Usai Mengumumkan Merger, Mayoritas SPAC Justru Mengalami Penurunan Harga Saham

Rabu, 05 Mei 2021 | 21:16 WIB
Usai Mengumumkan Merger, Mayoritas SPAC Justru Mengalami Penurunan Harga Saham
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Gedung New York Stock Exchange (NYSE) di Manhattan, New York City, New York, AS, 11 Agustus 2020. REUTERS/Mike Segar/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pamor special purpose acquisition company (SPAC) di mata investor mulai pudar. Analisis yang dilakukan Reuters atas data Refinitiv dan perusahaan riset SPAC Research, menunjukkan pertumbuhan harga saham SPAC, yang juga populer disebut perusahaan cek kosong, jauh di bawah return yang dibukukan saham-saham yang masuk kelompok S&P 500.

Reuters menemukan bahwa lebih dari 100 perusahaan cek kosong yang mengumumkan merger di tahun ini, rata-rata membukukan peningkatan tidak sampai 2% dari harga perdagangkan masing-masing saat pertama kali terdaftar di bursa. Sebagian besar dari SPAC mulai diperdagangkan di bursa efek di tahun lalu.

Di periode yang sama, median pertumbuhan harga kelompok saham S&P 500 sebesar 15%.

Kinerja saham SPAC yang mengecewakan itu menyusul tergerusnya popularitas SPAC. Usulan merger yang diusung perusahaan cek kosong diprediksi tak lagi menarik, mengingat otoritas bursa di AS berniat mengetatkan aturan terhadap SPAC.

Baca Juga: Lindungi investor, regulator bursa AS akan buat aturan untuk perusahaan cek kosong

Di awal 2021, investor individu tampak berebutan mengikuti penawaran saham perdana SPAC, yang mengakuisisi startup. Maklumlah, startup yang diakuisisi SPAC bergerak di industri yang jarang dimiliki investor ritel, seperti kendaraan listrik dan perjalanan luar angkasa.

Namun setelah itu, minat investor ritel untuk menampung saham SPAC mulai merosot. Pembelian bersih harian investor ritel atas saham SPAC turun menjadi sekitar $ 181 juta dari $ 500 juta pada akhir Januari, menurut perusahaan riset VandaTrack.

IPO yang melibatkan SPAC memang memunculkan pro dan kontra. Ada yang menilai merger terlebih dulu dengan SPAC, sebelum IPO membuka jalan bagi perusahaan rintisan untuk terhindar dari biaya selangit yang lazim dibebankan bank investasi dalam IPO.

Baca Juga: Ini Alasan Perusahaan di AS Pilih Merger dengan SPAC untuk Catatkan Saham Bursa

Sementara mereka yang kontra menyatakan skema itu memaksa investor menanggung biaya yang besar melalui dilusi saham. Penurunan kepemilikan itu terjadi selama proses peluncuran SPAC dan proses akuisisi perusahaan target.

Sebuah studi yang digelar Universitas Stanford dan Universitas New York (NYU), belum lama ini, menemukan bahwa SPAC yang membayar lebih besar ke sponsor akan mengalami penurunan harga lebih dalam setelah merger dengan perusahaan target mereka..

"Bukan hanya nasib buruk yang menyebabkan SPAC berkinerja buruk," kata Michael Ohlrogge, asisten profesor hukum di NYU School of Law dan salah satu penulis studi tersebut. "Ada semua biaya yang menguras nilai dari merger SPAC, dan biaya tersebut diteruskan ke investor."

SPAC biasanya menjual saham seharga US$ 10 per saham, dengan jaminan bahwa investor dapat menjual kembali saham tersebut, seringkali dengan bunga, jika mereka tidak menyukai kesepakatan merger yang dilakukan SPAC di kemudian hari.. Dalam penawaran umum perdana yang dipasarkan kepada investor institusional, mereka juga memberikan waran untuk membeli saham tambahan dengan kemungkinan diskon.

Investor yang lebih kecil cenderung membeli saham SPAC secara langsung di pasar saham, seringkali dengan maksud untuk menahannya dalam jangka panjang. Meski mereka memiliki hak untuk menebus saham mereka ketika SPAC menyelesaikan merger.

