Trump dan Xi Rujuk, Sejumlah Emiten Kehilangan Penghasilan Tambahan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten sempat ketambahan order akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Tapi dalam KTT G20 akhir pekan lalu, Donald Trump dan Xi Jinping sepakat melakukan negosiasi lagi dan menghentikan perang dagang.
Toh, emiten yang meraup berkah dari perang dagang tak khawatir order jadi turun setelah perang dagang mereda. Sekretaris Perusahaan dan Head of Investor Relation PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) Wendy Chandra menyebutkan, perang dagang hanya salah satu peluang.
Wendy yakin order produk WOOD tetap tinggi, lantaran produknya kompetitif. "Bahkan sebelum perang dagang, produk WOOD sudah lebih kompetitif dibanding dengan produk furnitur dari China," ujar dia, Jumat (28/6).
Menurut Wendy, beberapa pembeli dari AS mulai meninggalkan barang impor dari China karena industri kayu Indonesia lebih kompetitif dibanding China. Maklum, China masih mengimpor bahan baku dan mematok UMR lebih tinggi dari Indonesia. China juga lebih fokus ke sektor teknologi, bukan manufaktur, sehingga tak mengganggu industri kayu Indonesia.
Apalagi, menurut Wendy, WOOD juga menjajaki kawasan selain Amerika, yakni Eropa dan Asia. Ia menargetkan pendapatan tahun ini bisa mencapai Rp 3 triliun, dengan kontribusi ekspor di atas 20%. WOOD akan fokus mendorong penjualan produk unggulan yang diekspor ke AS, yakni millwork.
Wendy berharap, distribusi ke AS dapat tumbuh konsisten dan mencapai kapasitas penuh 250 kubik per bulan. Jumlah itu sekitar 50% dari penjualan konsolidasi tahun 2018.
Permintaan tinggi
Wakil Presiden Direktur Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) sekaligus Direktur Utama Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM) Suhendra Wiriadinata menyatakan, saat perang dagang berlangsung, Indonesia dianggap sebagai sumber alternatif oleh negara maju. Alasannya, harga produknya kompetitif.
Suhendra mengatakan bahwa selama ini ekspor pulp ke China relatif tidak terganggu. Sedangkan pengiriman produk pulp and paper Grup Sinar Mas ke AS tercatat mengalami kenaikan.
Pada kuartal I-2019, kenaikan ekspor kertas TKIM ke AS mencapai 9%, lebih tinggi ketimbang kenaikan di kuartal I-2018 yang sebesar 4%. Begitu juga INKP yang mencatat kenaikan ekspor ke AS 12% year on year di akhir Maret 2019.
Sementara di Maret 2018, ekspor hanya naik 4%. Suhendra mengakui, kenaikan ini didorong langkah INKP mengisi kekosongan penutupan pabrik kertas di AS.
INKP dan TKIM akan tetap mengantisipasi dampak dari hubungan baru AS-China. Salah satunya dengan memperkuat penjualan, baik untuk domestik dan ekspor. Adapun strategi lainnya, kedua emiten tersebut akan melakukan efisiensi dan menggenjot produktivitas, sehingga dapat meredam masalah global.
Emiten tekstil juga yakin, perdamaian AS dan China tidak serta merta mengganggu penjualan. PT Pan Brothers Tbk (PBRX) optimistis penjualan ke AS tetap tinggi.
Menurut Vice Chief Excecutive Officer Pan Brothers Anne Patricia Sutanto, ekspor PBRX paling banyak ke AS. Namun secara kontingen, Asia turut menjadi wilayah terbesar ekspor. "Ekspor ke kontingen Asia didukung oleh penduduk dan market yang besar," ujar Anne.
Ekspor tekstil Indonesia ke AS cenderung stabil. Persaingan ke depan bisa makin ketat karena beberapa negara di Asia, seperti Vietnam, Bangladesh dan Kamboja, juga berhasil meningkatkan volume pengiriman ke AS.
Anne meyakini, Indonesia masih unggul dari prospek domestik dan ekspor di masa mendatang. "Selain itu juga didukung oleh tenaga kerja yang skillful," jelas dia.
Anne mengakui saat ini sudah kebanjiran pesanan untuk produksi tahun depan dari AS. PBRX kini meningkatkan kapasitas produksi dan digitalisasi, serta membangun tiga pabrik baru untuk memenuhi kenaikan permintaan.