Saatnya Mencari Saham-Saham Undevalued dengan Security Market Line

Jumat, 25 Oktober 2024 | 11:03 WIB
Saatnya Mencari Saham-Saham Undevalued dengan Security Market Line
[ILUSTRASI. Parto Kawito, Direktur Infovesta Utama]
Parto Kawito | Direktur Infovesta Utama

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak cara untuk menentukan apakah suatu saham termasuk undervalued (murah) atau overvalued (mahal) atau fairly valued (dinilai sudah wajar). Metode yang sering digunakan biasanya menggunakan price multiple yang relatif mudah seperti price earning ratio (PER) dan price book value (PBV) serta discounted cash flow (DCF).

Namun ada metode yang agak jarang digunakan, yaitu dengan melihat posisi suatu saham di security market line (SML). Pelajaran dasar teori portofolio memperkenalkan konsep ini yang menggambarkan return - risk saham, risiko yang diukur adalah risiko pasar (beta).

Adapun risiko pasar adalah risiko yang inheren ada di pasar yang memengaruhi semua saham tanpa terkecuali. Contohnya, risiko perubahan suku bunga yang memengaruhi semua saham dari berbagai industri. Bila suku bunga naik maka berpengaruh negatif terhadap semua saham walaupun dengan kadar yang berbeda-beda.

Beta suatu saham menggambarkan bagaimana volatilitas return saham tersebut bergerak terhadap return pasar. Beta suatu saham didapatkan dengan meregresikan return suatu saham tersebut terhadap return pasar (IHSG).

Dari hasil regresi didapatkan suatu garis regresi yang bisa ditampilkan formulanya di excel. Kemiringan (slope) dari garis regresi dinyatakan sebagai beta. Jadi bila kemiringannya misalkan 0,8, maka saham tersebut mempunyai beta = 0,8. Artinya bila return pasar bergerak naik 10% maka saham dengan beta 0,8 akan naik 0,8 x 10% = 8%.

Saham dengan beta yang besar, relatif lebih volatil dibanding pasar. Sedangkan beta pasar atau beta IHSG adalah = 1 karena pasar dibanding dengan dirinya sendiri tentu akan sama dengan 1.

Di SML, risiko (beta) digambarkan di sumbu horizontal sedangkan return ditempatkan di sumbu vertikal. Untuk menggambar grafik SML cukup mudah karena hanya perlu dua titik saja untuk menggambar suatu garis.

Titik pertama dinamakan R f atau risk free rate memakai BI 7 Days Reverse Repo Rate yang besarnya saat ini fixed 6.0% per tahun. Sehingga beta R f = 0 dan koordinat R f = (0 , 6).

Selanjutnya titik kedua adalah R M (return market) yang direpresentasikan dengan return IHSG dan ternyata secara historis = 10,11% per tanggal 16 Oktober 2024 atau saat artikel ini dibuat. Beta R M = 1 sehingga koordinat R M = ( 1 , 10.11). Dengan menarik garis dari titik R f ke R M maka garis SML tercipta.

Selanjutnya kita memahami berlakunya hukum high risk-high return. Prinsip inilah yang akan menentukan mahal murahnya suatu saham nantinya. Caranya dengan menempatkan setiap data return dan beta saham yang ingin diselidiki ke grafik SML seperti di grafik terlampir.

Saham-saham yang berada di atas garis SML menandakan undervalued karena untuk resiko beta tertentu, saham tersebut menghasilkan return lebih besar dari SML. Sebaliknya saham di bawah SML artinya sudah overvalued.

Baca Juga: Hasil Investasi Dapen Terkerek Yield Obligasi

Penulis mencoba memilih investment universe Indeks IDX30 dengan alasan kepraktisan penampilan grafik. Pasalnya, data nya tidak terlalu banyak sehingga tidak akan menyulitkan untuk ditampilkan di artikel ini.

Ternyata dari 30 saham di IDX30 hanya delapan saham yang undervalued dengan return historis tertinggi. Mereka masing-masing adalah ARTO (79,01%), ADRO (43,17%) dan BBCA (17,08%). Disusul AMRT (16,73%) serta BMRI (16,05%).

Adapun saham dengan volatilitas lebih rendah dari pasar namun dengan return lebih tinggi dari SML ada enam saham. Mereka adalah ACES beta= 0.31, ADRO beta = 0.71, PTBA beta = 0.74 dan ICBP beta = 0.77 disusul AMRT beta= 0.79 serta BBCA = 0.96. Investor yang mengingin kan saham defensif dengan risiko tidak terlalu volatil patut mempertimbangkan saham-saham ini.

Tiga saham yang menduduki ranking terbawah secara agak mencolok adalah UNVR, SMGR dan BUKA. Kemudian saham BRPT mempunyai tiga volatilitas sangat tinggi dengan beta 2.91 atau 3 kali lipat volatilitas pasar namun dengan return 1 tahun sebesar -10.48% tidak sepadan antara risk dan return-nya. Terakhir, ada dua saham yang relatif dinilai secara fair karena persis terletak di garis SML, yakni INDF dan PGAS.

