Regulasi Belum Efektif, Industri Kaca Masih Terhimpit

Rabu, 06 Februari 2019 | 08:44 WIB
Regulasi Belum Efektif, Industri Kaca Masih Terhimpit
[]
Reporter: Agung Hidayat | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca lembaran dalam negeri masih menghadapi tantangan berat. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/2018 yang bertujuan menghambat masuknya kaca lembaran impor rupanya hingga kini belum memberikan efek positif yang signifikan.

Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mencatat, porsi kaca lembaran impor mencuil 15% kebutuhan nasional. Adapun permintaan kaca lembaran di dalam negeri mencapai 750.000 ton. Total kebutuhan kaca lembaran nasional tersebut sebenarnya masih di bawah total kapasitas terpasang produksi dalam negeri yang mencapai 1,2 juta ton per tahun.

Mayoritas impor kaca lembaran berasal dari China dan Malaysia. "Dimana harga gas di sana sangat kompetitif," ujar Yustinus Gunawan, Ketua AKLP saat dihubungi KONTAN, Selasa (5/2).

Sejauh ini daya saing industri kaca lembaran dalam negeri memang masih kalah ketimbang pelaku industri di luar negeri. Pasalnya, pelaku industri dalam negeri menanggung harga gas lebih mahal. Adapun beban energi dan bahan baku mengambil porsi 40%-45% terhadap total biaya produksi. Belum lagi risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang mempengaruhi harga beli gas.

Lemahnya daya saing kemudian merembet pada rencana investasi maupun revitalisasi pabrik yang tertahan. "Sangat mungkin tertunda penyelesaiannya karena situasi belum kondusif, yakni biaya energi yang mahal dan impor," beber Yustinus.

Target stagnan

Tak ayal jika performa industri kaca lembaran tahun lalu tidak memuaskan. AKLP memperkirakan, realisasi pertumbuhan industri pada tahun lalu hanya 4,5%-5% year on year (yoy). Namun asosiasi tersebut masih menyimpan informasi besarannya.

Sementara tahun ini AKLP belum bisa menetapkan target pertumbuhan. Yang pasti, tantangan impor masih di depan mata. Perang dagang antara AS dan China menyebabkan Negeri Tembok Raksasa mencari alternatif pasar. Indonesia menjadi salah satu tujuan pasar yang menggiurkan.

Salah satu pelaku industri seperti PT Asahimas Flat Glass Tbk tampaknya juga tidak ingin terlalu agresif mematok target tahun ini. Perusahaan yang tercatat dengan kode saham AMFG di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut mematok target pertumbuhan sama dengan tahun lalu, yakni 10% (yoy).

Namun, kapasitas produksi Asahimas pada kuartal I 2019 bakal meningkat menjadi 720.000 ton per tahun. "Hal itu sejalan dengan rencana berjalannya tungku C2 pada pabrik kaca lembaran Cikampek yang mempunyai kapasitas produksi 210.000 ton per tahun," jelas Christoforus, Sekretaris Perusahaan PT Asahimas Flat Glass Tbk.

Sebagai informasi, Asahimas telah menutup fasilitas tungku F3 pabrik di Ancol, Jakarta. Perubahan tata kota mengacu Perda DKI Jakarta No 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota dan Peraturan Zonasi, mengharuskan Asahimas menutup pabrik dan memindahkan ke lokasi lain. Mereka merelokasi pabrik dari Ancol ke Cikampek, Jawa Barat.

Dalam kesempatan sebelumnya, Direktur PT Asahimas Flat Glass Tbk, Rusli Pranadi, mengatakan setiap tahun permintaan kaca nasional tumbuh 5%-6%. Permintaan kaca otomotif di atas rata-rata tersebut.

Bagikan

Berita Terbaru

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi

Ramadan yang jatuh pada pertengahan Maret 2026 berpotensi mendorong permintaan distributor terhadap barang konsumsi mulai kuartal IV-2025.

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun,  Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun, Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham

Jadwal buyback PT Astra International Tbk (ASII) direncanakan mulai 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026. ​

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan
| Selasa, 04 November 2025 | 07:09 WIB

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan

Penyebabnya beragam. Mulai dari pelemahan daya beli, depresiasi nilai tukar rupiah, hingga koreksi harga sejumlah komoditas.

Mengintip Saham ESG dalam Jajaran Blue Chip
| Selasa, 04 November 2025 | 06:59 WIB

Mengintip Saham ESG dalam Jajaran Blue Chip

Indeks ESG di bursa saham perlahan menguat. Pemicunya lebih karena rotasi pasar ke saham-saham blue chip.

INDEKS BERITA

Terpopuler