Status Indeks ESG, Belum Bertaji Mengundang Minat Beli

Senin, 09 Desember 2024 | 06:13 WIB
Status Indeks ESG, Belum Bertaji Mengundang Minat Beli
[ILUSTRASI. IHSG Sentuh Zona Hijau-Layar monitor pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (03/12/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada perdagangan, Selasa (3/12/2024). IHSG menguat 2,11% ke level 7.196,01. Terdapat 356 saham menguat, 211 saham melemah, dan 220 saham lainnya stagnan. Nilai transaksi menyentuh Rp12,74 triliun, dari volume 20,6 miliar saham. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/03/12/2024]
Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan evaluasi mayor untuk indeks-indeks bertema lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG yang disusun bekerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Tapi, perombakan ini tak mampu mengangkat kinerja indeks.

Mengutip data BEI per 5 Desember 2024, Indeks Sri-Kehati turun 9,996% sepanjang tahun ini atau year to date (ytd). Indeks ESG Sector Leaders IDX Kehati turun 7,8%. Sedang ESG Q45 IDX Kehati turun 8,40%.

Sekadar menjelaskan, Indeks Sri-Kehati adalah indeks yang mengukur kinerja harga saham dari 25 perusahaan tercatat yang memiliki kinerja yang baik dalam mendorong usaha-usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola perusahaan yang baik atau disebut Sustainable and Responsible Investment (SRI).

Sementara Indeks ESG Sector Leaders IDX Kehati berisikan saham-saham dengan hasil penilaian kinerja ESG di atas rata-rata sektornya serta memiliki likuiditas yang baik.

Kemudian, Indeks ESG Q45 IDX Kehati berisi 45 saham terbaik dari hasil penilaian kinerja ESG dan kualitas keuangan perusahaan serta punya likuiditas yang baik. Ketiga indeks ini diluncurkan dan dikelola bekerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI).

Sebagai perbandingan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berkinerja positif 0,56% sepanjang tahun ini. Sementara Indeks LQ45 untuk 45 saham likuid dan berkinerja baik di bursa turun 9,90%.

Para pelaku pasar melihat, perlunya mencermati sektor saham konstituen untuk mencari penyebab penurunan indeks-indeks ini. Sebagai gambaran, mengutip Bloomberg, bobot terbesar dalam Indeks Sri-Kehati adalah finansial atau perbankan. Indeks ini berbobot sampai 55%. Meski penurunannya hanya 1,4% ytd, bobotnya yang besar menyeret Indeks Sri-Kehati.

Lalu, sektor dengan bobot terbesar kedua (15%), yaitu layanan komunikasi, berkinerja negatif sampai minus 25,98%. Sektor industrial, kesehatan, dan konsumer non-primer juga mencatatkan penurunan.

Sektor yang masih mencatatkan kenaikan yaitu sektor konsumer primer dengan bobot ketiga terbesar yaitu 11,68%, tercatat naik 20,22%. Kemudian, basic materials dengan bobot 7,46% naik 18,49%.

Chory Agung Ramdhani, Customer engagement & Market Analyst Departement Head BRI Danareksa Sekuritas, mengatakan, sektor keuangan yang memiliki bobot terbesar di Indeks Kehati tertekan oleh suku bunga tinggi dan biaya dana (CoF) yang meningkat, misalnya BRI dengan CoF 3,7%, Mandiri 2,8%, dan BNI 3,2%.

"Pengetatan moneter global oleh The Fed dan depresiasi rupiah terhadap dollar AS juga membebani saham-saham di sektor ini," kata dia.

Selain itu, Indeks Kehati terdampak pelemahan harga komoditas. Sepanjang tahun ini, harga batu bara turun 8,9% dan minyak mentah Brent minus 6,1%. Komoditas ini memengaruhi emiten energi seperti ADMR dan MEDC.

Di sisi lain, sektor saham konsumer dan energi yang menguat, tak cukup bertenaga mengimbangi penurunan di sektor dominan lainnya.

Selain dari sektor yang tertekan, Ilham Firdaus, Analis BNI Sekuritas, menyebut, pelemahan indeks-indeks ESG ini karena pengaruh politik. "Kemenangan Donald Trump dengan pendekatan kebijakan pro-Amerika dan proteksionis, memunculkan volatilitas di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," ujar dia.

Di sisi lain, investor baru mulai bergeser ke saham-saham berbasis keberlanjutan. Sehingga, efeknya belum terlihat dalam kenaikan harga saham.

Eri Kusnadi, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen, juga setuju, berbicara mengenai indeks Kehati, ada dua yang memengaruhi, yaitu makroekonomi serta sektor dan bobot sektor. "Size matters kalau sudah bicara bobot," kata Eri.

Secara umum, saham yang ada di indeks-indeks Kehati merupakan saham berkapitalisasi besar atau bigcaps yang kinerjanya dipengaruhi hal yang sifatnya makroekonomi.

Ambil untung

Saat ini, menurut dia, kondisi ekonomi Indonesia bisa dibilang cukup baik, dengan laju ekonomi 4,95% year on year pada kuartal III 2024. Namun, sentimen terkait bunga tinggi dan Presiden Trump yang memicu kekhawatiran perang dagang, jadi pemberat indeks.

