KONTAN.CO.ID - Saat ini banyak perusahaan di belahan dunia dan di Indonesia mulai menerapkan standar environmental, social and governance (ESG) dalam aktivitas bisnisnya. Standar ESG dapat dikatakan sebagai konsep maupun sistem yang menerapkan kegiatan pembangunan, keberlanjutan bisnis dan investasi, dengan tiga pilar utama, yakni lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance). Industri pasar modal pun mengadopsi standar ini dengan membuat kriteria emiten-emiten yang masuk sebagai perusahaan yang menerapkan ESG.
Standar dan konsepsi mengenai ESG dapat digunakan oleh para investor untuk menjadi salah satu pertimbangan bagi investor dalam pengambilan keputusan, apakah akan berinvestasi atau tidak dalam bisnis atau perusahaan tertentu. Sejumlah manajer investasi juga menerbitkan reksadana yang memakai prinsip ESG.
Tetapi tentu saja esensi dari berinvestasi adalah untuk mendapatkan kinerja atau return positif guna mengembangkan dana yang ada. Lalu seperti apakah kinerja investasi reksadana berbasis ESG di Indonesia hingga tahun 2022 ini?
Hingga 15 Februari 2022, terdapat 11 reksadana berbasis ESG di Indonesia dengan total dana kelolan Rp 1,63 triliun. Jumlah ini memang belum signifikan dibanding total dana kelolaan industri reksadana yang saat ini sebesar Rp 589 triliun.
Namun dana kelolaan reksadana berbasis ESG sudah tumbuh dua kali lipat sejak akhir 2020. Produk reksadana ESG sendiri didominasi oleh alokasi aset saham dan hanya ada satu reksadana bebasis pasar uang. Umumnya produk reksadana ESG berjenis ETF dengan enam produk. Disusul jenis saham dua produk serta indeks dan pasar uang masing-masing satu produk.
Untuk saham sendiri terdapat satu produk global sharia fund yang berinvestasi 100% diluar negeri dan berdenominasi dollar Amerika Serikat. Untuk jenis ETF umumnya mengikuti indeks ESG yang ada dari luar maupun dalam negeri.
Secara kinerja, terdapat dua reksadana ETF yang kinerjanya di atas IHSG. Meski demikian, hampir semua reksadana berbasis ESG kinerjanya lebih baik dari rata-rata reksadana saham.
Emiten yang menjadi bagian dari ESG umumnya adalah saham-saham bluechip dengan kapitalisasi pasar besar. Tidak heran kinerjanya tidak berbeda terlalu jauh dengan reksadana yang mengikuti indeks LQ45 atau IDX30. Dari sisi ini maka investasi berbasis ESG dapat menjadi pertimbangan sebagai diversifikasi, walau memang tidak memberikan kinerja di atas indeks-indeks berbasis likuiditas yang ada.
Tentu saja data di atas hanya memberikan gambaran kinerja jangka pendek dari reksadana berbasis ESG. Hasilnya dapat berbeda dalam jangka yang lebih panjang.
Prinsip ESG awalnya muncul karena adanya kesadaran kegiatan bisnis dan investasi tidak hanya sebatas untuk mencari keuntungan semata, tapi juga memiliki dampak yang luas terhadap lingkungan hidup dan sosial kemasyarakatan. Secara umum penerapan ESG pada emiten juga memberi keyakinan atas kerberlangsungan bisnis, sehingga cocok sebagai salah satu kriteria pemilihan investasi jangka panjang.