KONTAN.CO.ID - Prospek kebijakan suku bunga acuan The Federal Reserve yang dovish, diprediksi membawa dampak positif bagi pasar obligasi Indonesia. Tak terkecuali pasar Surat Utang Negara (SUN).
Kenaikan harga SUN menjadi peluang bagi manajer investasi untuk menerbitkan produk reksadana berbasis obligasi. Ditambah lagi, kondisi pasar yang cukup kondusif akan menggiring capital inflows terus mengalir ke dalam negeri.
PT Shinhan Asset Management Indonesia (Shinhan AM) memanfaatkan kondisi ini demi menggaet investor asing. Caranya, dengan menerbitkan reksadana pendapatan tetap bernama Shinhan Fixed Income Fund. Resmi dipasarkan pada 14 Februari lalu, produk ini menyasar investor ritel dan korporasi, baik dari dalam maupun luar negeri. “Namun, kami memang prefer investor asing,” tutur Effendi Hasim, Head of Investment Shinhan AM.
Lantaran produk pendapatan tetap, maka minimal 80% portofolio investasi pada Shinhan Fixed Income Fund akan ditempatkan pada efek bersifat utang. Sementara, minimal 0% dan maksimal 20% investasi akan ditempatkan pada pasar uang dalam negeri atau deposito.
Effendi mengaku akan lebih banyak menempatkan dana investasi pada surat utang pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan pengelolaan investasi dengan karakteristik investor asing, yakni tingkat volatilitas dan risiko rendah.
Sesuai kriteria asing
Sejalan dengan tingkat risiko yang rendah, maka imbal hasil yang ditawarkan juga tak akan sebesar produk pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi. “Target imbal hasil tahun ini kisaran 7%–8%. Imbal hasil sebesar itu mungkin kurang menarik bagi investor ritel lokal, tetapi untuk asing cukup menarik,” tutur Effendi.
Bagi investor asing, target imbal hasil Shinhan Fixed Income Fund masih berada di atas yield obligasi AS. “Kami optimistis bisa menarik banyak investor asing, karena produk ini sengaja kami buat untuk menawarkan investasi yang aman dan stabil, sesuai kriteria investor asing,” lanjut Effendi.
Produk reksadana pendapatan tetap ketiga dari Shinhan AM ini dikelola untuk mendapatkan hasil optimal namun relatif stabil dalam jangka menengah dan jangka panjang, dengan tingkat risiko yang relatif rendah melalui pengelolaan aset secara fleksibel.
Bagi yang tertarik dengan produk ini, Shinhan Fixed Income Fund bisa didapatkan dengan minimal pembelian Rp 1 juta. Sementara minimal penjualan juga dipatok Rp 1 juta.
Shinhan AM tidak mengenakan biaya pembelian dan biaya pengalihan investasi. Sementara penjualan kembali dikenakan biaya maksimal 0,2% dari capital gain apabila kurang dari 12 bulan dan 0% apabila lebih dari 12 bulan. Perusahaan menunjuk Bank DBS Indonesia sebagai Bank Kustodian.
Memang, pasar saham maupun pasar surat utang dalam negeri kompak menunjukkan tren positif sepanjang tahun ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat hingga 4,25% sejak akhir tahun hingga 6 Maret 2019. Demikian juga dengan harga SUN seri acuan 10 tahun yang bergerak dalam tren naik.
Analis Pasardana, Arif Budiman mencatat, rata-rata imbal hasil produk reksadana memang masih di bawah IHSG. Namun, semua jenis reksadana memberikan kinerja positif sepanjang tahun ini.
Hingga penutupan 5 Maret 2019, kinerja tertinggi dipegang oleh reksadana campuran dengan rata-rata imbal hasil 2,67%. Reksadana pendapatan tetap menempati posisi kedua dengan rata-rata imbal hasil 1,85%, disusul reksadana saham 1,8% dan reksadana pasar uang 0,84%.
“Meski tahun lalu kinerja reksadana pendapatan tetap turun sekitar 2,08% seiring dengan penurunan IHSG, kami yakin tahun ini akan lebih positif,” tutur Arif.
BI masih punya ruang
Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan pada level 6% dalam pertemuan bulan lalu, menurut Arif memberikan sentimen positif bagi reksadana pendapatan tetap. Sebab, produk pendapatan tetap memang sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan. Ketika suku bunga tetap, maka harga surat utang bisa lebih stabil.
Menurut Arif, BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan tahun ini. Pandangan ini berdasar pada angka inflasi yang cukup rendah dalam tiga bulan terakhir.
Bulan Desember 2018, tingkat inflasi tahunan berada di angka 3,13%, lalu turun ke angka 2,82% pada bulan Januari 2019 dan 2,57% pada Februari 2019. “Ada kemungkinan jika inflasi masih rendah, BI akan menurunkan suku bunga acuan, meski harus tetap melihat arah suku bunga The Fed,” ujar Arif.
Kendati arah suku bunga The Fed turut menjadi pertimbangan BI, sentimen dari sisi eksternal cukup mendukung prospek pasar surat utang dalam negeri. Dalam catatan terakhirnya, pejabat The Fed memberikan pandangan dovish pada prospek kenaikan suku bunga pada tahun ini.
Di saat yang sama, perang dagang antara AS dan China yang memicu ketidakpastian global juga mulai mereda. “Kami memperkirakan rata-rata imbal hasil reksadana pendapatan tetap tahun ini bisa mencapai kisaran 8%–9%,” ungkap Arif.
Arif menilai produk Shinhan Fixed Income Fund bisa menjadi pilihan investor yang tidak terlalu menyukai risiko.