Evaluasi mayor yang menyebabkan perombakan isi saham di indeks Kehati juga tak berpengaruh pada kinerja indeks. Malah, mayoritas saham yang baru masuk indeks ini harganya turun, baik sejak pengumuman indeks maupun masa berlaku 2 Desember 2024.

Dalam evaluasi mayor, tidak ada saham yang diubah di Indeks Sri-Kehati. Sementara itu, di Indeks ESGS-Kehati dan ESGQ45-Kehati, ada saham yang baru dan keluar.

Saham-saham yang masuk yakni AGRO, BMTR, ELSA,ENRG, ERAA, ESSA, EXCL, MEDC, dan SIMP. Dari saham yang masuk ini, kecuali SIMP dan EXCL, sisanya cenderung bergerak turun. Dengan begitu, tecermin, masuknya saham-saham ini tidak serta merta mengangkat harga saham tersebut.

Ilham menilai, harga saham-saham ini sebenarnya sedang konsolidasi. Meski tak turun signifikan, harganya tak naik. Salah satu penyebabnya, minimnya sentimen positif di pasar. "Investor lebih fokus pada fundamental perusahaan dan prospek sektoral, sehingga masuknya saham ke indeks tidak langsung meningkatkan minat beli," jelas dia.

Selain itu, ekspektasi investor realistis. Dalam beberapa kasus, pasar butuh waktu mencerna dampak positif dari masuknya saham ke Indeks ESG.

Saham-saham ini juga kemungkinan tidak naik karena terkena aksi ambil untung atau profit taking. "Saham-saham ini kemungkinan sudah mengalami kenaikan harga sebelum pengumuman indeks sehingga memicu aksi ambil untung oleh investor," sebut Chory.

Alasan lain, fundamental saham yang lemah. Alhasil, masuknya saham ke indeks belum cukup memberi perubahan mendasar pada kinerja keuangan emiten.

Penyebab lainnya adalah sentimen pasar yang negatif. "Dengan berfluktuasinya pergerakan IHSG dan sektor keuangan yang masih tertekan, investor cenderung berhati-hati," ungkap Chory.

Meski tengah tertekan, prospek saham-saham ESG yang berada dalam trio indeks Kehati ini cukup baik, baik untuk jangka pendek maupun panjang. Ada berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menjelaskan, sentimen penggerak Indeks Sri-Kehati sama saja dengan IHSG dan LQ45. Perbedaan saham-saham ESG ini pada prinsip keberlanjutan, keadilan, keberpihakan, kepercayaan, dan keanekaragaman hayati yang berpihak pada ekosistem.

Ada beberapa faktor yang membuat IHSG, termasuk Indeks Sri-Kehati menarik. Antara lain, IHSG sudah menarik seiring dengan penurunannya ke level 7.000-an. Hal ini bisa mengundang minat beli, termasuk dari asing.

Terlihat dari tiga hari sebelumnya, saat IHSG ditutup dengan kenaikan 2,1% dan 1,8%. Meski Kamis lalu (5/12) IHSG turun 0,18%, indeks bertahan di atas level 7.300.

Lalu, di akhir tahun biasanya ada potensi window dressing dan rebalancing portofolio oleh para fund manager yang bisa mendorong kinerja saham. Ada juga rotasi sektor yang akan difokuskan dengan program pemerintah mendatang.

Pada akhir tahun, dia mencatat, biasanya saham perbankan mengalami kenaikan. Saham-saham consumer cyclical dan retail sepertiICBP, MAPI, ACES juga naik seiring dengan permintaan konsumen. Saham energi dan komoditas pertambangan juga diuntungkan dengan musim dingin.

Selain itu, dalam 20 tahun terakhir, Nico mencatat, hanya satu kali ada penurunan IHSG di Bulan Desember. Sehingga, peluang IHSG tetap menguat di bulan ini cukup besar. "Peluang ada, tapi semua kembali ke sentimen karena kita emerging market yang selalu terpengaruh sentimen global," kata dia.

Jika ingin IHSG mencapai 7.500, menurut dia, indeks saham harus bisa menembus level kuat 7.370.

Nico bilang, program Presiden Prabowo seperti makan siang gratis, mendorong energi terbarukan, dan hilirisasi akan menjadi sentimen positif bagi indeks ke depan. Saham-saham yang menarik di Indeks Kehati antara lain dari sektor perbankan seperti BBRI,BMRI, BRIS, BNGA, danBBNI.

Ilham juga menilai, saham ESG memiliki potensi jangka panjang yang positif. Tren keberlanjutan dan investasi ESG terus mendapat dukungan dari investor institusi global, terutama di tengah fokus pada perubahan iklim dan bisnis berkelanjutan.

Sementara jangka pendek, Indeks Kehati diproyeksikan pulih seiring dengan membaiknya sentimen global dan sektor-sektor utama seperti energi dan consumer staples.

