KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah gencar merealisasikan pembangunan 3 juta rumah dalam setahun untuk menutup backlog kebutuhan rumah sekitar 12 juta rumah di Indonesia.
Namun keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala. Sebagai alternatif, peran rakyat dapat diberdayakan. Salah satunya di program tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Tapera saat ini masih menjadi isu menarik. Persepsi masyarakat terhadap isu pemberlakuan Tapera sangat kentara di berbagai media sosial (medsos). Hampir setiap medsos mempersepsikan negatif implementasi program Tapera.
Di sisi lain, hasil jajak pendapat masyarakat, menunjukkan tidak setuju dan tidak akan mengikuti program Tapera. Sebagian besar beralasan karena akan membebani akibat kewajiban potongan gaji sebesar 2,5%.
Kelompok ini relatif besar yaitu 52,8%. Alasan tidak ingin mengikuti program Tapera karena alasan sudah memiliki rumah, sebesar 17,4%. Sedangkan ketidakpercayaan dan menganggap manfaat program Tapera belum jelas, sebesar 9,9%.
Selain itu, faktor-faktor non ekonomi juga muncul dari beberapa pihak. Salah satunya tuntutan lembaga pengelola (BP Tapera) yang harus profesional serta memastikan transparansi penggunaan dana serta administrasi yang efisien. Efektivitas dan tepat sasaran dana Tapera secara jangka panjang juga menjadi tuntutan masyarakat.
Rencana implementasi Tapera di Indonesia ternyata mempunyai banyak hambatan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya literasi masyarakat akan isu penerapan progam Tapera tersebut.
Artinya sosialisasi penerapan program Tapera masih belum optimal. Beberapa bukti lainnya menunjukkan bahwa hampir semua lembaga, perusahaan-perusahaan swasta misalnya tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai skema program Tapera.
Reformulasi Tapera
Nah, sebagai solusi dan strategi untuk mengantisipasi berbagai hambatan tersebut, salah satu di antaranya melalui aksi perbaikan/reformulasi implementasi program Tapera. Ini meliputi beberapa sisi, baik sisi finansial, operasional dan birokrasi/politis.
Reformulasi dari sisi finansial akan berkaitan dengan proses kepesertaan atau keanggotaan dan manfaat Tapera. Pilihan perlunya iuran kepesertaan menjadi wajib ataukah sukarela menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal ini penting bagi peserta Tapera khususnya yang berkasta rendah, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), bagaimana kemampuan mereka secara finansial. Dan, bagi non MBR, bagaimana mereka mau menjadi peserta. Hal-hal apa saja yang menarik bagi mereka.
Sementara, potensi nilai uang kepesertaan non-MBR jauh lebih banyak dibandingkan nilai uang kepesertaan dari MBR.
Sedangkan alternatif besaran iuran tiap kelompok dapat juga di buat berbeda, seperti iuran progresif, flat maupun disesuaikan dengan kelompok secara proporsional. Pada karyawan swasta non-MBR perlu diakomodasi menjadi peserta Tapera, karena potensi dana mereka yang akan terkumpul.
Namun permasalahannya bagaimana agar mereka mau menjadi peserta Tapera. Pada umumnya kasta non-MBR, mereka sudah mampu/mandiri dalam kepemilikan rumah.
Oleh karena itu, mekanisme operasional berupa pemupukan dana, hendaknya mempunyai gain/return yang menjanjikan bagi kalangan non-MBR. Termasuk mendorong mereka untuk berkontribusi memupuk semangat gotong royong mereka berbangsa dan bernegara.
Reformulasi dari sisi operasional ini tentu akan berkaitan dengan proses operasional BP Tapera sebagai pengelola Tapera.
Pada reformulasi operasional ini akan berhubungan dengan beberapa hal, antara lain dalam pelaksanaannya memahami bagaimana implementasi Tapera dapat melihat situasi dan kondisi masyarakat (public atmosphere).
Keinginan masyarakat akan perumahan yang murah dan terjangkau. Demikian juga dalam operasional program Tapera telah didetailkan hak dan kewajiban anggota peserta. Demikian juga diperhitungkan efektivitas dalam pelaksanaan program Tapera.
Salah satu hal penting juga adalah bahwa pelaksanaan program Tapera tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Akan tetapi harus menjadi program yang bersinergi, semua stakeholder dan pihak yang terkait saling mendukung kebijakan ini. Kebijakan institusi harus terintegrasi dengan kebijakan lainnya.
Stakeholder program Tapera harus bersinergi, baik Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, sektor perbankan dan BP Tapera sebagai pelaksana, termasuk developer.
Sebagai gambaran, bentuk sinergi misalnya para peserta Tapera dari kalangan MBR selain akan mendapatkan fasilitas kepemilikan rumah, juga akan mendapatkan fasilitas prakerja/pelatihan kerja, mendapatkan fasilitas program transmigrasi, kredit murah dan lain-lain.
Insentif ini diharapkan berguna sebagai buffer bila mereka mengalami pemutusan hubungan kerja.
Dalam pelaksanaannya, keberhasilan program Tapera akan tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap institusi pelaksananya.
Preseden buruk beberapa kejadian yang telah dialami di beberapa institusi pemupukan dana seperti Asabri, Jiwasraya, Taspen dan dana pensiun lainnya menjadi cambuk perbaikan tingkat kepercayaan (trust) bagi para peserta.
Reformulasi yang ketiga, dari sisi politis. Maksudnya di sini adalah penerapan program Tapera tentu harus melakukan harmonisasi regulasi/birokrasi dan peraturan yang selaras. Implementasi program Tapera akan lebih berhasil manakala diluncurkan pada saat (timing) yang tepat.
Sebagai contoh, pada saat isu yang rentan seperti kenaikan harga BBM, PPN 12% dan lain-lain akan menyebabkan kerentanan masyarakat terutama sentimen trust ke pemerintah.
Apalagi pada kondisi banyak temuan korupsi di beberapa lembaga seperti Taspen, Asabri, Asuransi Jiwasraya, dana pensiun BUMN dan berbagai institusi penegak hukum. Hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Di sisi lain harus dihindari kebijakan-kebijakan egosentris para stakeholder program Tapera. Masing-masing institusi berjalan sendiri-sendiri dan tidak mempertimbangkan kebijakan institusi lainnya.
Agar kebijakan program Tapera berhasil, maka diperlukan sosialisasi yang memadai, artinya dalam pelaksanaannya diperlukan good public speaking yang andal. Pemerintah juga selalu konsisten dengan semua hak-hak peserta program Tapera.
Branding dan wrapping dalam penyampaian informasi dan sosialisasi program Tapera kepada masyarakat juga sangat diperlukan, bila perlu dapat merekrut para influencer (buzzer).
Ke depan mudah-mudahan setiap stakeholder baik lembaga maupun kementerian secara terpadu melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Termasuk melakukan berbagai inovasi yang mengarah pada tujuan bersama yaitu memberikan layanan dan terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi MBR.