Alami Krisis Energi dan Rantai Pasok Ketat, China Tumbuh Semakin Pelan di Tahun Ini

Senin, 18 Oktober 2021 | 14:49 WIB
Alami Krisis Energi dan Rantai Pasok Ketat, China Tumbuh Semakin Pelan di Tahun Ini
[ILUSTRASI. Kilat menyambar di kaki langit distrik keuangan Pudong, Shanghai, China, Senin (10/8/2020). REUTERS/Aly Song]
Reporter: Thomas Hadiwinata | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Sepanjang tahun ini, ekonomi China tumbuh pada laju paling perlahan di kuartal ketiga akibat pasokan listrik yang tersendat, rantai pasok yang macet serta peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah daerah. Pelambatan pertumbuhan merisaukan pembuat kebijakan, yang sudah dipusingkan dengan masalah di sektor properti.

Produk domestik bruto (PDB) menurut data pemerintah yang dirilis Senin (18/10) memperlihatkan pertumbuhan sebesar 4,9% pada Juli-September dibandingkan kuartal terdahulu. Ini merupakan laju pertumbuhan terendah sejak kuartal ketiga 2020, dan lebih rendah dibandingkan hasil di kuartal kedua, yaitu, 7,9%.

Hasil di kuartal ketiga memperpanjang kecenderungan perlambatan pertumbuhan di tahun ini. China membukukan kenaikan PDB sebesar 18,3% pada kuartal pertama, saat di mana basis pembanding PDB sangat rendah, akibat kemerosotan ekonomi yang terjadi masa pandemi Covid-19. 

Jajak pendapat analis yang dilakukan Reuters memperkirakan PDB China naik 5,2% pada kuartal ketiga. Pada basis kuartalan, pertumbuhan turun menjadi 0,2% pada Juli-September dari revisi turun 1,2% pada kuartal kedua, data menunjukkan.

Baca Juga: Chatib Basri sebut target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2% pada 2022 bisa tercapai

Setelah pulih dari pandemi, ekonomi terbesar kedua di dunia itu seakan kehilangan tenaga untuk berakselerasi. Ekonomi China dibebani oleh aktivitas pabrik yang goyah, konsumsi yang terus-menerus melemah, dan sektor properti yang melambat karena pembatasan kebijakan.

“Menanggapi angka pertumbuhan buruk yang diharapkan muncul dalam beberapa bulan mendatang, kami pikir pembuat kebijakan akan mengambil lebih banyak langkah untuk menopang pertumbuhan, termasuk memastikan likuiditas yang cukup di pasar antar bank, mempercepat pembangunan infrastruktur dan melonggarkan beberapa aspek kebijakan kredit dan real estat secara keseluruhan,” kata Louis Kuijs, kepala ekonomi Asia di Oxford Economics.

Kekhawatiran global tentang kemungkinan limpahan risiko kredit dari sektor properti China ke ekonomi yang lebih luas juga meningkat. Saat ini, pengembang terbesar kedua di China, Evergrande Group, sedang bergulat dengan utang lebih dari $300 miliar.

Baca Juga: Arah kebijakan fiskal pada 2022: Pemulihan ekonomi dan reformasi struktural

Para pemimpin China khawatir bahwa gelembung properti yang terus-menerus dapat merusak kenaikan jangka panjang negara itu. Ekspektasi semacam itu memunculkan skenario China akan mempertahankan pembatasan ketat pada sektor properti, bahkan ketika ekonomi melambat. Namun tetap ada kemungkinan China melunakkan beberapa kebijakannya sesuai kebutuhan, demikian penilaian dari para ahli kebijakan dan analis.

Perdana Menteri Li Keqiang, Kamis (14/10), mengatakan bahwa China memiliki banyak alat untuk mengatasi tantangan ekonomi meskipun pertumbuhan melambat, dan pemerintah yakin akan mencapai tujuan pembangunan setahun penuh.

Analis yang disurvei Reuters memperkirakan bank sentral China (PBOC) mempertahankan rasio persyaratan cadangan bank (RRR) pada kuartal keempat, sebelum memberikan pemotongan 50 basis poin lagi pada kuartal pertama 2022.

Output industri September naik 3,1% dari tahun sebelumnya, meleset dari ekspektasi dan turun dari hasil yang dicapai pada Agustus, yaitu 5,3%. Penjualan ritel tumbuh 4,4% pada bulan September, naik dari 2,5% pada bulan Agustus.

Selanjutnya: Neraca Transaksi Berjalan Kuartal III Bisa Surplus

 

Bagikan

Berita Terbaru

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026
| Kamis, 25 Desember 2025 | 07:10 WIB

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026

Santika Hotels & Resorts menyiapkan rebranding logo agar lebih relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan generasi.

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:37 WIB

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)

Pemerintah rem produksi nikel ke 250 juta ton 2026 untuk atasi surplus 209 juta ton. NCKL proyeksi laba Rp 10,03 triliun, rekomendasi buy TP 1.500

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:00 WIB

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?

Kenaikan harga saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belakangan ini dinilai lebih bersifat spekulatif jangka pendek.

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

INDEKS BERITA