KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik pertanahan kembali menghangat karena dipicu oleh ribut-ribut urusan lahan yang menimpa tokoh kenamaan dan aktivis Rocky Gerung, serta ribuan warga Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat. Mereka terancam digusur oleh pengembang properti besar di negara ini, PT Sentul City Tbk.
Masing-masing pihak dalam sengketa tanah tersebut memang memiliki argumentasi dan dasar hukum sendiri perihal klaim status hak kepemilikan lahan mereka. Namun demikian, secara umum kisruh tanah di Sentul mengingatkan kembali bahwa konflik agraria masih marak di negara ini dan rawan sebagai sumber konflik sosial.
Selain carut marut administrasi pertanahan, permainan antara pemilik modal dan oknum birokrat pertanahan dituding sebagai salah satu biang kisruh agraria. Tidak mengherankan, dalam setiap konflik pertanahan dan penyerobotan lahan acap muncul tudingan adanya permaianan mafia tanah.
Dugaan adanya ulah mafia tanah ini tak urung turut membetot perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Baru-baru ini, Presiden Jokowi menyatakan bahwa aparat pemerintah harus berkomitmen penuh terhadap pemberantasan mafia tanah.
Orang nomor satu di republik ini juga mengingatkan agar penegak hukum tidak melindungi para mafia tanah. "Perjuangkan hak masyarakat dan tegakkan hukum secara tegas," tandas Presiden Jokowi.
Lebih dari sekadar janji memberantas mafia tanah, maraknya konflik pertanahan di negara ini juga menegaskan lagi tentang arti pentingnya reforma agraria. Program yang identik dengan redistribusi lahan ke masyarakat tersebut telah digulirkan sejak tahun 2017 dan masih berlangsung hingga sekarang.
Salah satu aspek penting dari reforma agraria adalah isyarat kepastian hukum pertanahan. Di sini kita berbicara tentang pembenahan administrasi pertanahan, termasuk di dalamnya berupa pemberian sertifikat hak milik lahan ke masyarakat.
Alhasil, setiap jengkal tanah punya nama, jelas status dan asal usulnya. Tertib administrasi ini berandil besar menekan sengketa lahan yang acap dipicu oleh tumpang tindih kepemilikan.
Oleh karena itulah agenda reforma agraria ini harus digenjot agar masyarakat memiliki kepastian hukum atas lahan tempat tinggalnya. Kepastian hukum ini, yang ditunjukkan dengan sertifikat hak milik lahan, juga membebaskan masyarakat dari rasa waswas dan ketakutan akan digusur sewaktu-waktu oleh kekuatan modal besar.
Sukses tidaknya program ini tergantung pada keberhasilan pemerintah memformulasikan agenda land reform. Kita berharap, reforma agraria menjadi bukti keberpihakan negara pada masyarakat.
Sebab sertifikat kepemilikan tanah, hasil kentara dari program reforma agraria, ialah bukti paling otentik warga negara sebagai pemilik sah Tanah Air ini.