Biden Meminta Sejumlah Negara, termasuk Indonesia, Pangkas Emisi Metana

Sabtu, 18 September 2021 | 12:08 WIB
Biden Meminta Sejumlah Negara, termasuk Indonesia, Pangkas Emisi Metana
[ILUSTRASI. Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato tentang Inisiatif Keamanan Nasional secara virtual dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, di Washington, AS, 15 September 2021. REUTERS/Tom Brenner]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Jumat (17/9), mendesak para pemimpin dunia untuk bergabung dengan negaranya dan Uni Eropa (UE) membuat janji pengurangan  emisi metana. Biden mengajukan permintaan itu sebelum pertemuan puncak internasional tentang perubahan iklim dimulai bulan depan.

Permintaan itu disampaikan Biden selama pertemuan virtual Forum Ekonomi Utama (MEF), sebagai tindak lanjut dari pertemuan Hari Bumi. Dalam event yang berlangsung pada bulan April lalu itu, Biden mengungkap target pengurangan emisi gas rumah kaca AS yang baru dan menekan negara-negara lain untuk berbuat lebih banyak untuk mengekang target mereka.

Inggris mengindahkan seruan tersebut, dengan Perdana Menteri Boris Johnson berjanji untuk menjadi salah satu penandatangan pertama Ikrar Metana Global untuk mengurangi emisi gas berbahaya.

Baca Juga: Pendukung Trump kembali berulah, Polisi peringatkan ancaman kekerasan di Capitol AS

Argentina, Indonesia, Italia dan Meksiko juga bergabung dengan aliansi. Sementara Ghana dan Irak mengisyaratkan minat untuk bergabung, menurut ringkasan pertemuan yang dicatat Gedung Putih. Enam negara tersebut mewakili 15 negara penghasil emisi metana teratas secara global.

Mengatasi perubahan iklim adalah salah satu agenda domestik dan internasional yang diusung Pemerintahan Biden. Konferensi iklim COP26 PBB yang berlangsung di Glasgow dari 31 Oktober hingga 12 November dipandang sebagai momen kritis bagi dunia untuk berkomitmen berbuat lebih banyak untuk menghentikan kenaikan suhu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (16/9), menyatakan, pandemi Covid-19 tidak menahan laju perubahan iklim, dan dunia kehilangan momentum untuk memangkas emisi dalam jumlah memadai, untuk membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Para ilmuwan mengatakan kisaran itu merupakan pembatasan paling minimal yang harus dilakukan untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.

Baca Juga: Tanggapi pakta pertahanan AS dkk, China: Mereka punya mental Perang Dingin

Biden, kemarin, meminta negara-negara lain untuk bergabung dengan pakta yang disepakati oleh AS dan UE untuk bertujuan mengurangi emisi metana global setidaknya 30% di bawah tingkat 2020 pada tahun 2030.

“Ini tidak hanya akan dengan cepat mengurangi laju pemanasan global, tetapi juga akan menghasilkan manfaat sampingan yang sangat berharga, seperti meningkatkan kesehatan masyarakat dan hasil pertanian,” kata Biden.

“Kami percaya tujuan kolektif itu ambisius tetapi realistis, dan kami mendesak Anda untuk bergabung dengan kami mengumumkan janji ini di COP26,” kata Biden.

Secara global, emisi metana bertanggung jawab atas sekitar 30% pemanasan sejak era pra-industri, menurut PBB. Sebuah laporan yang disusun para ilmuwan iklim PBB menyatakan, pengurangan emisi metana adalah cara tercepat untuk memperlambat pemanasan global.

Setelah menjanjikan komitmen Inggris untuk tujuan tersebut, Johnson mendesak negara-negara lain untuk memanfaatkan dengan baik menjelang KTT iklim berikutnya.

"Selama 1.000 jam ke depan antara sekarang dan semua orang yang datang ke COP26, kita harus melakukan pekerjaan yang memungkinkan kita untuk datang ke Glasgow dengan membawa kontribusi tiap negara dan komitmen yang kuat pada batu bara, mobil, dan pohon,” ujar Johnson. 

Ia juga menekan pentingnya mengamankan dana yang dibutuhkan untuk memacu kepatuhan negara-negara berpenghasilan rendah. “Kita harus serius mengisi pot US$ 100 miliar yang dibutuhkan negara berkembang untuk melakukan bagiannya."

Baca Juga: AS dan Inggris siap membantu Australia untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir

Para pemimpin dari Argentina, Bangladesh, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Inggris dan Uni Eropa ambil bagian dalam MEF, bersama dengan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, kata Gedung Putih.

Biden menunjuk Utusan Khusus Presiden untuk Iklim John Kerry untuk memimpin sesi pertemuan tingkat menteri dengan China, Jerman, India dan Rusia. Menurut agenda Gedung Putih, pertemuan tingkat menteri tersebut berlangsung setelah acara yang dihadiri Biden..

