Awas Begal Demokrasi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi revisi Undang-Undang Pilkada secara mendadak usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XXII/2024 layak menjadi cibiran. Sebab upaya itu menjegal proses demokrasi, dimana MK bertugas sebagai pengawal konstitusi di Republik Indonesia.
Dalam putusan MK tersebut, syarat usia untuk pasangan calon kepala daerah terhitung sejak penetapan calon, bukan ketika dilantik. Usia 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur. Keputusan MK itu mengacu kepada penalaran yang wajar, syarat calon kepala daerah dipenuhi sebelum penetapan dilakukan.
Namun keputusan MK itu tak sesuai harapan DPR. Alhasil, kongkalingkong terjadi, mereka berupaya merevisi UU Pilkada dan menganulir putusan MK yang bersifat final.
Padahal, fungsi utama MK adalah menjaga supremasi konstitusi, memastikan segala peraturan dan tindakan yang diambil pemerintah dan lembaga negara lainnya sesuai konstitusi, dan melindungi hak-hak serta kebebasan konstitusional warga negara.
Namun alih-alih mematuhi Putusan MK No 60/2024 tersebut, DPR dan pemerintah justru mengesampingkan isi putusan MK dan berupaya merevisi UU Pilkada.
Kini banyak pihak telah menentang upaya dari DPR dan pemerintah tersebut, baik secara terbuka di media sosial hingga aksi demonstrasi. Mereka berasal dari mahasiswa, akademisi, alumni perguruan tinggi, guru besar, cendikiawan dan juga masyarakat sipil.
Mereka menolak upaya DPR merevisi UU Pilkada untuk memuluskan kepentingan penguasa. Keinginan DPR menyusun kembali aturan yang sudah ditetapkan oleh MK dinilai memberangus demokrasi dan mengangkangi supremasi hukum.
Jika supremasi hukum dikangkangi, regulasi tentu dengan mudah diotak-atik sesuai keinginan penguasa atau yang berkepentingan. Hal ini tentu mengkhawatirkan bagi dunia bisnis dan investasi. Jika hukum bisa diubah-ubah sesuai keinginan, maka hukum terkait bisnis dan investasi tentu terancam berubah-ubah pula.
Sementara, pelaku bisnis dan investor saat berinvestasi tidak hanya membutuhkan jaminan beroperasi. Mereka juga membutuhkan jaminan hukum yang tidak mudah diintervensi oleh penguasa atau siapapun juga. Ingat, investor juga menonton ulah DPR membegal supremasi hukum Jangan sampai Indonesia dicap tidak taat hukum!