Skema CoB Disiapkan, Klaim Asuransi Kesehatan Bisa Lebih Terkontrol

Selasa, 11 Februari 2025 | 06:15 WIB
Skema CoB Disiapkan, Klaim Asuransi Kesehatan Bisa Lebih Terkontrol
[ILUSTRASI. Karyawan melakukan medical check up dan konsultasi kesehatan di Ruangan Klinik Generali Indonesia, Jakarta, Jumat (22/11). KONTAN/Baihaki/24/11/2024]
Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan soal koordinasi manfaat alias Coordination of Benefit (CoB) antara asuransi swasta dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan memperkuat sinergi, efek tingginya inflasi medis dinilai bisa lebih ditekan.

Dalam rancangan surat edaran OJK sola asuransi kesehatan yang tengah disusun regulator, mekanisme CoB yang disiapkan adalah BPJS Kesehatan akan menjadi penjamin dan pembayar pertama yang memberikan pembayaran klaim terlebih dahulu.

Selanjutnya, perusahaan asuransi swasta akan menjadi penjamin dan pembayar kedua. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai skema ini diharapkan bisa menciptakan koordinasi yang lebih baik dari penyedia asuransi.

Baca Juga: OJK Atur Pembagian Risiko di Asuransi Kredit Perdagangan

Sehingga klaim dapat dikelola dengan lebih transparan dan terkontrol, serta meminimalkan pembayaran klaim yang berlebihan. "Dengan demikian, perusahaan asuransi dapat mempertahankan kinerja keuangan yang stabil, sambil tetap memberikan perlindungan yang optimal bagi para peserta asuransi," kata Togar, Senin (10/2).

Togar bilang, perusahaan asuransi yang ingin berpartisipasi dalam sinergi tersebut diimbau untuk berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dalam mempersiapkan draft perjanjian kerja sama.

Meliputi atas koordinasi pengumpulan iuran satu pintu, koordinasi sistem tagihan satu pintu, dan koordinasi selisih biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan.

Baca Juga: Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya bisa Bertambah

Terkait skema menjadi pembayar kedua, Presiden Direktur PT Asuransi Wahana Tata (Aswata) Christian Wanandi menilai adanya mekanisme CoB, sudah sangat tepat. "Dengan demikian, kami bisa sama-sama mengontrol biaya yang wajar," kata Christian.

Sementara, Head of Corporate Communications PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia Windra Krismansyah menilai skema ini bisa membantu menekan dampak inflasi medis dengan kontrol klaim yang lebih baik.

Generali sendiri membayar klaim sebesar Rp 1,3 triliun pada tahun 2024, alias naik 14% secara tahunan. Dari jumlah tersebut, 80% di antaranya merupakan klaim kesehatan.

Baca Juga: Kronologi Isa Rachmatarwata Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya

"Hal itu membuktikan masih tingginya risiko kesehatan yang juga dibarengi dengan tingginya inflasi medis yang memicu kenaikan harga obat-obatan maupun layanan medis," ujar Windra.

Tak hanya bagi industri, pengamat asuransi Irvan Raharji menyebut mekanisme CoB itu akan membuka kesempatan bagi peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan santunan atau pelayanan yang lebih baik apabila menggunakan tambahan asuransi swasta.

Namun, dia menilai tidak mudah mengkoordinasikan pelayanan kedua jaminan tersebut karena sifat pelayanannya berbeda.

Baca Juga: Aset Hangus Akibat Fraud, Uang Pensiunan Jiwasraya Tak Dibayar Penuh

BPJS Kesehatan bersifat sosial dan tidak mengenal pre-existing condition atau riwayat penyakit sebelum menjadi peserta. Sedangkan perusahaan asuransi mengenal pre-existing condition, bahkan bisa menjadi dasar pembatalan permohonan polis asuransi.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Tempati Posisi Kedua Top Leaders Sepanjang Tahun 2025, Begini Prospek Saham BNLI
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 07:25 WIB

Tempati Posisi Kedua Top Leaders Sepanjang Tahun 2025, Begini Prospek Saham BNLI

Saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) menjadi saham top leaders dengan kenaikan paling tinggi kedua secara year to date setelah DCI Indonesia (DCII).

Likuiditas dan Urgensi Kredit Sektor Prioritas
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 07:05 WIB

Likuiditas dan Urgensi Kredit Sektor Prioritas

Efektivitas terhadap kebijakan likuiditas makro prudensial sangat tergantung kepada sinergi antarinstitusi.

Optimisme Film Lokal
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 07:05 WIB

Optimisme Film Lokal

Keberhasilan film Jumbo menunjukkan ndonesia bukan hanya sebatas sebagai pasar film semata tetapi juga sudah menjadi industri film.

Kinerja Saham-Saham Lapis Kedua Masih Bisa Mempesona
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:43 WIB

Kinerja Saham-Saham Lapis Kedua Masih Bisa Mempesona

Saham second liner juga memiliki fluktuasi atau volatilitas berbeda dibandingkan saham-saham big caps

Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Jadi Holding Agar Semakin Efisien
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:40 WIB

Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Jadi Holding Agar Semakin Efisien

Rencana peralihan bisnis itu sudah mendapat persetujuan dalam RUPSLB yang digelar pada 9 Mei 2025 lalu.

Pergerakan Valas Asia Pekan Depan Melihat Perkembangan Tarif
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:30 WIB

Pergerakan Valas Asia Pekan Depan Melihat Perkembangan Tarif

Valas Asia diperkirakan berpotensi berbalik menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan depan.

Presiden Direktur WIFI Fokus Berinvestasi pada Teknologi
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:20 WIB

Presiden Direktur WIFI Fokus Berinvestasi pada Teknologi

Yune Marketatmo, Presiden Direktur PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) menceritakan tentang strategi berinvestasinya

Kejar Pertumbuhan 30%, Utama Radar Cahaya (RCCC) Tambah 10 Armada
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:10 WIB

Kejar Pertumbuhan 30%, Utama Radar Cahaya (RCCC) Tambah 10 Armada

Hingga akhir tahun lalu, RCCC telah mengoperasikan 218 unit kendaraan, yang terdiri dari berbagai jenis kendaraan untuk segmen komoditas

BTC Loyo, Koin Alternatif Bisa Jadi Pilihan
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 06:00 WIB

BTC Loyo, Koin Alternatif Bisa Jadi Pilihan

Selama 2013 hingga 2024, rata-rata dan median imbal hasil bitcoin (BTC) pada Juni melemah, dengan bergerak di kisaran -0,3% hingga -0,5%. 

Harum Energy (HRUM) Siapkan Dana Capex US$ 315 Juta
| Sabtu, 31 Mei 2025 | 05:15 WIB

Harum Energy (HRUM) Siapkan Dana Capex US$ 315 Juta

Mayoritas dari dana capex atau belanja modal HRUM sebesar US$ 300 juta akan difokuskan untuk pengembangan usaha nikel.

INDEKS BERITA

Terpopuler