Skema Tarif PPnBM akan Diubah Berdasar Konsumsi Bahan Bakar dan Emisi

Rabu, 13 Maret 2019 | 07:56 WIB
Skema Tarif PPnBM akan Diubah Berdasar Konsumsi Bahan Bakar dan Emisi
[]
Reporter: Grace Olivia, Lidya Yuniartha | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah akan mengubah skema tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang memuat skema PPnBM terbaru masih disusun dan ditargetkan tuntas, hingga menjadi Peraturan Pemerintah (PP) pada Semester I-2019.

Namun skema terbaru itu dijadwalkan berlaku efektif pada awal tahun 2021. Jeda waktu penerbitan dan pemberlakuan skema itu bertujuan untuk memberikan waktu kepada pelaku industri untuk melakukan penyesuaian dengan teknologi yang mereka miliki.

Dalam skema PPnBM kendaraan bermotor yang sedang dirancang, pemerintah akan mengaitkan tarif dengan tingkat konsumsi bahan bakar dari kendaraan tersebut. Semakin irit mobil tersebut maka tarif PPnBMnya makin rendah.

Selain mengukur dari tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar, tarif juga dikenakan berdasarkan emisi gas buang karbon dioksida (CO2) dari kendaraan tersebut. Semakin rendah emisi karbon, tarif PPnBM makin kecil. Sebaliknya semakin tinggi karbon yang dihasilkan dari pembakaran mesin mobil tersebut, maka tarif PPnBM juga makin gede.

Sri Mulyani menyebut, perubahan skema ini agar bisa mendorong industri otomotif dalam negeri untuk memproduksi kendaraan yang rendah emisi termasuk mobil listrik.

Bahkan, pemerintah memberikan insentif bagi kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug in HEV, Flexy Engine, Electic Vehicle. "Dengan adanya perbedaan treatment, kami berharap produksi sedan dengan tarif PPnBM lebih rendah bisa mendorong industrialisasi di dalam negeri," tutur mantan direktur Bank Dunia ini.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana pemerintah untuk mengubah beleid PPnBM otomotif patut mendapatkan apresiasi. Apalagi, pemberian insentif terhadap setiap upaya pengurangan emisi karbon saat ini sudah menjadi tren global.

Namun demikian ia berpendapat, penerapan cukai terhadap kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbon tinggi lebih tepat dibandingkan insentif PPnBM.

"Sebab administrasinya lebih mudah, dan tepat sasaran, dibanding kan dengan pemberian insentif berupa pengenaan tarif PPnBM yang lebih rendah terhadap kendaraan dengan emisi karbon rendah atau ramah lingkungan," terang Yustinus.

Ia menjelaskan, hakekat dari cukai merupakan instrumen yang tepat untuk pengendalian konsumsi, dalam hal ini pembatasan pembelian kendaraan yang boros bahan bakar. Selain itu bisa bertujuan untuk mengendalikan produk yang memiliki dampak negatif yakni emisi CO2.

Sementara instrumen PPnBM justru bertujuan mengatur konsumsi atas barang yang bersifat mewah demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. Karena itu, PPnBM juga masih bisa dijadikan instrumen insentif fiskal, walau berpotensi tidak sesuai dengan karakteristik dan skema PPnBM tersebut.

Bagikan

Berita Terbaru

Antara Gebrakan Kebijakan dengan Risiko Tatakelola
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:30 WIB

Antara Gebrakan Kebijakan dengan Risiko Tatakelola

Sejumlah kebijakan yang digulirkan Purbaya Yudhi Sadewa, kurang dari dua bulan masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan, menyedot perhatian

ESG Adi Sarana Armada (ASSA): Aplikasi ESG Dalam Ekspansi di Setiap Lini
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:24 WIB

ESG Adi Sarana Armada (ASSA): Aplikasi ESG Dalam Ekspansi di Setiap Lini

Perusahaan bisnis rental mobil dan logistik, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) tetap ekspansif di tahun ini. Lihat penerapan aksi ESG perusahaan.

Tutup Celah, Cara Pungut PPN Emas Perhiasan Diubah
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:19 WIB

Tutup Celah, Cara Pungut PPN Emas Perhiasan Diubah

Transaksi emas perhiasan dari produsen ke pedagang emas maupun konsumen kena PPN 3%                 

Sentimen Ekonomi Global Jadi Penentu Pergerakan Rupiah
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:15 WIB

Sentimen Ekonomi Global Jadi Penentu Pergerakan Rupiah

Kombinasi inflasi yang lebih jinak dan imbal hasil yang stabil biasanya menurunkan dorongan penguatan dolar terhadap mata uang kawasan

Indonesia Melirik China dan Eropa di Proyek Hilirisasi Batubara
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:14 WIB

Indonesia Melirik China dan Eropa di Proyek Hilirisasi Batubara

Indonesia menargetkan proyek hilirisasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi LPG bisa mulai bergulir pada tahun depan.

Mencermati Kredit HImbara ke Koperasi Merah Putih
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:10 WIB

Mencermati Kredit HImbara ke Koperasi Merah Putih

Kementerian Koperasi (Kemenkop) menggandeng PT Agrinas Pangan Nusantara dan TNI guna mempercepat realisasi KDMP.

Mengelus DADA
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:10 WIB

Mengelus DADA

Perlindungan investor yang digaungkan makin terasa hambar, lantaran yang dijegal hanya saham yang harganya naik.

Meski Permintaan Melonjak, Kuota Impor BBM Swasta Mungkin Tidak Berubah Tahun Depan
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:06 WIB

Meski Permintaan Melonjak, Kuota Impor BBM Swasta Mungkin Tidak Berubah Tahun Depan

Pemerintah masih melakukan perhitungan untuk menetapkan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) tahun depan.

Kawasan Konservasi Laut Bertambah 1,07 Juta Ha
| Senin, 27 Oktober 2025 | 06:00 WIB

Kawasan Konservasi Laut Bertambah 1,07 Juta Ha

 Perluasan kawasan tersebut meliputi Seram Bagian Timur, Buru Selatan, Buru, Teonila Serua (Maluku), Aceh Selatan II, Aceh Timur, dan Jakarta.

Pekan Terakhir Musim Laporan Keuangan Emiten, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Senin, 27 Oktober 2025 | 05:45 WIB

Pekan Terakhir Musim Laporan Keuangan Emiten, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Pergeran IHSG pekan lalu akibat data suku bunga dan industri China, keputusan moneter Bank Indonesia dan rilis kinerja emiten.

INDEKS BERITA

Terpopuler