Terbitkan Reksadana Baru, Shinhan AM Menyasar Investor Asing

Jumat, 08 Maret 2019 | 17:21 WIB
Terbitkan Reksadana Baru, Shinhan AM Menyasar Investor Asing
[]
Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Wuwun Nafsiah

KONTAN.CO.ID - Prospek kebijakan suku bunga acuan The Federal Reserve yang dovish, diprediksi membawa dampak positif bagi pasar obligasi Indonesia. Tak terkecuali pasar Surat Utang Negara (SUN).

Kenaikan harga SUN menjadi peluang bagi manajer investasi untuk menerbitkan produk reksadana berbasis obligasi. Ditambah lagi, kondisi pasar yang cukup kondusif akan menggiring capital inflows terus mengalir ke dalam negeri.

PT Shinhan Asset Management Indonesia (Shinhan AM) memanfaatkan kondisi ini demi menggaet investor asing. Caranya, dengan menerbitkan reksadana pendapatan tetap bernama Shinhan Fixed Income Fund. Resmi dipasarkan pada 14 Februari lalu, produk ini menyasar investor ritel dan korporasi, baik dari dalam maupun luar negeri. “Namun, kami memang prefer investor asing,” tutur Effendi Hasim, Head of Investment Shinhan AM.

Lantaran produk pendapatan tetap, maka minimal 80% portofolio investasi pada Shinhan Fixed Income Fund akan ditempatkan pada efek bersifat utang. Sementara, minimal 0% dan maksimal 20% investasi akan ditempatkan pada pasar uang dalam negeri atau deposito.

Effendi mengaku akan lebih banyak menempatkan dana investasi pada surat utang pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan pengelolaan investasi dengan karakteristik investor asing, yakni tingkat volatilitas dan risiko rendah.

Sesuai kriteria asing

Sejalan dengan tingkat risiko yang rendah, maka imbal hasil yang ditawarkan juga tak akan sebesar produk pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi. “Target imbal hasil tahun ini kisaran 7%–8%. Imbal hasil sebesar itu mungkin kurang menarik bagi investor ritel lokal, tetapi untuk asing cukup menarik,” tutur Effendi.

Bagi investor asing, target imbal hasil Shinhan Fixed Income Fund masih berada di atas yield obligasi AS. “Kami optimistis bisa menarik banyak investor asing, karena produk ini sengaja kami buat untuk menawarkan investasi yang aman dan stabil, sesuai kriteria investor asing,” lanjut Effendi.

Produk reksadana pendapatan tetap ketiga dari Shinhan AM ini dikelola untuk mendapatkan hasil optimal namun relatif stabil dalam jangka menengah dan jangka panjang, dengan tingkat risiko yang relatif rendah melalui pengelolaan aset secara fleksibel.

Bagi yang tertarik dengan produk ini, Shinhan Fixed Income Fund bisa didapatkan dengan minimal pembelian Rp 1 juta. Sementara minimal penjualan juga dipatok Rp 1 juta.
Shinhan AM tidak mengenakan biaya pembelian dan biaya pengalihan investasi. Sementara penjualan kembali dikenakan biaya maksimal 0,2% dari capital gain apabila kurang dari 12 bulan dan 0% apabila lebih dari 12 bulan. Perusahaan menunjuk Bank DBS Indonesia sebagai Bank Kustodian.

Memang, pasar saham maupun pasar surat utang dalam negeri kompak menunjukkan tren positif sepanjang tahun ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat hingga 4,25% sejak akhir tahun hingga 6 Maret 2019. Demikian juga dengan harga SUN seri acuan 10 tahun yang bergerak dalam tren naik.

Analis Pasardana, Arif Budiman mencatat, rata-rata imbal hasil produk reksadana memang masih di bawah IHSG. Namun, semua jenis reksadana memberikan kinerja positif sepanjang tahun ini.

Hingga penutupan 5 Maret 2019, kinerja tertinggi dipegang oleh reksadana campuran dengan rata-rata imbal hasil 2,67%. Reksadana pendapatan tetap menempati posisi kedua dengan rata-rata imbal hasil 1,85%, disusul reksadana saham 1,8%  dan reksadana pasar uang 0,84%.

“Meski tahun lalu kinerja reksadana pendapatan tetap turun sekitar 2,08% seiring dengan penurunan IHSG, kami yakin tahun ini akan lebih positif,” tutur Arif.

BI masih punya ruang

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan pada level 6% dalam pertemuan bulan lalu, menurut Arif memberikan sentimen positif bagi reksadana pendapatan tetap. Sebab, produk pendapatan tetap memang sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan. Ketika suku bunga tetap, maka harga surat utang bisa lebih stabil. 

Menurut Arif, BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan tahun ini. Pandangan ini berdasar pada angka inflasi yang cukup rendah dalam tiga bulan terakhir.

Bulan Desember 2018, tingkat inflasi tahunan berada di angka 3,13%, lalu turun ke angka 2,82% pada bulan Januari 2019 dan 2,57% pada Februari 2019.  “Ada kemungkinan jika inflasi masih rendah, BI akan menurunkan suku bunga acuan, meski harus tetap melihat arah suku bunga The Fed,” ujar Arif.

Kendati arah suku bunga The Fed turut menjadi pertimbangan BI, sentimen dari sisi eksternal cukup mendukung prospek pasar surat utang dalam negeri. Dalam catatan terakhirnya, pejabat The Fed memberikan pandangan dovish pada prospek kenaikan suku bunga pada tahun ini.

Di saat yang sama, perang dagang antara AS dan China yang memicu ketidakpastian global juga mulai mereda. “Kami memperkirakan rata-rata imbal hasil reksadana pendapatan tetap tahun ini bisa mencapai kisaran 8%–9%,” ungkap Arif.

Arif menilai produk Shinhan Fixed Income Fund bisa menjadi pilihan investor yang tidak terlalu menyukai risiko.

Bagikan

Berita Terbaru

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:01 WIB

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final

Ditjen Pajak menegaskan bahwa kebijakan PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menambah beban pajak baru

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:51 WIB

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO

Secara valuasi, harga saham IPO MERI masih tergolong wajar. Tapi, investor tetap harus mencermati fundamental perusahaan. 

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:50 WIB

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka peluang memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun ini

INDEKS BERITA

Terpopuler