KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harap-harap cemas. Begitulah yang kalangan pengusaha ekspor rasakan, menyusul penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang devisa Hasil ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
Maklum, lewat beleid yang berlaku mulai 10 Januari lalu itu, pemerintah mewajibkan eksportir komoditas SDA untuk membawa pulang DHE ke dalam negeri. Alhasil, sekarang tak ada lagi pilihan bagi para eksportir untuk berkilah.
Tak main-main, PP No. 1/2019 mengatur sanksi bagi eksportir yang tidak memindahkan escrow account di luar negeri ke bank devisa di tanah air. Hukumannya, mulai tidak bisa melakukan ekspor, denda, hingga pencabutan izin usaha.
Di satu sisi, eksportir bakal mendapatkan kemudahan dalam proses pengiriman barang ke luar negeri lewat simplifikasi prosedur ekspor dan efisiensi logistik. Tapi di sisi lain, mereka juga harus membawa pulang DHE ke dalam negeri.
Pemerintah pun langsung mengebut proses kelahiran sejumlah aturan turunan PP tersebut. Berupa peraturan Bank Indonesia (PBI) dan peraturan menteri keuangan (PMK) yang sekarang sedang kami siapkan semua, kata Yati Kurniati, Direktur EksekutifKepala Departemen Statistik BI.
Rekening khusus
Menurut Yati, PBI itu akan mengatur sejumlah hal. Salah satunya tentang rekening khusus untuk menampung DHE milik eksportir. Calon aturan ini juga akan memuat tata cara perbankan menata simpanan DHE khusus SDA. Misalnya, dengan account berkode khusus supaya bisa berlaku tarif khusus atas depositonya.
Selama ini, kata Yati, belum ada rekening khusus di perbankan terkait DHE. Sehingga, bank tidak bisa mengetahui, mana saja dana DHE.
Rencana keberadaan rekening khusus langsung jadi perhatian kalangan eksportir. Yang mereka khawatirkan, rekening khusus itu otomatis berbentuk deposito berjangka.
Banyak eksportir menghindari menyimpan DHE dalam bentuk deposito lantaran tidak bisa mereka cairkan sewaktu-waktu. Kami butuh buat modal kerja yang bisa diambil kapan pun, ujar Ido Hutabarat, Ketua Umum Indonesian Mining Association (IMA).
Menurut Ido, eksportir batubara skala kecil tak mungkin menyimpan DHE dalam tempo lama di Indonesia karena membutuhkan modal kerja. Nah, kalau wajib disimpan dalam deposito sampai berbulan-bulan jelas pengusaha akan kesulitan, karena modal kerja ditahan, apalagi royalti juga bayar di muka, jelas Ido yang juga Chief Executive Officer (CEO) PT Arutmin Indonesia.
Sampai saat ini, IMA masih menunggu aturan turunan PP No. 1/2019. Hanya, Ido berharap, bakal beleid itu tidak mewajibkan pengusaha menyimpan di deposito. Boleh disimpan di rekening bank khusus atau current account yang sewaktu-waktu bisa diambil bila diperlukan, imbuhnya.
Pengusaha akan langsung menyampaikan protes jika aturan turunan tersebut kelak mewajibkan DHE disimpan dalam deposito dengan jangka waktu tertentu. Ini, kan, belum jelas beberapa dana DHE yang ditahan di sini, lalu time deposit-nya berapa, ucap Ido.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia membenarkan, banyak eksportir batubara skala kecil cemas dengan PP No. 1/2019. Meski, aturan tersebut tidak masalah bagi eksportir kelas kakap yang memiliki modal kuat, bagi perusahaan skala kecil, kebijakan itu berpotensi menyulitkan. Makanya, mereka merasa khawatir, terlebih ada sanksi, ujar Hendra.