Dari pengamatan sederhana ini kita bisa mendapatkan gambaran trade-off antara risk-return suatu saham selain valuasinya. Apakah return yang didapatkan sudah sepadan dengan risiko yang ditanggung.

Namun metode SML ini mempunyai beberapa kelemahan seperti angka beta yang tidak stabil tergantung periode pengamatan. Serta tentu saja suatu saham yang overvalued bisa saja melejit harganya di masa datang karena perbaikan kinerja atau faktor lainnya seperti sentimen, aksi korporasi dan sebagainya.

Alhasil, investor mesti tetap meninjau fundamental setiap emiten sembari memperhitungkan proyeksi kinerja mereka.

Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah Berlangganan? Masuk
Berlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama dan gunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Business Insight
Artikel pilihan editor Kontan yang menyajikan analisis mendalam, didukung data dan investigasi.
Kontan Digital Premium Access
Paket bundling Kontan berisi Business Insight, e-paper harian dan tabloid serta arsip e-paper selama 30 hari.
Masuk untuk Melanjutkan Proses Berlangganan
Bagikan

Berita Terbaru

Menakar Momentum Aliran Dana Triliunan dari China untuk EBT di Indonesia
| Minggu, 09 November 2025 | 14:33 WIB

Menakar Momentum Aliran Dana Triliunan dari China untuk EBT di Indonesia

Aliran uang China ke Indonesia untuk proyek-proyek energi terbarukan tampaknya semakin mengalir deras.

Prospek Logistik Indonesia: Didorong Konsumsi & Kebijakan Pemerintah
| Minggu, 09 November 2025 | 14:00 WIB

Prospek Logistik Indonesia: Didorong Konsumsi & Kebijakan Pemerintah

Prospek logistik Indonesia cerah hingga 2030, capai US$178 miliar. Didukung konsumsi domestik, perdagangan, dan program pemerintah seperti MBG.

Bisnis Logistik Melaju Meski Dibayangi Aturan Zero ODOL
| Minggu, 09 November 2025 | 13:00 WIB

Bisnis Logistik Melaju Meski Dibayangi Aturan Zero ODOL

Meski dibayangi kebijakan zero ODOL alias larangan truk kelebihan dimensi dan volume beroperasi, namun pebisnis logistik yakin tumbuh.

Metrodata Electronics (MTDL) Memperkuat Bisnis Solusi Digital Lewat AI
| Minggu, 09 November 2025 | 06:05 WIB

Metrodata Electronics (MTDL) Memperkuat Bisnis Solusi Digital Lewat AI

Melalui Megarock, MTDL membantu perusahaan mempercepat adopsi AI, dari ide menjadi implementasi nyata.

Direktur Eksekutif CSA Institute Pilih Saham yang Rajin Bagi Dividen
| Minggu, 09 November 2025 | 06:00 WIB

Direktur Eksekutif CSA Institute Pilih Saham yang Rajin Bagi Dividen

Perkenalan David Sutyanto, Direktur Eksekutif CSA Institute dengan dunia pasar modal dimulai dari bangku kuliah.

Baca Pola Dulu, Merajut Cuan Kemudian
| Minggu, 09 November 2025 | 05:45 WIB

Baca Pola Dulu, Merajut Cuan Kemudian

Merajut benang berwarna-warni menjadi tas, syal hingga gantungan kunci kian digemari orang. Kegiatan sederhana yang menu

 
Cuan Mekar Berbisnis Atap Berbahan Limbah Plastik
| Minggu, 09 November 2025 | 05:35 WIB

Cuan Mekar Berbisnis Atap Berbahan Limbah Plastik

Di tengah krisis sampah plastik yang mencemari, PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) berinisiatif mengolah limbah jadi bahan baku.

 
Tumbuh Jangan Timpang
| Minggu, 09 November 2025 | 05:10 WIB

Tumbuh Jangan Timpang

​Konsumsi rumah tangga, yang selama ini berkontribusi paling dominan terhadap perekonomian nasional, hanya tumbuh 4,89% (yoy).

Strategi Investasi David Sutyanto : Pilih Saham yang Rajin Membagi Dividen
| Sabtu, 08 November 2025 | 11:08 WIB

Strategi Investasi David Sutyanto : Pilih Saham yang Rajin Membagi Dividen

Ia melakukan averaging down ketika dirasa saham tersebut masih punya peluang untuk membagikan dividen yang besar.

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Risk Off dan Penguatan USD
| Sabtu, 08 November 2025 | 07:15 WIB

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Risk Off dan Penguatan USD

Nilai tukar rupiah cenderung tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini, meski menguat tipis di akhir minggu.

INDEKS BERITA

Terpopuler