Baca Juga: Belum ada calon emiten unicorn dalam pipeline IPO BEI

Dari SPAC yang telah mengumumkan kesepakatan pada tahun 2021, harga saham banyak yang naik menjelang pengumuman, hanya untuk kembali ke sekitar harga pencatatan perdana, yaitu US$ 10. Kecenderungan itu menunjukkan investor tidak terkesan dengan merger yang dilaksanakan, dan mengambil opsi untuk menjual kembali saham yang mereka pegang saat merger tuntas.

Ambil contoh saham Altimeter Growth Corp. yang surut 16% sejak 13 April, ketika perusahaan itu mengumumkan akan bergabung dengan pemain ride hail dan pengiriman makanan online terbesar di Asia, yaitu Grab Holdings, dalam kesepakatan senilai hampir US$ 40 miliar. Jika dibandingkan dengan harga perdananya di dbursa, pada 1 Desember 2020, memang harga saham Altimeter saat ini lebih tinggi 6%. Namun di periode yang sama, median return saham S&P 500 mencapai 13% di S&P 500.

Baca Juga: Melalui SPAC, Anthony Tan bisa jadi miliarder

Analisis Reuters menunjukkan rata-rata harga saham SPAC tergerus 6%, begitu perusahaan cek kosong tersebut mengumumkan nama perusahaan yang akan digandengnya.

Secara keseluruhan, sekitar 90% dari SPAC yang mengumumkan kesepakatan di tahun ini membukukan return yang lebih rendah daripada S&P 500. Pertumbuhan itu dihitung dari harga saat saham SPAC pertama kali diperdagangkan, yang umumnya sekitar US$ 10.

Analisis tersebut mencakup 114 SPAC yang telah mengumumkan merger pada tahun 2021. Ini tidak mencakup lebih dari 400 SPAC yang mencatatkan saham mereka di tahun ini dan tahun lalu dan masih mencari perusahaan untuk bergabung. Dalam kebanyakan kasus, saham mereka melayang di sekitar harga IPO US$ 10 yang dapat mereka tebus jika merger akhirnya diumumkan.

Selanjutnya: Blak-Blakan dengan Pandu Sjahrir, Bicara IPO Startup Hingga Berburu di Private Market

 

Bagikan

Berita Terbaru

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo
| Rabu, 03 Desember 2025 | 09:59 WIB

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo

Hingga pengujung 2025 PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) membidik pertumbuhan marketing revenue Rp 1,8 triliun.

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:47 WIB

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun

Berdasarkan prospektus obligasi BSDE, seperti dikutip Selasa (2/12), emiten properti ini akan menerbitkan obligasi dalam empat seri.

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:03 WIB

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)

Perdagangan saham PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) kembali dibuka mulai sesi 1 hari ini, Rabu, 3 Desember 2025. 

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:46 WIB

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI

Tekanan jual investor asing dan rerating sektor konsumer menghantam saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:41 WIB

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham

Saham RLCO lebih cocok dibeli oleh investor yang memang berniat untuk trading. Memanfaatkan tingginya spekulasi pada saham-saham IPO.

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:00 WIB

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun

Berdasarkan data Infovesta, per November 2025 reksadana saham mencatat return 17,32% YtD, disusul return reksadana campuran tumbuh 13,26% YtD

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:46 WIB

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal

Utang publik global capai US$110,9 T, memicu suku bunga tinggi. Ini potensi risiko kenaikan biaya utang pemerintah Indonesia hingga Rp4.000 T. 

IHSG Lagi-Lagi Mencetak Rekor Sepanjang Hayat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:45 WIB

IHSG Lagi-Lagi Mencetak Rekor Sepanjang Hayat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pendorong penguatan IHSG berasal dari kenaikan harga saham emiten-emiten konglomerasi dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Perlindungan Proteksi Barang Milik Negara
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:39 WIB

Perlindungan Proteksi Barang Milik Negara

Pemerintah perkuat ketahanan fiskal melalui Asuransi BMN berbasis PFB. Cakupan aset melonjak jadi Rp 91 triliun di tahun 2025.

Ekspor Lemas Karena Bergantung ke Komoditas
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:37 WIB

Ekspor Lemas Karena Bergantung ke Komoditas

Ekspor Oktober 2025 turun 2,31% secara tahunan, tertekan anjloknya CPO dan batubara.                   

INDEKS BERITA

Terpopuler