rate Dipangkas 150 Basis Poin, Bunga Kredit Baru Turun 15 Basis Poin
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:31 WIB

Meski BI Rate Dipangkas 150 Basis Poin, Bunga Kredit Baru Turun 15 Basis Poin

BI rate turun agresif, tapi bunga kredit masih tinggi. Transmisi kebijakan moneter ke perbankan berjalan lambat pada tahun ini.

Fase Konsolidasi & Efek Profit Taking, Inflow ETF Bitcoin dan Ethereum Terus Menurun
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 09:21 WIB

Fase Konsolidasi & Efek Profit Taking, Inflow ETF Bitcoin dan Ethereum Terus Menurun

Penurunan dana ETF kripto belakangan ini juga lebih mencerminkan sikap hati-hati investor menjelang akhir tahun.

Bisnis Pengelolaan Dana Nasabah Tajir di Bank Semakin Bersinar
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:55 WIB

Bisnis Pengelolaan Dana Nasabah Tajir di Bank Semakin Bersinar

Bisnis wealth management atau pengelolaan dana nasabah tajir perbankan terus menunjukkan pertumbuhan positif.​

Permintaan Masih Lemah, Kredit Korporasi Goyah
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:50 WIB

Permintaan Masih Lemah, Kredit Korporasi Goyah

​Permintaan kredit perbankan di segmen debitur korporasi masih lemah karena pelaku usaha korporasi masih wait and see

Prospeknya Seksi, Setelah TOBA & MHKI, SPMA juga Bakal Masuk Bisnis Pengolahan Limbah
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:30 WIB

Prospeknya Seksi, Setelah TOBA & MHKI, SPMA juga Bakal Masuk Bisnis Pengolahan Limbah

Untuk memuluskan agenda ekspansi, SPMA bakal menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Oktober 2025. ​

Timah (TINS) Cari Mitra Penambangan di Laut
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:20 WIB

Timah (TINS) Cari Mitra Penambangan di Laut

Inisiatif tersebut diharapkan dapat mendorong partisipasi pelaku usaha sekaligus memastikan pengelolaan SDA dilakukan secara bertanggung jawab.

Produsen Optimistis Bisa Capai Target
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:16 WIB

Produsen Optimistis Bisa Capai Target

Asus Indonesia sangat optimistis dapat menuntaskan target penjualan 1 juta unit laptop hingga akhir 2025,

Tren Gerai Restoran Siap Saji Mulai Bergeser
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:14 WIB

Tren Gerai Restoran Siap Saji Mulai Bergeser

Perubahan strategi gerai cepat saji yang kini lebih banyak bermigrasi ke lokasi suburban dan food court

Ekosistem Industri Udang Indonesia Terguncang
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:11 WIB

Ekosistem Industri Udang Indonesia Terguncang

Industri udang nasional terdampak tarif tinggi Trump dan isu pencemaran radioaktif sehingga mengguncang ekosistem udang dari hulu hingga hilir

Penambang Nikel Ingin Aturan DHE Diperlonggar
| Jumat, 24 Oktober 2025 | 08:07 WIB

Penambang Nikel Ingin Aturan DHE Diperlonggar

Bagi perusahaan yang mengekspor produk olahan seperti ferronickel dan stainless steel, aturan sekarang cukup memberatkan.

INDEKS BERITA