Sayang, Yati belum mau menjelaskan lebih jauh, apakah rekening dana khusus DHE tersebut otomatis menjadi deposito atau current account biasa yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh eksportir. Yang jelas, para eksportir wajib menempatkan DHE SDA dalam rekening khusus itu paling lambat di akhir bulan ketiga setelah melakukan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.
Selain rekening khusus, PBI tersebut juga akan mengatur mekanisme pengawasan bank sentral terhadap DHE yang masuk ke rekening khusus dan penggunaannya. Sementara untuk monitoring arus dokumen hingga barang, jadi tugas Kementerian Keuangan.
PBI pun bakal memuat soal mekanisme pemberian insentif perpajakan buat eksportir yang membawa pulang DHE ke dalam negeri dan mengonversikan ke rupiah. Insentif pajak deposito akan lebih mudah, lebih cepat, lebih jelas, kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Tarif pajak tetap
Soal besaran insentif pajaknya, aturan mainnya tertuang dalam PMK. Kementerian Keuangan (Kemkeu) juga tengah merevisi peraturan mengenai insentif pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito yang jadi tempat penyimpanan DHE. Tapi, perubahan peraturan itu tidak menurunkan tarif.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu Suahasil Nazara mengungkapkan, perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016 hanya berupa pelonggaran kebijakan insentif bagi eksportir yang memperpanjang jangka waktu penempatan DHE di perbankan dalam negeri. Dan, yang memindahkannya ke deposito bank lain di Indonesia.
Kalau depositonya diperpanjang atau pindah dari satu bank ke bank lain yang ada di dalam negeri, maka boleh mendapatkan fasilitas (perpajakan) yang sama, ungkap Suahasil.
Informasi saja, ayat (2) Pasal 3 PMK No. 26/2106 menyatakan, potongan atau diskon tarif PPh final atas deposito DHE tidak berlaku jika telah melalui mekanisme perpanjangan atau dipindahkan ke bank lain.
Alhasil, Suahasil memastikan, tidak ada perubahan tarif pajak PPh final bagi deposito DHE. Nanti, ada perbaikan di PMK yang baru, tapi untuk rate akan tetap sama, tegasnya.
Pemerintah sebetulnya tidak mewajibkan DHE dikonversi ke rupiah. Artinya, eksportir tetap bisa menyimpan DHE dalam dollar Amerika Serikat (AS) melalui deposito. Toh, eksportir yang menyimpan DHE dalam mata uang negeri Uwak Sam tak akan mendapatkan diskon PPh seperti ekportir yang menyimpan DHE dalam rupiah.
Sebagai catatan, untuk DHE yang disimpan di deposito dalam dollar AS, tarif PPh final atas bunga sebesar 10% dari jumlah bruto untuk jangka waktu satu bulan. Sementara, deposito dalam rupiah, bunga hanya kena tarif PPh 7,5% untuk jangka sebulan (lihat tabel).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, perbedaan insentif yang ditawarkan bagi eksportir yang menyimpan DHE dalam mata uang rupiah dan dollar AS memang kecil, hanya 2,5%. Namun demikian, insentif tersebut sudah cukup menarik.
Tak hanya insentif, Haryadi juga menilai, sanksi dari pemerintah bagi eksportir yang tidak membawa pulang DHE ke kampung halaman sudah tepat. devisa ekspor seharusnya dibawa pulang demi memperkuat cadangan devisa, ujarnya.
Cadangan devisa jelas sangat penting sebagai salah satu instrumen stabilisasi moneter. Sepanjang tahun lalu, cadangan devisa Indonesia terus tergerus di tengah upaya stabilisasi nilai tukar rupiah. Hingga akhir November 2018 cadangan devisa tercatat sebesar US$ 117,2 miliar. Angka ini merosot jauh dibandingkan Januari 2018 mencapai US$ 131,98 miliar.
Nah, untuk memperkuat cadangan devisa tahun ini, memang semua pihak harus bahu membahu. Tak terkecuali, dukungan dari para eksportir untuk membawa pulang DHE.