KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bak tikus merana di lumbung padi. Fenomena harga beras tinggi belakangan, mengingatkan kita pada peribahasa tersebut karena terjadi ketika simpanan beras Pemerintah menggunung. Memang sih, ibarat tikusnya belum mati di lumbung padi, karena hingga kini beras masih terbeli sebagian besar orang (meski harganya jadi lebih mahal). Cerminan harga beras mahal, tampak pada operasi pasar yang digelar pemerintah daerah, misalnya di Sulawesi Utara. Operasi pasar beras itu diserbu warga.
Harga beras yang mendaki, sudah terjadi sejak bulan Juni lalu. Harga beras medium dan premium telah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah, sampai 13%. Ironisnya, pada saat yang bersamaan, awal Juni, cadangan beras Bulog diklaim mencapai rekor tertinggi, yakni 4,24 juta ton, dalam 58 tahun.
Seorang pengusaha beras mengatakan, harga jual beras relatif tinggi, karena harga beli gabah dari petani sudah tinggi. Seperti diketahui, Pemerintah menetapkan harga pembelian gabah Rp 6.500/kg tanpa syarat kualitas. Alhasil, segala macam mutu gabah, sampai yang basah diberi air pun harus dibeli dengan harga tinggi. Buntutnya, biaya produksi jadi bertambah.
Penyerapan beras oleh Bulog (2,6 juta ton), dari surplus panen raya (3,2 juta ton) sepanjang semester I tahun ini, juga bikin para pengusaha beras kesulitan pasokan. Akhirnya, mereka memperketat distribusi beras ke pasar. Di lain pihak, Pemerintah juga memutuskan menunda operasi pasar, sehingga persediaan beras Bulog sebatas jadi simpanan saja, tidak disalurkan.
Lantas, buat apa menyerap hasil panen banyak-banyak, jika akhirnya warga harus beli beras dengan harga yang lebih mahal.
Harga beras yang cenderung tinggi selama berminggu-minggu ini, semestinya mampu bikin Pemerintah cepat bertindak. Salah satunya melakukan operasi pasar dan segera menyalurkan beras-beras yang ditimbun di gudang tadi. Bukankah ongkos penyimpanan beras itu juga tidak murah? Belum lagi ada risiko beras rusak karena kelamaan disimpan hingga tak layak konsumsi.
Fenomena harga tinggi ketika stok beras mencapai rekor, menunjukkan bahwa persediaan yang banyak dan menumpuk tidak linier dengan kestabilan harga, kalau distribusinya macet.
Selain itu, sebaiknya patokan HET untuk beras medium dan premium dihapus saja. Buat apa, toh selama ini tidak ada sanksi bagi para pelanggar HET.