Chory juga bilang, prospek saham ESG pada awal 2024 bergantung pada perbaikan kondisi makroekonomi. Penurunan bunga global seperti yang diindikasikan oleh The Fed bisa menjadi katalis positif bagi sektor keuangan yang mendominasi indeks ESG. Sektor energi terbarukan yang mendukung transisi ESG juga memiliki potensi pertumbuhan, terutama jika pemerintah memperkuat insentif di sektor ini.

"Namun, prospek kenaikan signifikan kemungkinan baru terlihat pada semester kedua 2025, mengingat pemulihan ekonomi global dan likuiditas pasar biasanya berjalan lambat," kata Chory.

Beberapa saham menjadi pilihan BRI Danareksa Sekuritas seperti BBCA, dengan rekomendasi buy di target harga Rp 12.800. BBCA memiliki proyeksi P/E 2024 sebesar 23,0x dan P/BV 2024 sebesar 4,8x. Ini menunjukkan valuasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank lainnya, tetapi mencerminkan kekuatan fundamental dan daya saingnya di sektor perbankan.

Saham lain yang menarik seperti ICBP, sebagai pemain utama di sektor makanan dan minuman. Produsen Indomie ini direkomendasikan buy dengan target harga Rp 14.000 per saham. Selain itu, TLKM direkomendasikan buy dengan target harga Rp 4.250.

Perlu diingat, kendati saham ESG memiliki tata kelola perusahaan yang lebih baik, saham-saham ini tidak terlepas dari risiko, terutama risiko pasar. "Implementasi ESG di Indonesia juga masih berkembang, sehingga dampaknya terhadap mitigasi risiko belum sepenuhnya terasa," kata Chory.

Senada, Founder WH Projects William Hartanto menilai, "status" indeks ESG tidak mengurangi risiko di saham indeks Kehati. Pasalnya, pembentukan indeks berdasarkan bidang emitennya. Sedangkan minat terhadap sahamnya ditentukan oleh pelaku pasar sendiri.

Bagikan

Berita Terbaru

Mengupas Bisnis Energi Terbarukan Grup Salim, Mencengkram Kuat di Dalam & Luar Negeri
| Senin, 13 Januari 2025 | 09:05 WIB

Mengupas Bisnis Energi Terbarukan Grup Salim, Mencengkram Kuat di Dalam & Luar Negeri

Selain menjadi produsen listrik berbasis PLTM terbesar di Indonesia, Salim juga masuk ke bisnis PLTS di dalam dan luar negeri. 

Saat Suku Bunga The Fed Tak Goyah, Ruang Penurunan BI-Rate pun Terbatas
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:33 WIB

Saat Suku Bunga The Fed Tak Goyah, Ruang Penurunan BI-Rate pun Terbatas

BI telah menerapkan suku bunga riil yang sangat tinggi, hingga 4,45% untuk mempertahankan daya tarik aset berbasis rupiah.

Laba yang Indah dari Penghias Rumah
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:31 WIB

Laba yang Indah dari Penghias Rumah

Mengandalkan bahan baku ramah lingkungan yang melimpah, usaha home decor mampu raup omzet puluhan juta rupiah.

Dana IPO Tak Terserap Optimal, Laju Saham Emiten Terganjal
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:26 WIB

Dana IPO Tak Terserap Optimal, Laju Saham Emiten Terganjal

Sederet emiten masih menyisakan dana hasil penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).

Mengalir Deras, Kredit Bersiap Bangkit
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:25 WIB

Mengalir Deras, Kredit Bersiap Bangkit

Kredit siap tumbuh dua digit di tahun ini. Kredit konsumer dan UMKM menjadi penopang pertumbuhan kredit.

Kala Petunjuk Perjalanan Jadi Andalan
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:21 WIB

Kala Petunjuk Perjalanan Jadi Andalan

Beragam alternatif petunjuk perjalanan menyimpan potensi bisnis. Karena banyak masyarakat menafaatkan aplikasi tersebut.

Saham Emiten Konsumer Grup Salim Masih Moncer
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:20 WIB

Saham Emiten Konsumer Grup Salim Masih Moncer

Kinerja saham emiten Grup Salim yang bergerak di sektor barang konsumsi (konsumer) bervariasi di sepanjang tahun 2024.

Indonesia dan Jepang Bahas Pangan, Hilirisasi dan Energi
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:15 WIB

Indonesia dan Jepang Bahas Pangan, Hilirisasi dan Energi

Indonesia dan Jepang mulai mengoptimalkan kerjasama di berbagai bidang termasuk juga untuk urusan pangan.

Bulog Siap Menyerap Gabah Petani
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:10 WIB

Bulog Siap Menyerap Gabah Petani

Bulog menargetkan bisa menyerap sebanyak 3 juta ton gabah tahun ini dengan harga pembelian pemerintah yang baru.

Kinerja Emiten Konstruksi Swasta Masih Bisa Mendaki
| Senin, 13 Januari 2025 | 07:10 WIB

Kinerja Emiten Konstruksi Swasta Masih Bisa Mendaki

Analis menilai, emiten konstruksi swasta masih bisa fokus menggenjot pendapatan kontrak baru dan kinerja keuangan pada 2025.​

INDEKS BERITA

Terpopuler