Biden mengatakan dia ingin menggunakan MEF untuk melengkapi forum perubahan iklim lainnya dan timnya, termasuk Kerry, bekerja untuk mendorong negara-negara untuk menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka.

Baca Juga: Antisipasi Kekuatan Korea Utara, Korea Selatan Uji Coba Rudal Balistik Kapal Selam

“Apa pun komitmen yang kita buat di COP26, kita semua harus menyelesaikannya bersama di Glasgow untuk terus memperkuat ambisi dan tindakan kita, untuk menjaga kita, di bawah 1,5 derajat, dan menjaga itu dalam jangkauan," kata Biden.

Para pemimpin dan aktivis memperingatkan konsekuensi yang berpotensi membawa bencana. “Di bawah kebijakan saat ini, kita akan mencapai hampir 3 derajat pemanasan global pada akhir abad ini,”  kata Perdana Menteri Italia Mario Draghi, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya. “Konsekuensi dari peningkatan suhu global seperti itu akan menjadi bencana besar.”

Biden, April lalu, mengumumkan target baru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca AS sekitar 50%-52% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun 2005. Biden telah berulang kali menekankan perubahan iklim dalam beberapa pekan terakhir setelah kerusakan akibat banjir dan kebakaran hutan yang menghancurkan di seluruh AS.

Selanjutnya: Ingin Tingkatkan Konsumsi, Shanghai Mempermudah Syarat Pembukaan Toko Bebas Bea

 

Bagikan

Berita Terbaru

Profit 33,89% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik (24 Mei 2025)
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 08:48 WIB

Profit 33,89% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik (24 Mei 2025)

Harga emas Antam hari ini (24 Mei 2025) 1 gram Rp 1.930.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 33,89% jika menjual hari ini.

Gesit Membangun Bisnis Logistik
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 08:35 WIB

Gesit Membangun Bisnis Logistik

Menyusuri perjalanan Wijaya Candera membangun bisnis dan sukses memimpin perusahaan logistik MPX Logistic International

Menengok Perkembangan Industri Film Animasi di Indonesia, Jumbo Kian MengInspirasi
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 07:49 WIB

Menengok Perkembangan Industri Film Animasi di Indonesia, Jumbo Kian MengInspirasi

Hingga Mei 2025 film Indonesia telah dinikmati oleh 35 juta penonton, tiga kali lipat lebih banyak dibanding film impor.

Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) Memperluas Jaringan Telekomunikasi
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:30 WIB

Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) Memperluas Jaringan Telekomunikasi

Melongok profil dan strategi bisnis PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) di layanan infrastruktur telekomunikasi

Kabar Gembira, Vale Indonesia (INCO) Menyebar Dividen Tunai Jumbo
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:26 WIB

Kabar Gembira, Vale Indonesia (INCO) Menyebar Dividen Tunai Jumbo

Peluang INCO memperbaiki kinerja hingga akhir tahun ini terbuka lebar. Sentimen positif berasal dari harga nikel 

Rupiah Terangkat Pelemahan Dolar AS Sepanjang Pekan Ini
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:20 WIB

Rupiah Terangkat Pelemahan Dolar AS Sepanjang Pekan Ini

Rupiah pada akhir perdagangan Jumat (23/5) ditutup menguat 0,67% secara harian ke level Rp 16.217 per dolar Amerika Serikat (AS)

Intraco Penta (INTA) Melirik Pelanggan Baru dari Berbagai Sektor
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:20 WIB

Intraco Penta (INTA) Melirik Pelanggan Baru dari Berbagai Sektor

Untuk mencapai target penjualan, INTA menjajaki ekspansi dengan mengincar segmen pelanggan baru dari sektor pengolahan kayu, emas dan semen

Sekali Lagi, Bukan Rupiah yang Menguat, Tapi Dolar Amerika yang Melemah
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:20 WIB

Sekali Lagi, Bukan Rupiah yang Menguat, Tapi Dolar Amerika yang Melemah

Penguatan rupiah pekan ini utamanya didorong pelemahan dolar AS akibat kekhawatiran investor soal RUU pajak Presiden AS, Donald Trump. 

Pendapatan Perkapita Jakarta Versus Indonesia, Bagaikan Langit dan Bumi
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:14 WIB

Pendapatan Perkapita Jakarta Versus Indonesia, Bagaikan Langit dan Bumi

Pendapatan per kapita nominal kita US$ 5.027 atau Rp 80,43 juta per orang per tahun jauh di bawah dua negara itu. Kita di peringkat 116 dunia.

Likuiditas Terseret Perlambatan Ekonomi
| Sabtu, 24 Mei 2025 | 06:00 WIB

Likuiditas Terseret Perlambatan Ekonomi

Bank Indonesia (BI) mencatat, uang beredar luas (M2) April 2025 mencapai Rp 9.390,0 triliun, tumbuh 5,2% secara tahunan

INDEKS BERITA

Terpopuler