KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang kepada produsen batubara untuk merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Perusahaan batubara bisa mengubah target produksi hingga akhir tahun ini.
Namun, belum jelas maksud dari Kementerian ESDM atas revisi RKAB itu. Hanya saja, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan perubahan produksi dalam RKAB tahun ini.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Muhammad Hendrasto menyatakan, pengajuan perubahan produksi itu dibuka hingga akhir Juli dan akan dievaluasi pada bulan Agustus. "Jadi mereka (pelaku usaha batubara) mengajukan sekarang, sampai dengan akhir Juli. Nanti Agustus kita evaluasi itu," kata Hendrasto, tanpa memberikan alasan yang jelas.
Yang pasti, kata Hendrasto, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan revisi RKAB. Namun ia enggan membeberkan nama-nama perusahaan yang sudah mengajukan itu. "Saya tidak hafal," dalihnya.
Adapun Kementerian ESDM hanya akan melakukan evaluasi RKAB terhadap perusahaan pemegang izin dari pemerintah pusat. Ikhwal pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Daerah, evaluasi RKAB-nya akan dilakukan oleh pemerintah daerah. "Kita be-rikan (kuota produksi) per provinsi, nanti yang membagi ke IUP di sana, provinsinya," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia memprediksi revisi RKAB itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap volume produksi pemegang izin pemerintahan pusat.
Sebab, kondisi pasar dan harga batubara saat ini masih belum kondusif untuk melakukan ekspansi produksi. "Saya kira kalau yang (pemegang izin) pusat tampaknya tidak akan mengubah target produksi," katanya ke KONTAN. Apalagi, diprediksi tren penurunan harga batubara berpotensi terus berlanjut di semester II-2019 ini.
Direktur Independen PT Bumi Resources Tbk, Dileep Srivastava menyatakan, Bumi Resources masih berfokus pada strategi mengejar target produksi batubara sebesar 88 juta hingga 90 juta ton untuk tahun 2019.
Jumlah produksi sebesar itu merupakan gabungan dari kedua anak usaha Bumi Resources, masing-masing sekitar 60 juta ton untuk PT Kaltim Prima Coal, dan 28 juta ton untuk PT Arutmin Indonesia. "Dari kita tidak ada perubahan, sesuai rencana produksi antara 88 juta-90 juta ton," ungkapnya.
Head of Corporate Communications PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Febriati Nadira mengatakan, pihaknya optimistis bisa mencapai target yang telah ditetapkan 54 juta-56 juta ton, sambil mempertahankan efisiensi di tengah kondisi pasar dan tren penurunan harga yang terjadi sekarang ini.
Head of Corporate Communication PT Indika Energy Tbk (INDY), Leonardus Herwindo menyampaikan, pihaknya juga masih berupaya untuk mengejar target produksi tahun ini..
Hati-hati tentukan produksi
HARGA Batubara Acuan (HBA) terus melanjutkan tren penurunan. Bahkan, hingga bulan Juli ini, HBA sudah menyentuh US$ 71,92 per ton atau tergerus sebanyak 11,73% dibandingkan HBA Juni yang masih US$ 81,48 juta ton.
Menurut Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo, faktor global memang ikut menentukan pergerakan harga batubara. Namun selain itu, penurunan harga juga disebabkan oleh kondisi saat ini yang berada pada puncak oversupply.
"Total volume produksi nasional menjadi poin yang sensitif saat ini," ujar Singgih. Alhasil, Kementerian ESDM pun dinilai perlu berhati-hati dalam menentukan volume produksi batubara di sepanjang tahun 2019.
Apalagi pada bulan Juli ini, Kementerian ESDM membuka pengajuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pelaku usaha batubara.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandy Arif bilang, kenaikan jumlah produksi yang signifikan dipastikan akan berpengaruh pada harga batubara. "Kita lihat bagaimana pertimbangannya nanti," tandasnya.