KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah membuka 20 juta hektare hutan sebagai area pertanian dan energi menjadi topik hangat diikuti pro dan kontra signifikan. Urgensi swasembada pangan dan energi memang tidak bisa diremehkan, mengingat ketergantungan Indonesia pada impor pangan dan migas dapat menjadi ancaman bagi ketahanan ekonomi, sosial politik dan keamanan nasional. Namun realisasi rencana ini harus dipertimbangkan secara prudensial untuk menghindari risiko yang sangat merugikan.
Ketergantungan Indonesia pada impor pangan dan energi sangat rentan terhadap fluktuasi global. Hingga November 2024, BPS mencatat Indonesia mengimpor 3,85 juta ton beras senilai US$ 2,38 miliar (sekitar Rp 37,83 triliun) dan 48,5 juta ton migas senilai US$ 32,98 miliar (sekitar Rp 520 triliun). Ketergantungan ini tidak hanya membebani anggaran negara, tapi juga memunculkan risiko geopolitik yang mengancam keamanan serta kemandirian ekonomi, sosial dan politik nasional. Karena itu, swasembada pangan dan energi menjadi prioritas strategis untuk menjamin kemandirian, ketahanan nasional dan kedaulatan bangsa.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Berlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.